Kamis, 21 Juni 2012

PANTAI PANGANDARAN DAN GREEN CANYON: PESONA SURGA DUNIA DARI CIAMIS


 Bagi Anda yang suka berpetualang dan menikmati alam, tentunya dua lokasi wisata alam yang terletak di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat ini tidak asing lagi. Ya, Pantai Pangandaran dan Green Canyon. Tetapi, bagi Anda yang belum pernah menginjakkan kaki ke dua tempat yang keindahannya begitu memanjakan mata tersebut, semoga tulisan tentang pengalaman saya sekeluarga berkunjung ke Pantai Pangandaran dan Green Canyon di pertengahan Tahun 2008 ini bisa merayu Anda untuk berlibur ke sana.
Pada musim liburan itu kebetulan kami ada undangan pernikahan saudara di Sumpiuh, Banyumas. Saya yang memang mempunyai jiwa “petualang” yang kuat langsung tergerak untuk merancang liburan keluarga.  Tentunya wisata alam yang menjadi sasarannya. Saya pun segera mencari informasi tempat wisata alam yang lokasinya searah dengan Sumpiuh alias ke barat, dengan perhitungan bahwa kami berangkat dari Yogyakarta. Kemudian saya teringat akan pengalaman saya ke Pantai Pangandaran semasa saya kuliah dulu. Untuk itulah saya ingin mengenang kembali memori indah di Pantai Pangandaran itu. Dari seorang teman, saya juga mendapatkan informasi bahwa ada sebuah tempat wisata di dekat Pantai Pangandaran yang sangat eksotis, yaitu Green Canyon. Maka, kemudian saya dan suami memutuskan bahwa target sasaran plesiran kami kali ini adalah Pantai Pangandaran dan Green Canyon.
Sesuai rencana, sore hari selesai acara resepsi di Sumpiuh kami langsung menuju ke kota Cilacap dan menginap di Hotel Delima, dan keesokan paginya kami mampir ke rumah seorang sahabat dari mertua saya yang tinggal di Cilacap untuk sekedar bersilaturahim. Setelah cukup beramah tamah dan berkangen-kangenan, kami langsung melanjutkan perjalanan ke arah Ciamis.  Suami saya menyetir mobil dengan santai, jika sudah merasa capek atau mengantuk maka mobil akan berhenti di pom bensin agar kami bisa beristirahat sejenak sekaligus mengisi bensin, atau berhenti di rumah makan sekaligus untuk makan siang. Apalagi sebuah perjalanan dengan melibatkan anak balita memang harus santai dan senyaman mungkin.
 
Sore hari, akhirnya kami sampai juga di lokasi wisata Pantai Pangandaran, sebuah pantai yang dinobatkan sebagai pantai terbaik di Pulau Jawa menurut versi AsiaRooms. Kedatangan kami yang melawan arus, yaitu di hari Minggu sore, membuat kami lebih merasa nyaman karena lokasi wisata tidak penuh sesak seperti pada saat malam minggu. 
Begitu memasuki gerbang wisata, kami langsung disambut oleh beberapa calo hotel/penginapan yang terus saja menguntit mobil kami. Hal ini sangat membuat kami risih.  Secara halus saya dan suami menolaknya dengan mengatakan bahwa kami ingin jalan-jalan ke pantai dulu baru kemudian mencari penginapan sendiri.  Akhirnya, kami pun bisa menghindari kejaran para calo tersebut. 
Tidak sulit mencari penginapan di lokasi wisata ini karena banyak hotel/penginapan dengan banyak pilihan harga dan fasilitas berjejer di sepanjang pantai.  Deretan hotel/penginapan yang menghadap ke arah pantai ini dipisahkan dari garis pantai oleh jalan aspal.  Dan di sepanjang jalan aspal ini berderet warung-warung suvenir maupun warung-warung makan yang menyajikan menu makanan khas sea food.  Saya berusaha mencari-cari penginapan tempat saya menginap di tahun 1993-an dulu, tapi tidak bisa menemukannya.  Akhirnya kami memutuskan untuk menginap saja di Hotel Sandaan.  

 Banyak yang berubah di tempat ini karena dampak dari peristiwa dahsyat bencana tsunami di Tahun 2006 yang meluluhlantakkan kawasan wisata ini dan memakan cukup banyak korban jiwa.  Saya sempat memotret reruntuhan bangunan penginapan akibat tsunami yang belum sempat direhab oleh pemiliknya. Di sepanjang pantai, saat ini juga telah dibangun semacam tanggul-tanggul penahan ombak untuk berjaga-jaga jika bencana tsunami kembali datang.  Ya, kawasan pantai selatan Jawa memang rawan dengan bencana tsunami.

