Rabu, 26 Desember 2012

KISAH SEPUTAR NATAL DI NEGERI EROPA


Kisah ini merupakan pengalaman saya 2 tahun yang lalu saat tinggal di Bristol, Inggris untuk studi di University of Bristol. Banyak kisah yang saya alami seputar perayaan natal di negeri Eropa ini, ada yang lucu, menyenangkan maupun menyentuh hati. Sayang kalau cerita ini hanya  saya simpan sendiri, karena banyak hal yang akan bermanfaat bagi orang lain jika saya share pengalaman lewat tulisan ini. Nach, berikut ini saya tampilkan satu demi satu kisah itu.
1. CHRISTMAS PARTY ALA BARAT
Sejak awal Desember, orang-orang sudah sibuk menyusun rencana pesta natal (christmas party), termasuk juga teman-teman saya di kampus maupun di flat. Bahkan, undangan pesta pun sudah disebar. Jangan dibayangkan kertas cantik sebagai undangan. Budaya di negeri maju adalah paperless, artinya undangan cukup disebar via e-mail atau dari mulut ke mulut. Selain itu, budaya di sini adalah biaya pesta ditanggung oleh masing-masing peserta. Hal ini tidak hanya berlaku untuk pesta natal, tetapi juga di pesta ulang tahun, syukuran kelulusan, bahkan pesta pernikahan pun konsumsi ditanggung sendiri oleh masing-masing tamu undangan. Saya punya pengalaman lucu tentang ini. Pesta pertama kali yang saya hadiri adalah syukuran kelulusan teman kampus di sebuah restoran terkenal. Saya terheran-heran saat semua tamu undangan setelah selesai makan menuju kasir dan membayar makanan dan minuman mereka masing-masing. Oh, saya baru tahu bahwa saya juga harus membayar makanan dan minuman saya sendiri, tidak ada acara traktir-traktiran dari yang punya hajat. Dan, wow.....10 poundsterling harga yang harus saya bayar....sangat lumayan untuk ukuran kantong pelajar seperti saya, sekitar 150 ribu rupiah. Untungnya, uang di dompet saya cukup untuk membayar semua hidangan yang telah saya makan itu.
Kembali tentang undangan christmas party, total ada 3 undangan yang menghampiri saya, yaitu christmas drink yang diadakan oleh grup riset saya (Community Ecology Group bimbingan Prof. Jane), christmas party yang diadakan oleh PhD student di Biology Department, dan christmas feast yang diadakan oleh teman-teman satu flat saya (flatmates). Meskipun memakai istilah yang berbeda-beda, yaitu party, drink dan feast, tetapi isinya adalah sama yaitu menyambut natal dengan berkumpul dan makan-makan atau minum-minum. Dan, tentu saja setiap peserta pesta harus membayar iuran sebelum hari-H, saat mendaftarkan diri, atau langsung membayar di kasir saat hari-H. Sebagai seorang muslim, awalnya saya ragu akan datang pesta atau tidak. Dengan berbagai pertimbangan antara lain bahwa semua pesta natal itu tidak ada yang diadakan di gereja, serta demi menghormati adat dan etika bergaul dengan kolega-kolega kampus maupun di flat, akhirnya saya pun memutuskan untuk ikut. Apalagi saya juga ingin tahu bagaimana budaya negeri Eropa merayakan natal. Dan, inilah kisah tentang pesta-pesta natal itu:
 a. Christmas Party ala PhD students
Setelah membayar iuran 10 poundsterling, akhirnya hari itu, Senin, 6 Desember 2010, saya pun datang di acara Christmas Party yang diadakan pada sebuah kapal (boat) yang ditambat di pelabuhan kota (city harbour). Ya, kota Bristol memang dilewati sebuah sungai besar, yaitu Sungai Avon, yang dipakai sebagai jalur transportasi air, sehingga memiliki pelabuhan di tengah kota.
