Senin, 26 September 2016

BERCENGKERAMA DENGAN KOMODO DI HABITAT ASLINYA



Siapa tidak mengenal komodo (Varanus komodoensis)? Hewan purba yang masih hidup saat ini dan hanya ada di Indonesia, sehingga Pulau Komodo sebagai satu kesatuan ekosistem tempat binatang itu berada menjadi salah satu dari The Seven Wonders of The World. Pulau ini termasuk dalam wilayah Taman Nasional Komodo. Selain Pulau Komodo, Taman Nasional Komodo sebenarnya terdiri dari dua pulau besar lainnya, yaitu Pulau Rinca dan Padar, serta 26 pulau besar/kecil lainnya.
Keadaan alam Pulau Komodo yang kering dan gersang berupa padang savana yang luas, sumber air yang terbatas, dan suhu yang cukup panas ternyata merupakan habitat yang disukai oleh hewan purba ini. Pohon yang dominan di Pulau Komodo adalah lontar (Borassus flabellifer), beberapa jenis lainnya adalah rotan (Calamus sp.), bambu (Bambusa sp.), asam (Tamarindus indica), kepuh (Sterculia foetida), bidara (Ziziphus jujuba), dan bakau (Rhizophora sp.). Dari pengamatan sekilas di tepi pantai Pulau Komodo, saya lihat pohon asam memang banyak tumbuh di sini. Selain itu, dari informasi yang saya dapatkan, di pulau ini tumbuh juga 17 jenis anggrek.

Transportasi dan Akomodasi
Akses untuk mencapai Pulau Komodo sangatlah mudah, apalagi sejak ditetapkannya pulau ini sebagai salah satu dari The Seven Wonders of The World. Saya bersembilan berangkat dari Yogyakarta dengan pesawat Garuda menuju Bandara Ngurah Rai Denpasar, kemudian ganti dengan pesawat ATR Garuda yang lebih kecil untuk mendarat di Bandara Komodo, Labuan Bajo, Flores. Di Labuan Bajo kita dapat istirahat sejenak sambil menikmati keindahan alam tepi pantai Labuan Bajo, juga kuliner khasnya seperti ikan tuna kuah asam, kerapu bakar, dan sate ikan tuna. Jika ingin menginap, banyak penginapan tersedia di Labuan Bajo, termasuk hotel-hotel bintang, juga banyak penawaran paket wisata berupa snorkeling dan diving. Di sekitar Labuan Bajo memang tersebar pulau-pulau kecil dengan terumbu karangnya yang indah, sehingga sangat cocok untuk aktivitas diving atau snorkeling.

Dari Pelabuhan Labuan Bajo perjalanan dilanjutkan dengan kapal feri kecil  untuk menyeberang selama kurang lebih 4 jam ke Pulau Komodo. Kami bersembilan orang menyewa sebuah kapal yang biaya sewanya sudah termasuk makan siang di kapal dan alat snorkel untuk 9 orang. Selama perjalanan kami melewati banyak pulau kecil, di antaranya Pulau Bidadari yang terdapat beberapa cottage yang dikelola oleh warga Jerman, dan Pulau Kelor. Dalam perjalanan pulang dari Pulau Komodo ke Labuan Bajo inilah kami mampir ke Pulau Kelor untuk melakukan aktvitas snorkeling di pantainya yang mempunyai terumbu karang yang indah.

Mendarat di Pulau Komodo, kami harus membayar tiket masuk dengan harga 50 ribu rupiah per orang, yang sudah termasuk juga untuk masuk ke Pulau Rinca. Selain Pulau Komodo, di Pulau Rinca juga terdapat populasi komodo, hanya saja di pulau tersebut tidak direkomendasikan untuk bercengkerama dengan komodo karena populasi komodo di Pulau Rinca ini lebih agresif, gesit, dengan ukuran lebih kecil dan dapat memanjat pohon, sehingga sangat beresiko bagi pengunjung.