Setelah melepas lelah sebentar di penginapan, kami segera menuju ke pantai untuk menikmati keindahan pantai selatan Jawa Barat yang landai dan berombak relatif tenang ini. Tak lupa pula kami sempatkan berperahu menuju ke lokasi Pantai Pasir Putih yang dihuni oleh populasi kijang dan kera ekor panjang.  Sebenarnya populasi kera dan kijang ini berhabitat di hutan yang menjadi Taman Nasional yang terletak di sekitar pantai, tetapi mereka sering turun dan singgah di pantai Pasir Putih ini. Kami juga dapat menikmati keindahan taman laut yang bisa dilihat dari atas perahu, karena air laut begitu bersih dan jernih.  Mungkin karena pasirnya yang berwarna putih itulah maka pantai ini terkenal dengan nama Pantai Pasir Putih.  
Tukang perahu dengan setia menunggui kami yang sedang asyik bermain air di pantai dan bercanda dengan sekumpulan kera. Setelah puas menikmati keindahan alam di Pantai Pasir Putih, kami pun kembali naik perahu untuk kembali ke lokasi Pantai Pangandaran. Selama perjalanan dengan perahu ini, Si Tukang Perahu menunjukkan pada kami, meski dari kejauhan, lokasi gua dan tempat pendaratan penyu, serta batu karang yang dikeramatkan oleh penduduk sekitar.
Menikmati malam di lokasi wisata Pantai Pangandaran kami lakukan dengan jalan-jalan sambil merasakan hembusan angin malam dan udara pantai.  Bayangan pohon-pohon kelapa di tepi pantai juga indah untuk dinikmati.  Penerangan jalan yang sangat baik di sepanjang pantai memudahkan kami untuk menikmati suasana malam itu. Tak lupa pula kami menikmati sea food  khas Pangandaran di sebuah warung makan di tepi pantai, serta mencari oleh-oleh berupa suvenir maupun ikan asin dan kerupuk khas Pantai Pangandaran. 
Pagi-pagi sekali sehabis sholat shubuh, kembali kami menikmati suasana pantai.  Kali ini, segarnya udara pagi menimbulkan kenikmatan tersediri, apalagi dinikmati sambil bermain air di pantai. Pemandangan matahari terbit juga mengundang sensasi tersendiri.  Tetapi, kami tidak bisa berlama-lama menikmati pagi di pantai Pandandaran, karena kami akan melanjutkan perjalanan ke Green Canyon.
*******
Tempat yang aslinya bernama Cukang Taneuh ini mulai dipopulerkan sebagai Green Canyon oleh seorang warga Eropa (Swiss atau Perancis ya?....hmm, lupa nich) pada Tahun 1993. Nama Green Canyon terinspirasi dari Grand Canyon di Amerika, hal ini mungkin karena keindahan Green Canyon dapat disejajarkan dengan keindahan Grand Canyon yang terkenal di seluruh dunia itu.
Green Canyon terletak di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang, Ciamis, Jawa Barat, atau  sekitar 30 km dari Pantai Pangandaran ke arah barat atau ke arah Cijulang, yang dapat ditempuh sekitar 30 menit dengan mobil.  Jalan menuju ke lokasi wisata Green Canyon cukup bagus. Di sepanjang perjalanan dengan mobil, kami disuguhi pemandangan Sungai Cijulang  dengan formasi pohon nipah di tepi-tepinya. Formasi nipah ini menunjukkan bahwa sungai ini sudah dekat dengan pantai.  Memang di dekat lokasi Green Canyon ada obyek wisata pantai, yaitu Pantai Batu karas.
Objek wisata Green Canyon yang sangat menakjubkan ini sebenarnya merupakan aliran dari Sungai Cijulang yang melintas menembus gua yang penuh dengan pesona keindahan stalaktit dan stalakmitnya. Daerah ini juga diapit oleh dua bukit, yang dipenuhi dengan bebatuan dan rerimbunan pepohonan, yang semuanya itu membentuk lukisan alam yang begitu menakjubkan dan menantang untuk dijelajahi.