Saya berangkat dari kampus jalan kaki beramai-ramai dengan teman-teman satu grup riset saya. Katy dan Sergio sudah mengabari saya via email bahwa kami akan berangkat bareng-bareng sore hari selesai jam kampus. Pesta natal sendiri dimulai pukul 7 p.m. Saya, Katy, Beth, Sergio dan Daniel sekitar pukul 4 p.m. bareng-bareng jalan kaki menuju ke pelabuhan. Sebelum berangkat, teman-teman saya bersalin dulu dengan busana pesta yang telah mereka siapkan dari rumah. Hanya saya saja yang cuek bebek berpakaian seadanya dengan baju yang biasa saya kenakan sehari-hari ke kampus.
Kami mampir dulu ke rumah seorang teman di daerah Clifton. Ternyata di sini telah berkumpul beberapa teman bule dari grup riset lain yang tidak saya kenal. Saya tidak mengira bahwa di sini ada acara pembuka berupa pesta minum wine sambil ngobrol-ngobrol. Tentu saja saya tidak ikut-ikutan minum wine. Untungnya saya sudah siap dengan bekal sebotol air mineral dari flat. Saya pun lebih banyak diam sambil sesekali minum air mineral saat mereka bersulang dan meminum wine-nya.
Waktu saya rasakan berjalan sangat lambat, terlebih karena saya merasa sangat terasing di tengah budaya barat ini. Apalagi saya satu-satunya muslim dan berkerudung. Saat dua botol besar wine telah habis, saya lega karena pastinya pesta minum ini akan segera usai.  Tetapi, wow...ada seseorang yang menyumbangkan satu botol besar wine lagi untuk bersulang....waduh...pesta minum wine pun diperpanjang. Selama pesta minum berlangsung, saya hanya diam dan menyimak apa yang mereka obrolkan. Tidak ada sedikit pun cerita tentang hikmah natal di perbincangan mereka. Mereka hanya ngobrol ngalor-ngidul, terkadang diselingi cerita-cerita lucu yang membuat kami tertawa bersama.
Setelah wine di semua botol habis, kami semua akhirnya berangkat ke city harbour dengan naik 2 taksi, masing-masing orang ditarik iuran 1 poundsterling untuk membayar taksi tersebut.  Belum terpikir oleh saya bagaimana cara pulang nanti, karena yang jelas saya akan pulang lebih dulu dari teman-teman grup saya, tidak akan tinggal sampai selesai pesta, dan itu artinya saya yang bingungan dan tak tahu jalan ini akan pulang sendirian tanpa teman.
Benar juga dugaan saya, pesta ini didominasi oleh pesta minum-minum wine, jauh sekali dari makna natal bagi umat Kristen, tidak ada ritual agama sama sekali.  Mereka semua hanya hura-hura dengan pesta minum, makan-makan dan nge-dance di lantai satu boat yang dipakai untuk tempat pesta ini.  Untungnya saya sudah siap dengan air putih satu botol, maka di saat mereka pada minum wine, saya asyik minum air putih dari botol.  Sebenarnya saya sama sekali tidak menikmati pesta ini, tapi demi menghormati teman-teman saya katakan bahwa saya menyukai suasana pesta ini.  Mereka tampak senang saya ngomong begitu.  Saat mereka asyik saling berbasa-basi, saya asyik makan dengan memilih menu vegetarian.
Setelah makan kenyang, berbasa-basi sebentar dan foto-fotoan, saya mulai berpikir untuk pulang.  Saat itulah saya tersadar bahwa pesta belum usai dan masih akan sangat lama, bahkan mungkin sampai pagi. Padahal jarum jam baru menunjuk pukul 10 p.m., the real party baru saja akan dimulai yaitu melantai di lantai dansa setelah pada mabok. Saya lihat teman-teman satu grup saya sudah banyak minum wine, bergelas-gelas mereka minum, dan mereka akan segera turun melantai untuk nge-dance.  Akhirnya, seorang diri saya keluar dari boat tempat pesta itu, dan berjalan kaki di tengah malam yang sangat dingin menuju arah yang ditunjukkan oleh Sergio.  Karena baru pertama kalinya saya pergi ke harbour maka saya sempat bingung dan tak tahu arah. Sempat juga saya bertanya arah bus stop jalur 9 pada beberapa orang yang saya temui di jalan. Sambil terus berjalan dan berdoa, Alhamdulillah saya temukan juga bus stop jalur 9, jalur yang melewati flat saya, meskipun perlu waktu yang sangat lama, karena saya baru bisa naik bis pada  pukul 11.27 pm.  Alhamdulillah, akhirnya saya dapat sampai flat dengan selamat.
