Rabu, 20 Agustus 2014

MELACAK JEJAK PRASEJARAH DI MUSEUM SANGIRAN



Teori Evolusi sangat terkenal dan membawa perdebatan panjang, dengan adanya pendapat bahwa manusia berkerabat dengan kera karena mempunyai nenek moyang yang sama. Saya sendiri tidak sependapat bahwa manusia berasal dari nenek moyang kera. Terlepas dari pro dan kontra, saya ingin sekali mengenalkan teori evolusi tersebut pada anak-anak saya. Memahami teori evolusi dapat dilakukan dengan menapak tilas jejak-jejak kehidupan prasejarah, dan mencoba mengkaitkan rentetan bentuk-bentuk kehidupan antar waktu selama masa jutaan tahun lalu. Oleh karena itulah, Museum Sangiran menjadi destinasi jalan-jalan kami kali ini. 

Museum Purbakala Sangiran adalah museum arkeologi yang dikelola oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, terletak di Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah. Museum ini terletak di kawasan situs fosil purbakala Sangiran yang oleh UNESCO ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia. Situs Sangiran sendiri memiliki luas mencapai 56 km2 yang meliputi 3 kecamatan, yaitu Gemolong, Kalijambe, dan Plupuh yang termasuk Kabupaten Sragen, dan Kecamatan Gondangrejo yang termasuk dalam Kabupaten Karanganyar. Menurut para ahli, Situs Sangiran secara keseluruhan berada di dalam kawasan Kubah Sangiran yang merupakan bagian dari depresi Solo, di kaki Gunung Lawu atau kira-kira 17 km dari kota Solo.

Menurut situs resmi BPSMP Sangiran, sejarah  Situs Sangiran dimulai pada Tahun 1893, ketika untuk pertama kalinya situs ini diteliti oleh Eugene Dubois. Pada Tahun 1932 L.J.C. van Es melakukan pemetaan secara geologis di Sangiran dan sekitarnya. Dengan pedoman pada peta tersebut, G. H. R. von Koenigswald melakukan survei eksploratif dan berhasil menemukan berbagai artefak manusia purba. Temuan tinggalan masa lalu berupa fosil fauna, artefak, dan fosil Homo erectus mengalami peningkatan baik dari jumlah maupun kualitas sehingga perlu dibentuk Unit Kerja di bawah Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah yang bertugas mengamankan situs dan temuan arkeologis di Sangiran. Unit Kerja ini dibentuk pada Tahun 1982. Eksplorasi terhadap Situs Sangiran semakin intensif dilakukan sehingga potensi Sangiran sebagai situs prasejarah yang penting bagi pengetahuan, khususnya mengenai pemahaman evolusi manusia dan lingkungan semakin diperhitungkan dunia. Pada tanggal 5 Desember 1996, Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. Sejalan dengan hal tersebut, pada Tahun 2007 Pemerintah membentuk Unit Pelaksana Teknis yang bertugas mengelola Situs Sangiran dan situs-situs sejenis lainnya di Indonesia. UPT tersebut diberi nama Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Karena tidak ingin kecapaian menjelajah area situs, maka cukuplah bagi kami untuk menjelajahi area museum. Sebenarnya kami juga ingin melihat pemandangan kawasan situs yang indah dari gardu pandang yang terletak tidak jauh (kira-kira 350 meter) dari museum, tetapi hari sudah sore ketika kami datang sehingga kami takut pulangnya kemalaman jika harus mampir ke gardu pandang. Di museum kami sudah cukup memperoleh informasi lengkap tentang sejarah penemuan fosil-fosil purba serta pola kehidupan manusia purba di Jawa yang berperan dalam menyumbang perkembangan ilmu Antropologi, Arkeologi, Geologi dan Paleoantropologi itu.  Di museum ini pula kami dapat menemukan jejak kehidupan yang telah berumur 2 juta hingga 200.000 tahun yang lalu. Artefak-artefak purba yang tertata rapi, patung-patung dan diorama yang menggambarkan pola kehidupan manusia purba, foto-foto dokumentasi proses penemuan artefak-artefak purba, semua itu cukup memberi banyak informasi, bahkan kami pun bisa menonton film animasi maupun dokumenter tentang sejarah Situs Sangiran. Di dalam museum memang tersedia ruang khusus yang kedap suara untuk memutar film-film tersebut. Sekali putar, rombongan pengunjung harus membayar 70 ribu rupiah, tidak pandang bulu berapa jumlah anggota rombongannya.

Fasilitas pendukung di museum ini juga cukup lengkap, ada toilet di dalam maupun di luar museum, taman, area parkir kendaraan, mushola, dan deretan warung makan. Bagi yang ingin belanja suvenir untuk oleh-oleh, tersedia juga deretan warung yang menjual aneka macam suvenir, umumnya berupa pernak-pernik yang terbuat dari batu Sangir dan batu onyx. Di sekitar area museum pun banyak show room yang menjual aneka produk dari batu onyx, seperti seperangkat meja kursi, pajangan, dll. Dan yang terpenting, tarif masuk museum pun sangat murah, hanya 3000 rupiah per orang dan 5 ribu rupiah untuk parkir mobil, kita bisa puas menikmati isi museum serta banyak mendapatkan pengetahuan yang berharga. 


Sangiran; 31 Maret 2014