 Untuk mencapai lokasi Green Canyon yang merupakan gua berair terjun ini, kami berangkat dari dermaga Ciseureuh untuk naik perahu tempel.  Kami menyewa sebuah perahu tempel dengan harga 75 ribu rupiah untuk kami sekeluarga, dengan dipandu oleh dua orang awak perahu. Jarak antara dermaga dengan lokasi Green Canyon sekitar 3 km, dengan waktu tempuh sekitar setengah jam. Sepanjang perjalanan kami melewati sungai dengan air berwarna hijau toska. Kata orang, mungkin dari sinilah nama Green Canyon berasal. Kami juga melihat beberapa ekor biawak yang sedang asyik berjemur di tepi sungai.  Pemandangan di sepanjang tepi kiri dan kanan sungai juga sangat indah, betul-betul mengagumkan sekali alam ciptaan Tuhan ini.  Saya bahkan terus-menerus berdecak kagum dan memuji nama Tuhan.

Begitu terlihat jeram dengan alur yang sempit dan sulit dilewati oleh perahu, berarti kami sudah sampai di mulut Green Canyon, sehingga perahu kami harus berhenti di lokasi ini.  Kami pun turun dari perahu dan berdiri di atas bebatuan sambil mengedarkan pandangan mata di sekitar kami yang sangat menakjubkan. Air yang sangat jernih berwarna kebiru-biruan, dan pemandangan stalagmit dan stalagtit yang sangat indah.  Subhanalloh, indahnya!

Di titik inilah sebenarnya awal petualangan menjelajah keindahan alam objek wisata ini dimulai. Dari sini wisatawan dapat melanjutkan perjalanan ke atas dengan berenang atau merayap di tepi batu. Disediakan ban dan pelampung bagi yang memilih untuk berenang. Saya pun tertantang untuk mencoba berenang di kejernihan air yang dingin dan segar di dalam gua ini. Karena saya tidak bisa berenang, maka saya mengandalkan pelampung dan seorang pemandu yang siap menuntun saya ke arah air terjun.  Tentunya saya memberikan imbalan uang kepada pemandu ini. Berhubung Satria, anak saya yang kecil masih berumur 2 tahun, maka suami saya bersedia merelakan diri untuk berjaga dengan Satria di tempat pendaratan perahu, sedangkan saya, Raka (anak saya yang besar), dan Fajar (adik saya) mencoba petualangan seru berenang menyusuri Green Canyon ini.
 
 Perjalanan kami menyusuri gua dengan berenang disuguhi keindahan dinding-dinding terjal di kanan kiri aliran sungai, yang paling unik  berbentuk menyerupai sebuah gua yang atapnya sudah runtuh. Selain itu, tetesan-tetesan air tanah dari stalaktit-stalaktit di atas kami menjadi sensasi tersendiri. Setelah beberapa puluh meter berenang, terlihat beberapa air terjun kecil di bagian kiri kanan yang begitu menawan. Sampai di sini kami sudah merasa capek dan takut, mengingat kami tidak bisa berenang, sehingga kami memutuskan untuk kembali ke tempat pendaratan perahu. Sebenarnya, jika diteruskan berenang maka kami akan sampai pada ujung jalan yang terdapat gua yang dihuni oleh banyak kelelawar.
Petualangan berenang di Green Canyon ini sungguh-sungguh menjadi pengalaman yang seru dan mendebarkan bagi saya.  Hanya satu kata yang saya ucapkan sebagai laporan pada suami saya begitu saya kembali lagi ke tempat pendaratan perahu, yaitu “sensasional”.

Kamis, 14 Juni 2012

A FAREWELL PARTY FOR JOSE ALFAREZ

Jose Alfarez is an American guy. He is an Indian from Arizona.  Although his wife is an Indonesian woman, he can not speak Indonesian language. 

He has been guiding us, the lecturers of Biology Department of Mathematics and Natural Science Faculty of Yogyakarta State University, in English speaking.  He has been successfully making us confident to practice speaking in English. 

We are having an english class every Friday morning. He always makes the class fun, and makes us enjoy and relax to participate. He gives us lesson in reading, listening,  speaking, writing, conversation and grammar. He also let us know how to give a good presentation. 
His teaching method is very fun. The learning by playing method makes us happy to practice english. Sometime he gave a topic to discuss by playing a role game. On another day we held a fun cooking in the class, just a simple cooking, i.e. making American beef burger. By cooking the class could learn new vocabularies about food and cooking process.
 