Untuk tracking menikmati pemandangan tepi Pulau Komodo dan bercengkerama dengan komodo yang ditemui, kami harus membayar 5 ribu  rupiah per orang dan 80 ribu rupiah untuk membayar guide atau pawang yang biasa disebut ranger. Setiap 5 orang pengunjung harus didampingi oleh satu orang ranger, sehingga kami yang bersembilan harus didampingi oleh dua ranger.
Bagi pengunjung yang ingin menginap di Pulau Komodo, tersedia 5 kamar guesthouse yang dikelola oleh pihak Taman Nasional Komodo, dengan tarif   400 ribu rupiah per kamar per malam. Tersedia juga kafetaria dan warung-warung sehingga pengunjung tidak perlu takut kelaparan di pulau ini. Di Kampung Komodo yang terletak sekitar 2 km dari Taman Nasional juga tersedia homestay milik penduduk asli.

Aturan Main Bercengkerama dengan Komodo

Aa
Menurut seorang ranger, populasi komodo di Pulau Komodo adalah 2.919 ekor, sedangkan yang berada di Pulau Rinca adalah 2.923 ekor. Populasi rusa dan babi hutan sebagai mangsa komodo tidak pernah dihitung tetapi kira-kira tiga kali lipat dari populasi komodo.
Komodo merupakan hewan berukuran besar dengan berat antara 80-120 kg, bisa mencapai umur 50-60 tahun, dengan kecepatan lari 18-20 km/jam. Hewan yang terkesan bergerak lamban ini dapat tiba-tiba berlari cepat saat ada gerakan mendadak dari obyek di sekitarnya atau sedang mengejar mangsanya. Oleh karena itulah pengunjung harus tetap berhati-hati dan waspada selama berada di Pulau Komodo atau berdekatan dengan hewan ini. Itulah mengapa, setiap ranger selalu membawa tongkat sebagai senjata untuk mengusir komodo jika terlalu mendekat karena dapat membahayakan keselamatan pengunjung. Setiap pengunjung jika bertemu dengan komodo tidak boleh membuat gerakan yang mengagetkan karena akan membuat komodo agresif dan menyerang pengunjung. Setiap pengunjung juga tidak boleh jauh dari ranger atau terpisah dari rombngan, dan harus selalu berada dalam kelompok yang didampingi ranger. Jika ingin berfoto dekat dengan komodo, jarak aman adalah minimal 3 meter. Pose dengan komodo dapat direkayasa oleh ranger yang sudah terlatih untuk membuat kesan bahwa pengunjung berpose sangat dekat dengan komodo bahkan terkesan sedang menyentuhnya.

  Saat musim kawin, komodo akan masuk ke hutan sehingga jarang sekali muncul di area dekat pantai atau tepi pulau. Padahal, pengunjung hanya dapat mengunjungi area sekitar pantai, karena terlalu berbahaya jika masuk ke hutan tempat populasi komodo berkumpul. Nach, jika akan mengunjungi pulau komodo, agar bisa bertemu langsung dengan hewan purba ini dan foto bersamanya, maka diusahakan jangan pas musim kawin tiba. Musim kawin komodo adalah sekitar bulan Juni, Juli, dan Agustus. 

Penduduk Asli Pulau Komodo
Tidak banyak orang tahu bahwa penduduk asli Pulau Komodo semua adalah muslim. Nenek moyang mereka adalah campuran Bugis, Wajo, Bima dan Manggarai. Secara fisik  mereka sangat berbeda dengan penduduk Pulau Flores. Nama Komodo sendiri sebenarnya bukan nama hewan, tetapi nama suku bangsa yang hidup di situ, yaitu suku Komodo, pulaunya disebut Pulau Komodo sehingga hewan khasnya juga disebut komodo. Selama bertahun-tahun  suku Komodo dan hewan komodo hidup berdampingan dengan baik. Bahasa suku Komodo sangat berbeda dengan bahasa nenek moyangnya, namanya bahasa komodo. Mereka punya kamus sendiri, kamus bahasa komodo.
            Populasi penduduk suku Komodo saat ini 1749 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 440, dan semua penduduknya beragama Islam. Di kampung ini juga terdapat 1 masjid dan 2 mushola.