b. Christmas Drink ala Community Ecology Group
Acara ini diadakan pada Kamis, 9 Desember 2010. Di sore hari yang sudah gelap (di saat winter pukul 4 sore hari sudah gelap dan sudah memasuki waktu maghrib), saya dan teman-teman satu grup riset berjalan kaki rame-rame dari kampus menuju pub di dekat kampus yang setiap hari saya lewati, yaitu White Bear. Ya, christmas drink diadakan di pub ini. Disebut christmas drink karena hanya diisi dengan minum-minum di bar, tanpa ada acara makan-makan. Kali ini pun tidak ada dress code khusus, kami semua berpenampilan biasa seperti sehari-hari di kampus.
Selama berjalan kaki saya lebih banyak ngobrol dengan Karen yang seumuran dengan saya. Sesampai di pub, seperti biasa semua orang memesan minumannya masing-masing dan langsung membayar sendiri-sendiri. Kali ini saya ditraktir segelas minuman coklat panas oleh Karen. Sambil mengucapkan “merry christmas”, Cewek asli Wales ini memberikan segelas coklat panas pada saya sebagai hadiah natal. Dia tahu bahwa saya tidak boleh minum wine. Saya terharu bahwa “kepercayaan” saya tetap dihormati di negeri ini. Saya pun mengucapkan terima kasih dan mengucapkan selamat natal juga padanya. Sedangkan yang lain saya lihat memesan wine, kecuali Rachel yang sedang hamil memesan segelas lemon tea.
Seperti yang telah saya duga, acara ini pun yang terpenting adalah kumpul-kumpul, dan menikmati keakraban dengan teman-teman satu grup. Kami ngobrol ngalor ngidul dengan akrab, dan tak ada sedikit pun menyinggung tentang kisah dan makna natal. Selama di pub, saya lebih banyak ngobrol dengan Sergio. Cowok Portugal yang atheis ini mengatakan bahwa meskipun dia tidak percaya adanya Tuhan tetapi dia merayakan natal sebagai sebuah tradisi. Dia juga cerita banyak hal tentang Portugal sehingga saya jadi tahu lebih banyak tentang negerinya itu.  Yang membuat suasana hangat adalah ternyata Jane mau bergabung juga, meskipun beliau datang menyusul.  Profesor yang satu ini memang sangat akrab dengan bimbingan-bimbingannya, sehingga meminta kami untuk memanggilnya cukup dengan namanya saja, Jane.  Kami sempat foto-fotoan dan Jane pun dengan senang hati mengambil gambar kami, katanya untuk kenang-kenangan.  Jane pun sempat melucu, katanya, setiap tahun anggota grup ini berubah kecuali Rachel yang selalu ada. Rachel pun dijadikan objek guyonan, katanya dia lahir dan tumbuh di grup ini....betul-betul hangat Jane meramaikan suasana.
Suasana christmas drink malam ini betul-betul hangat. Inti dari acara ini adalah membangun keakraban dalam grup riset kami. Setelah minuman di gelas kami habis, dan acara ngobrol ngalor ngidul dirasa sudah cukup, maka kami pun satu per satu pamit pulang. Saya sendiri memutuskan untuk pulang sekitar pukul 7 p.m.
c. Christmat Feast ala teman-teman flat
Pesta natal kali ini diadakan oleh teman-teman satu flat (flatmates) di flat kami di hari Senin, 20 Desember 2010. Acara pesta kali ini terasa lebih berwarna karena diikuti oleh teman-teman dari berbagai negara dan penuh dengan suasana pesta. Semua peserta wajib mengenakan busana pesta, termasuk saya. Untuk pesta kali ini pun ada iuran, masing-masing 10 poundsterling. Tetapi karena saya tidak minum wine, maka saya hanya diwajibkan membayar iuran 8 poundsterling. Kali ini flatmates saya yang memasak sendiri hidangan untuk pesta ini.