This programme has been running for more than a year. We got a lot of  progress because of this program, especially  in courage to speak English.  In addition, we became more familiar with native speaker, especially with the American english. That was why when we knew that the class would be over soon, we felt so sad.  Therefore, we planned a farewell party to thank to Jose, which would be conducted  at the last meeting. I proposed a potluck party to the class, because I was impressed when about a year ago my flatmates in Bristol, UK conducted a potluck farewell party for me when I was going to come home to Indonesia. Fortunately, all my classmates agreed with me.
*********
This was the last day of the class. It was really hard for us to loose the weekly togetherness moments. After finishing the lesson, we held a farewell party to say goodbye to Jose.  As we planned at the previous meeting, I brought some “tahu bakso”, a kind of fried tofu filled with meatball, Ms Popi brought some cups of fruit juice, Ms Mariyam brought a plastic tube of cashew nuts, Ms Tutiek Rahayu brought some “arem-arem” (a kind of food that made from rice filled with chopped vegetables and chicken and wrapped with banana leaf), and Ms Budiwati brought Salak and some slices of Bali orange. Beyond our expectations, Jose brought some traditional foods.  He had asked his servant to buy them at the traditional market. It made us surprised. Thanks to Jose and his wife for this.

Before eating together, Jose gave a talk about his impression of us and the class.  He said that we all were getting better in english than the first time he met us.  He really enjoyed teaching us.  He also advised us not to be shy to practice speaking english to anybody and anywhere. “Keep practicing english,” he said.  I, as a representative of the students, replied that we all were very grateful to him for his kindness and patience to teach us with a fun method.
We hope to always be in touch. Who knows one day we can visit USA and meet Jose there. Who knows...

Yogyakarta, June 1st 2012,

Dedicated to Jose Alvarez

(Siti Mariyam, Popi, Budiwati, Tutiek, and me)

Selasa, 12 Juni 2012

SORE DI PANTAI KUWARU


Pantai Kuwaru memang kalah ngetop dibandingkan dengan pantai-pantai lainnya di Kabupaten Bantul, seperti Pantai Parangtritis, Parangkusumo, Samas, ataupun Pantai Depok. Saya pun sebagai orang yang lahir, dibesarkan, dan menetap di Yogyakarta, juga belum lama mendengar ada tempat tujuan wisata di selatan Yogyakarta yang bernama Pantai Kuwaru ini. Maka, karena penasaran, iseng-iseng di suatu sore saya sekeluarga (minus Si Sulung, karena dia sedang pengin tinggal di rumah eyangnya) mengunjungi pantai ini. Kebetulan saya juga sudah kangen ingin menengok makam almarhumah ibu saya di sebuah desa di Kecamatan Kretek, yang letaknya tidak jauh dari pantai selatan atau sekitar 5 km dari Pantai Parangtritis. Pantai Kuwaru sendiri adalah salah satu pantai yang posisinya berderetan dengan pantai-pantai selatan lainnya yang menjadi tujuan wisata di Kabupaten Bantul, dengan urutan dari arah timur ke barat adalah Pantai Parangtritis, Parangkusumo, Depok, Samas, Pandansari, Kuwaru, dan paling barat adalah Pandansimo.
Bagaimana menuju ke Pantai Kuwaru?
Pantai ini mudah sekali dijangkau dari Yogyakarta, baik dengan mobil maupun motor, kurang lebih dalam satu jam perjalanan.  Hanya saja kita harus menggunakan kendaraan pribadi, karena angkutan umum hanya ada untuk tujuan Parangtritis atau Samas. Kita dapat lewat Jalan Parangtritis maupun Jalan Bantul yang menuju ke arah Samas. Kami memilih lewat Jalan Parangtritis karena akan mampir ke makam ibu saya dulu di Kretek, kemudian dari Kretek barulah kami melanjutkan perjalanan ke barat menuju ke arah Samas.  
 Kira-kira 300 meter sebelum pintu gerbang wisata Pantai Samas, ada jembatan merah di sebelah kanan jalan. Nach, dengan menyeberang jembatan itu dan mengikuti jalan aspal ke barat, kira-kira 7 km kemudian, kita akan menemukan papan petunjuk ke arah Pantai Kuwaru. Hanya saja, cukup repot juga untuk sampai menemukan papan petunjuk itu, karena banyaknya jalan bercabang dan tanpa papan petunjuk jalan ke arah Pantai Kuwaru di percabangan jalan itu. Karena takut nyasar, kami sampai harus 3 kali bertanya pada warga setempat  ke mana jalan ke arah Pantai Kuwaru. 
 Jalan ke Pantai Kuwaru merupakan jalan aspal yang lumayan mulus, hanya sayangnya mendekati ke arah pantai, kurang lebih 1 km ke arah pantai, jalannya menyempit, sehingga hanya cukup dilewati satu mobil dan sulit untuk simpangan kendaraan, apalagi untuk dilewati sebuah bis wisata.  Memang, ada jalan tembus yang cukup lebar dari Pantai Samas sampai ke Pantai Kuwaru, tetapi jalannya banyak yang rusak, entah kapan akan diperbaiki.