Jelajah Flores; 3-7 Juni 2015

Senin, 24 Agustus 2015

FLORES BUNGA NUSA TENGGARA TIMUR



Flores merupakan salah satu pulau yang dimiliki oleh Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kata “Flores” sendiri berasal dari bahasa Portugis yang berarti "bunga".  Sesuai dengan arti katanya maka Pulau Flores memang ibarat bunga yang cantik di Kepulauan Nusa Tenggara Timur.  Pulau seluas 14.300 km2 ini menyimpan berbagai tempat wisata yang indah dengan kabupaten-kabupaten yang dimilikinya, yaitu Manggarai, Manggarai Timur, Ngadha, Ende, Sikka, Flores Timur, dan Lembata. Beberapa destinasi wisata yang terkenal di Flores dan kepulauannya yaitu:
1.    Danau Kelimutu, terletak di Desa Koanara, Kecamatan Wolowaru atau sekitar 66 km dari Kota Ende dan 83 km dari Maumere, serta terletak di puncak Taman Nasional Kelimutu. Konon keunikan danau ini terletak pada tiga warna berbeda yang dimilikinya. 
2.    Gua Liang Bua, terletak di Kabupaten Manggarai, 14 km dari ibukota Manggarai, Ruteng. Konon selain keindahannya, gua ini terkenal karena merupakan tempat ditemukannya fosil tengkorak manusia purba berukuran pendek yang disebut sebagai Homo floresiensis
   3. Labuan Bajo, merupakan pelabuhan yang menjadi pintu masuk ke Taman Nasional Komodo. Pemandangan alamnya sangat indah. Selain dapat mengunjungi Gua Batu Cermin di Labuan Bajo, dari pelabuhan ini juga kita dapat mengunjungi gugusan  pulau-pulau yang menghadap ke pelabuhan tersebut, seperti Pulau Bidadari, Pulau Kanawa, Pulau Kukusan, dan Pulau Serayu. Saya sendiri tidak sempat mengunjungi semua pulau tersebut, tetapi saya dapat menikmati pemandangannya saat saya berkeliling mengitari gugusan pulau-pulau itu ketika saya menuju dan kembali dari Pulau Komodo. Pemandangan yang memang sangat indah.


    4.     Taman Nasional Komodo, merupakan tempat favorit wisatawan yang mengunjungi Flores. Di pulau ini pengunjung dapat bercengkerama dengan komodo si binatang purba dari jarak dekat dengan bimbingan pemandu wisata. Secara lebih detil, kisah tentang Pulau Komodo akan saya tuliskan dalam artikel tersendiri di blog ini.