Sejak sore hari sudah terdengar dari kamar saya, teman-teman satu flat yang dikomandani oleh Joe yang asli Samoa, heboh mempersiapkan christmas party untuk nanti malam. Sejak minggu kemarin pun Jacqie, flatmate yang verasal dari Malaysia, telah menghias ruang dapur dengan pohon natal dan hiasan natal warna-warni. Jake, flatmate yang berasal dari Birmingham, Inggris, juga telah sibuk membantu mempersiapkan semuanya.  Hanya saya yang pasif saja, karena saya hanya berniat bahwa yang penting nanti malam hadir dengan dress code yang dipesan Jacqie, nuansa pesta, dengan baju yang telah saya beli kemarin di mall. Pesta natal yang ini memang meriah.
Sambil menunggu panggilan dari Jacqie, saya mengerjakan tugas kampus di kamar, tetapi saya sudah dress up sehingga sudah siap sewaktu-waktu dipanggil untuk bergabung.  Pukul 7 p.m., karena suasana di luar kamar saya sudah terdengar ramai dengan gelak tawa, maka saya pun keluar kamar dan bergabung dengan mereka. Dan, surprised, suasana betul-betul suasana party, gala dinner.  Meja ditata ala table manner, dan mereka semua dressed up.  Ada teman-teman lain yang ikut bergabung malam ini, yaitu Nattida dan Cha yang berasal dari Thailand, serta Jouan dari Taiwan. Mereka bertiga adalah teman-teman Jacqie di kampus.  Mereka semua tampak gembira dan menikmati suasana malam ini.  Saya pun akhirnya ikut hanyut juga bersama kegembiraan mereka. 
Pesta kecil ini betul-betul meriah oleh musik-musik natal yang telah disiapkan oleh Joe.  Saya lihat hanya Joe seorang yang betul-betul memaknai natal sesuai agamanya, tapi yang lain saya rasakan just fun saja, tanpa memaknainya secara religius sama sekali.  Menu pesta kali ini pun komplet juga.  Joe, Nattida dan Jouan yang telah mempersiapkan semuanya.  Ada seafood bumbu kare campur udang, kerang dan cumi ditambah dengan wortel dan sayuran lain. Kemudian ada ikan salmon panggang yang sangat besar ukurannya, daging lamb panggang, ayam dan bebek panggang.  Sayangnya, mereka belanja daging-daging itu di Sainsbury, bukan di toko khusus yang menjual daging halal di daerah Easton, sehingga saya tidak bisa ikut menikmatinya.  Selain hidangan utama, ternyata masih banyak hidangan penutupnya, yang pasti ada christmas puding yang saya tidak bisa memakannya karena mengandung wine.  Tetapi, Joe dan Nattida telah begitu baik dengan mempersiapkan menu halal untuk saya.  Nattida secara khusus telah memasak seafood halal spesial buat saya, agar saya tetap bisa menikmati pesta malam ini. Nattida pun baik banget, setiap dia menawari saya makanan, selalu dia konfirmasi dulu apakah itu mengandung alkohol atau apapun yang haram atau tidak buat saya.  Bahkan Nattida juga tak lupa memberi saya kartu ucapan natal.
Akhirnya, sekitar pukul 10 p.m. setelah merasa kekenyangan dan sudah merasa bosan ngobrol saya pamitan untuk masuk kamar, sedangkan teman-teman yang lain masih asyik kumpul-kumpul.  Beberapa saat kemudian, saya dengar mereka mulai bubar, dan  saya dengar Nattida, Jouan dan Cha berpamitan.  Saya bersyukur sekali di sini mendapatkan teman-teman yang  baik seperti mereka, meskipun sebagai minoritas saya harus beradaptasi dengan budaya mereka. Tetapi, paling tidak saya masih bisa bertahan dengan ajaran agama saya dan mereka pun menghormatinya.  
