Selasa, 17 September 2013

BANGKA EKSOTISME SEBUAH PULAU TIMAH

Ini kali pertama saya menginjakkan kaki di Pulau Bangka, sebuah pulau yang merupakan bagian dari Propinsi Bangka-Belitung dengan ibukota Pangkalpinang. Pulau yang di perutnya menyimpan kekayaan bahan tambang berupa timah ini memiliki pantai-pantai yang indah. Banyak pula hal yang menarik untuk diceritakan tentang pulau ini. Dan, inilah hal-hal menarik yang saya dapatkan dari hasil berkunjung saya ke Pulau Bangka selama 4 hari. 

1. Tambang Timah di Mana-mana

Saat pertama kali melihat Pulau Bangka dari pesawat yang akan landing di Bandara Depati Amir Pangkalpinang, saya terheran atas pemandangan spot-spot tanah berwarna keputihan yang tampak dari ketinggian. Keheranan itu hanya saya simpan dalam hati. Esoknya, ketika saya berkesempatan menembus hutan menuju Kabupaten Bangka Selatan, tepatnya ke lokasi yang akan dibangun Kota Terpadu Mandiri (KTM) Batu Betumbang, barulah saya tahu bahwa spot-spot putih itu adalah lokasi penambangan timah rakyat yang tersebar di banyak sudut Pulau Bangka. Ya, tidak jauh beda dengan saudaranya, Belitung, Pulau Bangka memang menyimpan kekayaan bahan tambang timah di dalam perutnya, sehingga pertambangan rakyat tersebar di mana-mana. Tentu saja hal ini bukan tanpa dampak negatif, karena saya lihat banyak lahan hutan dibuka dan lapisan tanah hilang akibat aktivitas pertambangan ini. Hilangnya vegetasi tentu akan berdampak negatif pada keanekaragaman hayati, iklim mikro, kondisi tanah dan hidrologi kawasan pertambangan tersebut. Pengelolaan dampak negatif tentunya menjadi sangat penting, tindakan reklamasi areal bekas pertambangan menjadi urgen untuk dilakukan dalam rangka mengatasi kerusakan lingkungan yang terjadi.

Ada satu contoh nyata reklamasi areal bekas pertambangan timah yang berhasil dilakukan di Pangkalpinang, dengan menyulap areal bekas pertambangan timah menjadi Bangka Botanical Garden (BBG) yang hijau dan telah menjadi tempat wisata yang menarik dan ramai dikunjungi oleh masyarakat. Bahkan, saat saya berkunjung, di tempat ini sedang diadakan lomba burung berkicau yang diikuti oleh pecinta burung nuri dari berbagai daerah, termasuk dari luar Pulau Bangka.

Di dalam BBG ada sebagian bekas pertambangan yang dibiarkan menjadi kolam, dikelola menjadi kolam pemancingan dan tempat wisata perahu motor. Di sudut yang lain terdapat area perkebunan sayuran, bermacam buah-buahan, pohon penghijauan, peternakan sapi perah, padang rumput, dan ada sebagian lahan mangrove alami. Memang memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk menyulap areal bekas pertambangan seluas lebih dari 300 hektar ini menjadi BBG, karena harus mengambil tanah dari lokasi lain dan  memindahkannya ke lokasi ini. Kegiatan pertambangan memang telah berdampak pada hilangnya lapisan tanah. Tetapi, biaya yang telah banyak dikeluarkan untuk reklamasi lahan tersebut telah menghasilkan jasa lingkungan yang dapat dinikmati dalam jangka panjang dan berkelanjutan. BBG telah menjadi contoh sukses dalam melaksanakan reklamasi areal bekas pertambangan. Ah, seandainya semua pengusaha tambang berbuat baik seperti itu.....

2. Di Balik Tanaman Unggulan
Seperti halnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan, maka di Pulau Bangka juga banyak hutan dibuka untuk perkebunan kelapa sawit. Tentu saja hal ini ada plus minusnya. Plusnya, berupa pertumbuhan ekonomi, sedangkan minusnya adalah kemerosotan keragaman hayati dan dampak negatif lain seperti penurunan kualitas tanah dan kondisi hidrologi setempat. Akibat banyak dibukanya hutan yang di dalamnya terdapat sungai atau rawa, maka banyak buaya keluar hutan akibat habitatnya terusik atau hilang. Ya, seperti halnya Belitung, Pulau Bangka juga masih banyak terdapat buaya muara atau sungai. Seringkali terjadi kasus penduduk sekitar sungai atau muara yang tewas diserang buaya, atau bahkan jasadnya tidak pernah ditemukan kembali.
Selain kelapa sawit, tanaman unggulan Bangka yang lain adalah lada. Di sepanjang jalan Pangkalpinang-Batu Betumpang, saya melihat banyak ladang tanaman lada di lahan bekas hutan yang telah dibuka, meskipun pembukaan hutan untuk tanaman lada tidak separah pembukaan hutan untuk kebun kelapa sawit.