5.       Pantai Pink, artistik dengan hamparan pasirnya yang berwarna merah muda. Konon katanya, hamparan pasir seperti ini hanya ditemukan di 7 wilayah negara, yaitu di Indonesia, Bermuda, Filipina, Italia, Yunani, Bahamas, dan Karibia. Sayangnya saya tidak sempat mendarat di pantai ini, kapal motor saya hanya melewati pulaunya, tetapi cukup bagi saya dengan melihat hamparan pasir pantainya dari jauh.
6.       Pantai Koka, terletak di Kabupaten Sikka, terkenal dengan hamparan pasir pantai berwarna putih dengan air laut yang jernih serta pemandangannya yang indah.
7.       Pulau Kanawa, terletak 15 km dari Labuan Bajo dengan luas sekitar 32 hektar. Pulau ini mempunyai pantai dengan pasir putihnya yang indah, airnya yang sangat jernih sehingga menampakkan keindahan karang bawah lautnya. Di sekitar pulau ini juga masih banyak ditemukan hewan-hewan laut seperti hiu, paus, dan hewan-hewan menakjubkan lainnya. Saya tidak sempat mendarat di pulau ini, tetapi saat melewati perairan pulau ini dengan kapal motor saya dapat melihat di kejauhan sekelompok paus orca (Orcinus orca), yang merupakan spesies terbesar dari keluarga lumba-lumba, berlompatan seakan bermain air dengan teman-temannya. Sungguh pemandangan yang sangat langka bagi saya.
8.       Danau Sano Nggoang, terletak di Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat. Kegiatan rekreasi yang dapat dilakukan di sini adalah menunggang kuda keliling danau, mandi air panas dan tracking.
9.       Air Terjun Cunca Rami, terletak sekitar 30 km dari Labuan Bajo. Sebelum mencapai air terjun ini, pengunjung harus menyusuri Hutan Mbelling selama 30 menit sampai 1 jam perjalanan
Perjalanan Menjelajah Flores
            Tidak semua tempat dan destinasi wisata di Flores seperti yang tertulis di atas saya kunjungi. Berikut adalah pengalaman saya bersama tim menjelajah Flores selama 5 hari.
Perjalanan kami dimulai dari Yogyakarta dengan pesawat transit Denpasar kemudian ganti pesawat kecil tipe ATR untuk menuju Bandara Labuan Bajo. Dari Labuan Bajo hari sudah sore. Tujuan utama kami sebenarnya adalah Kota Borong, ibukota Kabupaten Manggarai Timur, karena ada project yang harus dikerjakan di kota ini. Oleh karena itu, setelah mampir makan sore di Labuan Bajo perjalanan kami lanjutkan dengan mobil ke Borong, Manggarai Timur. Berhubung perjalanan dari Labuan Bajo ke Borong akan sangat melelahkan karena dapat memakan waktu sekitar 6 jam dan harus melalui jalan yang berkelak-kelok dan naik turun karena alam Flores yang berbukit-bukit, maka kami transit dan menginap dulu semalam di sebuah hotel di Ruteng, Kabupaten Manggarai. Ruteng merupakan wilayah pegunungan dengan hawa yang sangat dingin, apalagi dengan hembusan angin yang sangat kencang. Paginya, barulah kami melanjutkan 2 jam perjalanan ke Kota Borong.
Borong merupakan daerah tepi pantai yang terasa sangat panas, sangat berbeda dengan Ruteng. Maka kami pun harus beradaptasi dengan perubahan cuaca yang sangat drastis ini. Borong merupakan sebuah kota kecil, lebih kecil dari Ruteng, sehingga fasilitas hotel di sini tidak sebagus di Ruteng. Di Borong hanya ada hotel-hotel kecil sederhana semacam losmen saja, sehingga untuk cuaca panas seperti ini hanya tersedia fasilitas kipas angin, tidak ada ac. Lebih parah lagi jika listrik mati, maka kipas angin sebagai satu-satunya alat penyejuk ruangan pun tidak dapat bekerja. Dapat dipastikan setiap hari ada pemadaman listrik terutama di jam-jam siang atau sore hari. Borong juga termasuk daerah kering, hanya satu sungai besar yang mengalir melewati kota ini dengan debet air yang sangat kecil pada musim kemarau, yaitu Sungai Wae Reca.