2. TRADISI BERTUKAR KARTU NATAL
Tradisi bertukar kartu natal ini tetap lestari meskipun sebenarnya orang lebih mudah mengucapkan selamat natal dengan berkirim e-mail atau sms (short message service) seperti yang biasa dilakukan di Indonesia. Hal inilah yang saya rasakan unik dan menyentuh.
Sejak awal Desember di pusat pertokoan maupun mall orang ramai memilih-milih kartu natal. Saya pun disarankan oleh seorang teman untuk menghadiahkan kartu natal yang paling bagus sesuai ukuran kantong saya, untuk diberikan kepada Jane, profesor saya. Saya pun membeli sebuah kartu natal yang bagus seperti saran teman saya itu. Kartu natal ini saya berikan pada hari Jumat 17 Desember, di hari terakhir sebelum kampus libur panjang menyambut natal dan tahun baru.
Sebagai seorang muslim, saya tak pernah mengira sama sekali bahwa saya akan mendapatkan kartu natal juga. Ya, total saya mendapatkan 4 buah kartu natal, yaitu dari Jane, profesor saya; dari Joe, flatmate saya; dari Nattida, teman Jacqie; dan dari Katy, teman satu grup riset. Mereka tahu bahwa saya adalah muslim. Mereka mengucapkan selamat natal bukan dengan spirit keagamaan tapi perhatian yang ingin mereka tunjukkan pada saya. Memang, tradisi di negeri ini kartu ucapan natal hanya diberikan pada orang-orang yang spesial saja atau sahabat-sahabat saja. Yang lebih mengharukan lagi, kartu natal dari Jane ternyata istimewa karena didisain dan dibuat sendiri oleh Fay, anak perempuanya yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Inilah yang saya rasakan istimewa, ternyata tradisi mengucapkan selamat atas apapun (entah itu hari raya, bela sungkawa, atau perayaan apapun) dengan sms tidak berlaku di negara maju ini. Selembar kartu ternyata lebih berkesan, berharga dan menyentuh hati daripada sebuah sms, dan itu saya rasakan sendiri.
3. BOXING DAY

Boxing day dirayakan satu hari setelah hari natal alias tanggal 26 Desember. Pertama kali mendengar boxing day, saya pikir itu adalah hari bertinju, tetapi ternyata sama sekali tidak ada hubungannya dengan dunia tinju. Kata boxing di sini berasal dari kata box yang artinya kotak atau bingkisan. Menurut riwayat yang saya dengar, sejarahnya dulu adalah boxing day merupakan hadiah untuk para budak, di hari setiap tanggal 26 Desember para budak dibebaskan dari kerja dan bisa bebas berjalan-jalan ke luar rumah sebagai kado dari para majikan. Sampai sekarang hari itu tetap lestari diadakan dengan wujud perayaan yang berbeda. Saat ini boxing day berarti adalah pesta diskon (sale) gila-gilaan, bahkan bisa mencapai 70% off. Pusat pertokoan dan mall yang tampak meriah dengan hiasan natal dan tahun baru, seakan berlomba memberikan diskon kepada para pelanggannya.
Berbeda dengan di Indonesia yang biasanya sebelum didiskon harga barang-barang telah dinaikkan dulu, maka di negeri ini pesta diskon benar-benar asli. Merk-merk terkenal yang harganya luar biasa mahal untuk ukuran kantong saya, diobral 50-70% off. Inilah hari yang sangat menghebohkan bagi masyarakat. Orang-orang berduyun-duyun dan rela antri di depan butik-butik terkenal sejak pagi, sejak toko belum dibuka. Begitu toko dibuka, maka mereka pun menyerbu masuk untuk berebutan barang-barang yang biasanya sudah mereka incar jauh hari sebelum boxing day. Oxford Street di London yang terkenal dengan deretan butik-butik terkenal selalu berjubel penuh antrean setiap tahun di saat boxing day. Dan, pesta diskon ini biasanya akan berlangsung beberapa hari sampai tahun baru.