3. Flora Fauna Maskot Bangka-Belitung

       Pulau Bangka menyimpan kekayaan hayati flora dan fauna yang khas. Fauna khas Pulau Bangka dan Belitung sehingga menjadi maskot Propinsi Bangka-Belitung adalah hewan Tarsius atau sejenis kera mini (Bancanus saltator). Orang Bangka menyebutnya dengan nama Mentilin. Primata ini berukuran  mini, antara 18-22 cm, mempunyai mata sangat besar, dan ekor panjang yang melebihi panjang tubuhnya. Seiring dengan semakin menyempitnya lahan hutan sebagai habitatnya, maka hewan ini sudah semakin langka. Saya sendiri tidak bertemu dengan fauna ini saat berkunjung ke Bangka.
            Flora khas Pulau Bangka dan Belitung yang dijadikan maskot Propinsi Bangka-Belitung adalah Simpur (Dillenia indica). Daun simpur ini merupakan bahan alam yang mengandung antioksidan, dan biasa digunakan sebagai pembungkus bahan makanan seperti halnya daun Jati di Pulau Jawa. Daun ini terasa lebih harum dan dapat menghilangkan atau mengurangi bau jika dipakai untuk membungkus makanan. Tumbuhan ini masih cukup banyak ditemukan di hutan. Di sepanjang perjalanan Pangkalpinang-Batu Betumpang, saya lihat tumbuhan ini banyak tumbuh di tepi hutan yang saya lewati. Untuk mengingat flora fauna maskot Propinsi Bangka-Belitung ini, saya pun membeli suvenir berupa 2 buah bros berbentuk Mentilin dan daun Simpur di Hotel Griya Tirta tempat saya menginap, dengan harga Rp 50 ribu per biji.

4. Sensasi Sea Food di Pantai Pasir Padi
          Tidak banyak tempat yang sempat saya kunjungi di sela-sela tugas survai AMDAL Rencana Pembangunan Kawasan Terpadu Mandiri Batu Betumpang di Pulau Bangka ini. Karena saya dan tim  menginap di Kota Pangkalpinang, maka hanya beberapa sudut kota Pangkalpinang sajalah yang sempat saya nikmati untuk sekedar jalan-jalan atau bersantai di saat waktu luang. Pengalaman yang paling  berkesan bagi saya adalah menikmati sea food di Pantai Pasir Padi.
            Kawasan Pantai Pasir Padi terletak di Kelurahan Air Itam, sekitar 8 km dari pusat Kota Pangkalpinang, dan merupakan kawasan pariwisata yang sangat potensial di kota ini. Pantai Pasir Padi memiliki garis pantai dengan hamparan pasir putih sepanjang 2 km dengan kontur pantai yang landai dan struktur pasir yang padat sehingga pantai ini nyaman untuk dilalui oleh kendaraan roda dua maupun roda empat.
Pantai Pasir Padi merupakan obyek wisata yang paling banyak dikunjungi oleh masyarakat, terutama oleh masyarakat Pangkalpinang dan sekitarnya. Selain menikmati panorama pantai yang indah, wisatawan juga bisa berenang, bermain layang-layang, voli pantai, sepak bola, motor cross atau sekedar menikmati kesegaran es kelapa muda di tengah hembusan semilir angin pantai. Sayangnya, saat saya datang, pantai ini sedang dibangun talud penahan abrasi sehingga material konstruksi yang  berserakan di pantai dan kendaraan berat pengangkut material di tepi pantai terasa mengganggu pemandangan. Untungnya, pemandangan pulau-pulau kecil yang dapat dinikmati dari pantai ini dapat menutupi pemandangan yang tidak sedap karena serakan material bangunan di tepi pantai tersebut. Beberapa pulau kecil dapat dilihat dari Pantai Pasir Padi, di antaranya adalah Pulau Panjang dan Pulau Kentawai.