Sehari semalam di Borong, cukup banyak hal unik yang kami temukan di sini, tentang adat budaya, bahasa, makanan, dan lain-lain. Hal ini terutama karena kami diundang makan malam oleh Bapak Wakil Bupati Manggarai Timur di rumah dinas beliau, sehingga banyak cerita yang kami dapat tentang seluk-beluk Flores dan NTT. Bahkan kami masing-masing diberi kenang-kenangan sebuah kain selendang tenun khas Manggarai Timur oleh beliau. Hal yang sangat membahagiakan bagi kami. Berikut adalah hal-hal unik dan khas dari Flores, khususnya Manggarai Timur:
1.      Makanan Khas dan Kuliner
Cukup banyak makanan khas Flores atau Manggarai Timur, tetapi hanya beberapa saja yang dapat saya temukan dan nikmati. Makanan khas Manggarai Timur yang saya temui antara lain adalah kue kompiang, yaitu semacam kue yang biasa untuk roti burger tetapi dengan taburan wijen di atasnya. Kue ini bisa bertahan beberapa hari, tetapi semakin tambah hari akan semakin keras teksturnya, sehingga enaknya dihangatkan dulu sebelum dimakan, bisa dengan microwave atau digoreng dengan margarin. Konon katanya kue ini pertama kali dibuat dan dipopulerkan oleh etnis Cina yang tinggal di Manggarai Timur.
Selain kue kompiang, saya mencoba menjelajah pasar tradisional di Manggarai Timur untuk mencari sesuatu yang khas yang bisa saya bawa pulang sebagai oleh-oleh, dan saya pun menemukan gula Manggarai. Gula ini semacam gula merah yang terbuat murni dari nira aren dan dibungkus daun aren. Rasanya memang sangat khas, berbeda dengan gula merah atau gula Jawa pada umumnya.
Untuk kuliner, menu istimewa dan khas Flores adalah ikan kuah asam, semacam sup ikan yang rasanya asam segar. Ikan yang digunakan biasanya adalah ikan tuna, tetapi dapat juga menggunakan ikan kakap merah atau bandeng. Saya sendiri  lebih suka ikan tuna. Menu ikan yang lain yang tidak kalah lezatnya adalah ikan kerapu bakar dan sate ikan tuna. Semua menu berbahan dasar ikan ini sangat lezat dan cukup murah.
2.      Bahasa
Perbedaan suku bangsa di pulau Flores terutama ditandai dengan perbedaan bahasa di antara suku-suku bangsa tersebut. Perbedaannya bukan sekedar perbedaan dialek, tetapi hampir seluruh aspek bahasanya. Ada puluhan bahasa daerah yang berkembang di Flores, cukup banyak untuk ukuran pulau kecil. Hal ini dimungkinkan karena alam Flores yang berbukit-bukit sehingga dulu terbentuk isolasi geografis yang menyebabkan perbedaan bahasa di masing-masing suku yang areanya dibatasi oleh bukit-bukit tersebut. Bahasa-bahasa itu antara lain:
a.    Bahasa Manggarai untuk suku bangsa Manggarai.
b.    Bahasa Bajawa untuk suku bangsa Ngadha
c.    Bahasa Riung untuk suku bangsa Riung
d.    Bahasa Lio, dengan beberapa dialek seperti dialek Ende, dialek Lise, Nggela dan lain-lain digunakan oleh suku bangsa Lio.
e.    Bahasa Sikka untuk suku bangsa Sikka dan sebagian masyarakat kabupaten Flores Timur terutama suku Tana ai.
f.     Bahasa Lamaholot untuk orang Larantuka, Lembata, Adonara, dan Solor.
g.    Bahasa Melayu untuk orang Larantuka (dialek Melayu Larantuka)
h.    Bahasa Nage Keo untuk suku bangsa Nage Keo.
i.      Bahasa Palue untuk suku bangsa Palue.
j.      Bahasa-bahasa lain seperti bahasa Bugis, Wajo, atau Makasar yang dipakai di pulau-pulau di sebelah utara pulau Flores dan daerah pesisir.
3.      Oleh-oleh