Saya pun tak ingin ketinggalan untuk menikmati pesta diskon ini, tentu saja saya hanya membeli barang-barang yang harganya sesuai dengan isi kantong saya, kantong mahasiswa. Nafsu belanja saya tidak bisa direm begitu memasuki The Mall Cribbs Causeway. Saya sempat membeli t-shirt merk Marck&Spencer, coat merk John Lewis, parfum merk Next, serta sebuah frame elektronik untuk menyimpan file koleksi foto-foto saya selama di Inggris. Tak hanya tanggal 26 Desember, tapi selama beberapa hari sampai tahun baru acara saya adalah jalan-jalan dari toko ke toko, dari mall ke mall di Bristol, Oxford dan London. Banyak barang-barang yang saya beli untuk oleh-oleh anak-anak saya. Tak lupa pula saya ke Clarks Village, semacam outlet belanja yang lebih mengkhususkan diri pada produk-produk merk Clarks. Clarks adalah merk sepatu terkenal produksi Inggris asli. Saya sempat membeli sepasang sepatu merk ini untuk oleh-oleh suami saya.
Hal yang membuat saya terkesan adalah jika tidak cocok dengan barang yang dibeli, maka konsumen bisa me-refund barang yang sudah dibeli tersebut. Artinya, konsumen bisa mengembalikannya ke toko tempat dia membeli barang itu dan mendapatkan uangnya kembali utuh tanpa potongan sepeserpun. Syaratnya adalah barang dan label harga pada barang masih utuh, serta nota pembelian masih ada. Biasanya batas waktu pengembalian adalah sekitar 20 hari. Dan ini berlaku umum, tidak hanya untuk boxing day saja.  Hal inilah yang banyak dimanfaatkan oleh para mahasiswa yang koceknya cekak untuk bergaya di acara pesta tanpa harus membeli baju baru. Resep ini saya coba juga. Waktu acara pesta natal di flat yang mengharuskan saya memakai baju pesta, maka saya terpaksa membeli sebuah baju baru seharga 35 poundsterling. Atas saran seorang teman, maka label harga saya biarkan tetap utuh tertempel di kerah baju. Dan, beberapa hari setelah pesta usai, maka saya pun me-refund baju itu dengan alasan bahwa saya membeli baju itu untuk kado teman saya yang ternyata kekecilan....dan uang saya 35 poundsterling pun kembali utuh....hehe.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada hari natal dan boxing day, transportasi publik tidak beroperasi, terutama transportasi dalam kota, sedangkan untuk antarkota sangat terbatas. Jadi, kalau ingin bepergian pada tgl 25-26 Desember, bagi yang tidak punya kendaraan sendiri biasanya menyewa mobil. Untungnya saya punya kenalan komunitas Indonesia yang menetap dan hidup mapan di Bristol, sehingga saya tidak ada masalah dengan transportasi selama natal dan boxing day. Bahkan saya diantar jemput dari flat saya untuk diajak jalan-jalan menikmati boxing day. Alhadulillah, pertolongan Tuhan saya rasakan selalu ada di mana pun saya berada.

Itulah tiga hal seputar perayaan natal di negeri barat yang sangat berkesan buat saya. Silakan membuat kesimpulan sendiri atas hikmah yang bisa dipetik dari pengalaman saya tersebut.