Di sepanjang Pantai Pasir Padi terdapat deretan warung-warung makan yang tertata rapih dan bersih. Di salah satu warung makan inilah saya bersama tim menikmati makan siang dengan menu sea food, segelas es cincau kelapa, dan sebungkus rujak colek dengan bumbu khas Bangka. Sea food yang disajikan di warung-warung makan di sepanjang Pantai Pasir Padi memang diolah dari bahan-bahan segar yang diperoleh dari nelayan setempat. Hemmm....memang terasa nikmat hidangan sea food yang diolah dari bahan-bahan segar, belum melalui proses pembekuan atau pendinginan dengan es. Apalagi dinikmati di antara keindahan pantai berpasir putih dengan deretan pulau-pulau kecil di batas cakrawala.....hmmm....sensasional...

5. Keindahan Pantai dan Desa Nelayan Kurau, Kabupaten Bangka Tengah
Selain Pantai Pasir Padi di Pangkalpinang, saya sempat menikmati hamparan pantai yang indah di sepanjang Kabupaten Bangka Tengah, yang saya nikmati di sepanjang perjalanan pulang dari Batu Betumpang, Kabupaten Bangka Selatan ke Pangkalpinang. Pantai itu terkenal dengan nama Pantai Koba. Pantainya sangat indah dengan deretan pohon kelapa melambai, dan pemandangan pulau-pulau kecil di kejauhan. Ada paket wisata ke pulau-pulau kecil itu dengan menggunakan perahu motor. Sayangnya, saya tidak sempat turun dari mobil untuk menikmati semua keindahan itu dengan puas. Untungnya, saat mobil kami melewati Desa Nelayan Kurau,  saya sempat turun sejenak untuk dengan puas menikmati pemandangan di desa nelayan yang terletak di pesisir pantai yang menghadap ke  Pulau Ketawai tersebut. Desa nelayan ini terletak sekitar 20 km dari Pangkalpinang. 

 Deretan perahu nelayan yang parkir di muara sungguh menjadi pemandangan menarik dan mempesona. Di sekitar desa ini pulalah saya melihat telur penyu dijajakan di tepi jalan. Sungguh disayangkan, telur binatang yang termasuk satwa dilindungi ini masih diperjualbelikan dengan bebas di daerah ini.

6. Pangkalpinang Expo di Alun-alun Taman Merdeka

      Beruntunglah saya karena saat berkunjung ke Pangkalpinang, kota ini sedang menyambut perayaan hari jadinya, sehingga digelar Pangkalpinang Expo di Alun-alun Taman Merdeka. Alun-alun yang berlokasi di Jalan Sudirman ini merupakan halaman dari rumah dinas Walikota Pangkalpinang. Di acara inilah digelar pameran produk-produk khas Bangka, juga segala informasi tentang potensi wisata dan budaya khas Pangkalpinang dan Propinsi Bangka-Belitung pada umumnya. Meskipun tidak sebesar perayaan sekaten di kota saya, Yogyakarta, tetapi Pangkalpinang Expo cukup ramai dikunjungi masyarakat dan cukup banyak juga pedagang yang berjualan di acara ini. Kesempatan ini pun saya gunakan untuk mengenal lebih jauh tentang Propinsi Bangka-Belitung.

7. Makanan Khas dan Wisata Kuliner

            Makanan khas Bangka didominasi oleh makanan yang terbuat dari bahan ikan laut, dan salah satu makanan itu adalah otak-otak. Otak-otak ini terdiri dari bermacam bentuk, ada yang berbentuk bulat, lonjong, dan ada yang berbungkus daun pisang dan dibakar di atas bara api.  Bahan dasarnya pun bermacam-macam, ada yang dari ikan tengiri, umbi talas, dan ada yang berasal dari udang. Semuanya bagi saya terasa enak, apalagi kala dimakan dengan kuah asam pedas khas Bangka. Ya, ciri khas masakan Bangka adalah pedas dan asam.
            Makanan khas Bangka lain yang sangat terkenal adalah martabak manis Acau, ada beberapa rasa. Saya sempat mencicipi yang rasa coklat dan keju plus jagung manis. Hmmm...memang martabak Bangka terasa sangat istimewa dibandingkan dengan martabak manis yang biasa saya beli di Yogyakarta.

           Wisata kuliner merupakan hal wajib untuk dapat mencicipi makanan-makanan spesial khas Bangka. Selain wisata kuliner dengan menu sea food di Pantai Pasir Padi, saya juga “bergerilya” dari rumah makan ke rumah makan untuk mencoba menu-menu khas Bangka lainnya. Selain otak-otak dan martabak manis, saya pun mencicipi menu khas Bangka lain yang sangat terkenal lezat yaitu ikan gembung bertelur. Masakan ini terbuat dari ikan gembung yang dagingya telah dipisahkan, diolah, dibumbui, dan kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh ikan gembung yang telah dikosongkan dagingnya tadi, kemudian digoreng.....hmm...memang sangat lezat. Saya jadi teringat, cara pengolahan ikan seperti ini mirip dengan otak-otak bandeng khas Gresik, Jawa Timur yang juga sangat lezat. Selain ikan gembung bertelur, mie khas Bangka perlu juga untuk dicicipi. Mie Bangka yang terkenal dengan nama Mie Koba itu, kuahnya terasa manis, ada pedasnya, dan di dalamnya juga dicampur sedikit kecambah, jadi terasa lebih segar. 