Sesuatu yang bisa dibawa pulang sebagai oleh-oleh khas Flores adalah kain tenun. Seni ikat dan tenun merupakan kerajinan utama kaum wanita di pulau Flores. Orang Manggarai menenun kain songket. Orang Ende-Lio, orang Sikka, Larantuka dan Adonara menenun kain sarung dengan berbagai macam corak seni ikat. Sebelum tekstil dan pewarna lain dikenal, mereka menggunakan nila dan mengkudu sebagai bahan pewarna pokok. Tentu saja harga kain-kain tenun yang asli sangat mahal untuk ukuran kantong saya. Oleh karena itu, saya cukup membeli dua buah peci yang terbuat dari kain tenun khas Flores untuk oleh-oleh suami dan bapak saya seharga 60 ribu rupiah per buahnya. Saya membelinya di pertokoan Ruteng. Harga ini bisa menjadi dua kali lipat jika kita membeli di pusat oleh-oleh khas Flores “Eksotik” yang terletak di dekat Bandara Labuan Bajo. Di “Eksotik” memang dijual berbagai cinderamata khas Flores, termasuk kaos-kaos yang bertuliskan hal-hal yang berbau Flores maupun Pulau Komodo sebagai ikon wisata Flores. Sayangnya harga kaos-kaos di sini cukup mahal, tetapi jika ingin membeli kaos yang lebih murah kita bisa membelinya di pasar Labuan Bajo atau di kaki lima di depan hotel-hotel yang banyak terdapat di Labuan Bajo, meskipun kualitasnya sedikit di bawah kualitas kaos yang dijual di “Eksotik”.
4.      Adat budaya unik
Adat yang saya anggap sangat unik adalah “kepok”, yang sangat identik dengan Manggarai Timur. “Kepok kapung” yang bermakna keikhlasan hati tuan rumah menyambut tamunya itu berwujud tuak atau sopi dari seseorang tetua setempat kepada tetua tamu. Biasanya “kepok kapung” hanya kepada tamu terhormat. Selain sopi, yang biasa digunakan untuk “kepok” bisa binatang ternak seperti ayam atau kambing. Bahkan jika mengirim undangan pertemuan seperti yang kami lakukan saat akan mengadakan sosialisasi pembangunan RSUD di Manggarai Timur, maka juga dilakukan dengan adat kepok, yaitu tim kami ada yang mengantarkan undangan ke beberapa tetua adat bukan dengan selembar kertas undangan tetapi datang sendiri langsung dengan membawa sekrat sopi dan seekor ayam. Sungguh sangat unik. Sopi sendiri adalah semacam tuak yang dibuat dari air nira yang disuling dengan bambu sepanjang kurang lebih 7 meter selama minimal 1 bulan.
Budaya Manggarai yang sangat unik lainnya adalah “lingko”, yaitu tradisi pembagian sawah dan kebun, sehingga sawah menjadi berbentuk jari-jari melingkar dengan formasi menyerupai jaring laba-laba. Sawah jaring laba-laba raksasa ini adalah hal yang luar biasa, sebuah pemandangan yang berbeda dengan terasering bertingkat-tingkat.  Sayangnya waktu kami melewati lokasi sawah ini hari sudah gelap sehingga kami tidak dapat mengabadikan pemandangan menakjubkan ini.
“Lingko” adalah tanah adat yang dimiliki secara komunal dan merupakan bekal untuk memenuhi kebutuhan bersama. Tanah dibagikan pada anggota mayarakat sesuai ketentuan adat. “Lingko” diperkirakan telah ada saat manusia di Flores mulai berpindah kebiasaan dari berburu menjadi agraris yang menetap. Berikutnya terbentuk sebuah kampung yang disebut beo. Warga sebuah beo memiliki kemampuan merambah hutan untuk dijadikan lahan garapan. Berapa luas sebuah “lingko” maka itu tergantung kemampuan merambah dan jumlah masyarakat dalam sebuah beo. “Lingko” tidak dimiliki secara orang perorangan, karena ini milik komunitas. Sistem “lingko” inilah yang ditiru dalam pengembangan tata ruang wilayah kota Borong, khususnya untuk penataan area pusat pemerintahan Kabupaten Manggarai Timur.
Flores, 3-7 Juni 2015