Apa yang Menarik di Pantai Kuwaru?
Dengan tiket masuk yang sangat murah, yaitu 2000 rupiah per orang dan biaya parkir mobil 5000 rupiah, kita sudah bisa menikmati pantai Kuwaru. Keindahan pantai ini terletak pada jejeran pohon cemara yang membentuk lorong di gerbang masuk ke area pantai maupun lorong di sepanjang pantai.  Deretan warung makan maupun warung suvenir (yang umumnya menjual kaos dan baju-baju batik) di sepanjang lorong, mengingatkan saya pada suasana di Pantai Pangandaran, Jawa Barat, ataupun di Pantai Kartini, Jepara. Keunggulan yang menjadi ciri khas Pantai Kuwaru dibandingkan dengan Pantai Pangandaran dan Pantai Kartini adalah barisan pohon cemara yang meneduhi deretan warung-warung itu, sehingga menampilkan suasana lorong yang indah dan artistik.  
 Sayangnya,  pengelolaan Pantai Kuwaru masih banyak kekurangan. Contohnya saja, tidak tersedianya tempat sampah yang memadai sehingga pengunjung membuang sampah sembarangan, yang mengakibatkan sampah berserakan di sepanjang pantai. Tentu saja hal seperti ini sangat tidak sedap dipandang mata. Padahal pemandangan alam di pantai ini sebenarnya sangat indah. Contoh yang lainnya adalah, belum tersedianya penginapan yang memadai bagi pengunjung yang ingin bermalam atau menikmati suasana pantai di malam hari.  Saya kemudian ingat suasana di Pantai Indrayanti, Gunung Kidul, yang pengelolaannya diserahkan pada pihak swasta.  Dengan pengelolaan yang profesional dan promosi yang sangat aktif, baik melalui media massa maupun dari mulut ke mulut,  maka Pantai Indrayanti telah menjadi daerah tujuan wisata di Kabupaten Gunung Kidul yang terkenal dan sangat diminati oleh wisatawan. Ah, keindahan dan kebersihan Pantai Indrayanti kemudian membayang di pelupuk mata saya.
Tetapi, di balik kekurangan dalam hal pengelolaan oleh PEMDA Bantul, Pantai Kuwaru menyimpan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata andalan Kabupaten Bantul. Pasirnya yang lembut dan berwarna hitam legam (sangat berbeda dengan pasir Pantai Parangtritis yang berwarna putih), menggugah selera anak saya yang sangat senang bermain pasir untuk membuat “istana” pasir di pantai ini. Saya lihat juga ada beberapa pengunjung remaja yang bermain pasir seperti anak saya yang masih TK itu, juga ada beberapa orang bermain bola sambil bercanda di hamparan pasir Pantai Kuwaru.  Bagi yang ingin bermain air di pantai, harus hati-hati, karena pantai ini cenderung curam, tidak landai seperti Pantai Parangtrtis . 
Saat hari semakin sore, sungguh asyik menggelar tikar di bawah deretan pohon cemara menikmati suasana pantai sambil menunggu matahari terbenam.  Kita dapat memesan minuman ataupun makanan hangat di warung yang banyak terdapat di sepanjang pantai, dan menikmatinya sambil duduk lesehan di atas tikar dan bercengkerama bersama keluarga.  Atau kita juga bisa menyewa kendaraan, semacam motor pendek (saya tidak tahu apa namanya, yang jelas kendaraan ini juga terdapat di lokasi wisata pantai yang lain, seperti Pantai Pangandaran dan Pantai Kartini) untuk menelusuri lorong di sepanjang pantai. Yang jelas, menikmati sore bersama keluarga tercinta di Pantai Kuwaru sungguh mengasyikkan.  Ah, Pantai Kuwaru yang indah, sudah saatnya kamu dikelola dengan lebih baik.