Dan, satu lagi menu yang tak kalah lezatnya, yaitu "lempah kuning". Sayur yang terasa masam segar karena salah satu bahan penyusunnya adalah nanas (apalagi dengan nanas Toboali yang terkenal manis) tersebut terasa sempurna saat dipadukan dengan nasi hangat, sambal lalap terong, kering kacang plus teri, dan kerupuk Bangka. Lempah kuning yang terbuat dari ikan tengiri yang direbus dengan kuah berbumbu rempah-rempah plus nanas Toboali dan terasi Bangka tersebut memang sangat lezat....hmmmm...


           Selain makanan berat, Bangka juga mempunyai banyak makanan khas yang ringan. Aneka kerupuk dengan bahan dasar ikan tengiri, cumi atau udang menjadi andalan Bangka. Salah satunya adalah kemplang yang dimakan dengan sambel khas Bangka yang asam dan pedas. Makanya, untuk oleh-oleh pulang, saya membeli aneka kerupuk. Di toko pusat oleh-oleh khas Bangka kita bisa menemukan berbagai produk makanan maupun minuman khas Bangka. Saya pun membeli asinan buah Bangka (buah Kelubi) yang berasa agak sepat dan asam, tetapi menyegarkan, terutama bagi yang menyukai rasa asam. Selain itu saya juga membeli sirup Jeruk Kunci sebagai oleh-oleh, sedangkan teman saya lebih suka membeli madu pahit khas Bangka, yaitu madu asli yang berasal dari lebah hutan.

8. Kisah  “Bolesa” dan “Aok”
“Bolesa” dan “aok”, dua kata yang sangat berkesan bagi saya. Bolesa adalah merk sebuah air mineral kemasan di Bangka yang sangat populer mengalahkan merk-merk lain yang sangat populer di Jawa. Saat berada di Pulau Bangka, jika ingin membeli air mineral dalam gelas, cukuplah bilang “bolesa”, jangan menyebut merk lain, karena mayoritas yang dijual di sini adalah merk produksi lokal tersebut, yaitu “bolesa”. Sedangkan untuk kata “aok”,  itu berawal dari sebuah tanda tanya besar bagi saya mengapa orang-orang di sini sering menyebut kata “aok” setiap kali mengobrol atau berbincang-bincang. Dan, setelah saya bertanya pada rekan saya yang asli Bangka, barulah saya tahu bahwa ternyata “aok” artinya adalah “ya”. Karena terasa aneh di telinga saya yang orang Jawa ini, maka kedua kata itu meninggalkan kesan tersendiri bagi saya.

9. Suvenir Khas
Saat akan pulang kembali ke Yogyakarta, saya pun mencari suvenir khas Bangka sebagai kenang-kenangan untuk dibawa pulang. Suvenir khas Bangka yang sangat terkenal dan paling diunggulkan adalah kain tenun cual. Kain tenun cual yang asli harganya sangat mahal, mencapai jutaan rupiah, sedangkan yang tiruan harganya bervariasi, yang terbuat dari kain batik motif cual berkisar antara 100 ribu sampai 1 jutaan rupiah per potong, dengan panjang per potong sekitar 2 m.  Saya pun  memilih untuk membeli yang tiruan.
Suvenir khas Bangka yang lain adalah produk kerajinan yang berasal dari resam, sejenis tanaman paku hutan yang tangkainya dikeringkan kemudian dianyam menjadi aneka bentuk, seperti tempat tisu, gantungan kaca mobil, gantungan kunci, peci, dan lain-lain. Tanaman paku jenis ini banyak saya lihat di tepi hutan sepanjang perjalanan saya dari Pangkalpinang ke Batu Betumpang waktu itu. Saya pun membeli sebuah gantungan kaca mobil seharga 15 ribu rupiah.  
Cukuplah dua macam suvenir, kain cual dan kerajinan resam, yang saya beli sebagai kenang-kenangan dan pengingat akan kisah Pulau Bangka. Semoga suatu hari saya berkesempatan mengunjungi pulau saudaranya, Belitung....

Pangkalpinang, 7-10 September 2013