Selasa, 25 Desember 2012

ALTERNATIF HIBURAN MALAM YANG MURAH MERIAH DI TAMAN PELANGI

 Kota Yogyakarta (baca: Sleman) semakin penuh sesak dengan mall yang terus saja bermunculan. Acara refreshing di waktu malam seringkali hanya tersedia pilihan berupa cuci mata di mall atau nonton bioskop. Atau, bagi yang suka “makan”, wisata kuliner di waktu malam bisa menjadi andalan. Sayangnya, saya tidak terlalu suka “makan”. Saya juga tidak suka nge-mall jika tidak ada keperluan untuk membeli sesuatu yang sudah saya niatkan dari rumah, sedangkan untuk nonton bioskop, cukup susah juga memilih film yang “ramah” untuk bisa ditonton sekeluarga. Akibatnya, acara favorit saya sekeluarga untuk mengisi waktu luang atau liburan adalah traveling, menikmati wisata alam. Tetapi, tentu saja traveling tidak bisa dilakukan sering-sering karena membutuhkan waktu dan biaya yang memerlukan perencanaan tersendiri. Oleh karena itulah, saat mendengar cerita tentang Taman Pelangi, maka kami pun seakan mendapatkan setetes air yang menyejukkan dahaga kami akan hiburan malam di Yogyakarta yang cocok untuk dinikmati sekeluarga.

Taman Pelangi adalah sebuah taman lampion di pelataran Monumen Yogya Kembali (MONJALI) di Jalan Palagan Tentara Pelajar, yang sebenarnya masuk ke dalam wilayah Kabupaten Sleman, tetapi orang lebih mengenal Yogyakarta (baca: Propinsi Daerah Instimewa Yogyakarta) daripada Sleman. Berhubung nyala-nyala lampion dengan aneka bentuk dan rupa ini lebih indah dinikmati di waktu malam, maka Taman Pelangi buka dari sore sampai pukul 11 malam, dengan tiket masuk 15 ribu rupiah per orang untuk week end dan 10 ribu rupiah untuk hari-hari biasa. Nuansa di Taman Pelagi ini mirip dengan Batu Night Spectaculer (BNS) yang ada di Batu, Malang, Jawa Timur, tetapi BNS lebih luas dan lebih lengkap wahananya. Selain itu, BNS juga berada di daerah pegunungan sehingga hawa angin malam sangat terasa.

Taman Pelangi memiliki aneka bentuk lampion, dari bentuk Angry Bird, Spiderman, Shaun the Ship, aneka bunga dan binatang, gapura, dll. Hal ini tentu saja sangat menarik perhatian anak-anak. Si Kecil saya sampai betah dan tidak mau pulang menikmati malam di sini. Tak lupa pula dia minta berfoto di dekat lampion berbentuk tokoh-tokoh kartun kesukaannya. Latar belakang MONJALI berbentuk tumpeng khas Yogyakarta yang berdiri megah dalam keremangan malam menambah indahnya suasana. Kolam yang mengelilingi bangunan MONJALI pun dapat dinikmati dengan menaiki wahana becak air mengelilingi bangunan monumen. Para orang tua pun bisa menikmati suasana dengan hanya sekedar berjalan-jalan mengelilingi pelataran monumen atau sekedar “nongkrong” di food court yang cukup banyak tersedia sambil mengawasi anak-anaknya bermain wahana. Ya, cukup banyak tersedia wahana di sini, ada becak mini, sepeda tandem, kereta mini, dan helicak. Ongkos sewanya berkisar antara 10 ribu – 20 ribu rupiah untuk 2 putaran mengelilingi monumen. Bagi yang ingin membeli suvenir khas Yogya pun juga tersedia. Saya pun cukup puas menikmati nuansa berbeda dan cukup terhibur, apalagi melihat anak-anak saya yang tampak sangat gembira bercanda bersama om-om dan tante-tantenya, balapan naik becak, helicak, dan sepeda tandem. Ya, memang kebetulan kami sedang ada acara kumpul keluarga besar sehingga bisa pergi refreshing rame-rame.

Saat udara malam mulai menusuk kulit dan anak-anak telah merasa capek bergembira ria dengan wahana-wahana yang telah mereka coba semuanya, maka kami pun memutuskan untuk pulang. Saking puasnya menikmati malam di Taman Pelangi ini, Si Kecil saya pun minta agar lain waktu bisa diajak jalan-jalan lagi ke Taman Pelangi. Terima kasih Taman Pelangi, kau telah memberikan alternatif hiburan malam yang murah meriah bagi kami...

Yogyakarta; Minggu, 16 Desember 2012