1. Tambang Timah di Mana-mana
Saat
pertama kali melihat Pulau Bangka dari pesawat yang akan landing di Bandara Depati Amir Pangkalpinang, saya terheran atas pemandangan spot-spot tanah berwarna keputihan
yang tampak dari ketinggian. Keheranan itu hanya saya simpan dalam hati.
Esoknya, ketika saya berkesempatan menembus hutan menuju Kabupaten Bangka
Selatan, tepatnya ke lokasi yang akan dibangun Kota Terpadu Mandiri (KTM) Batu Betumbang,
barulah saya tahu bahwa spot-spot putih itu adalah lokasi penambangan timah
rakyat yang tersebar di banyak sudut Pulau Bangka. Ya, tidak jauh beda dengan saudaranya,
Belitung, Pulau Bangka memang menyimpan kekayaan bahan tambang timah di dalam
perutnya, sehingga pertambangan rakyat tersebar di mana-mana. Tentu saja hal
ini bukan tanpa dampak negatif, karena saya lihat banyak lahan hutan dibuka dan
lapisan tanah hilang akibat aktivitas pertambangan ini. Hilangnya vegetasi
tentu akan berdampak negatif pada keanekaragaman hayati, iklim mikro, kondisi
tanah dan hidrologi kawasan pertambangan tersebut. Pengelolaan dampak negatif
tentunya menjadi sangat penting, tindakan reklamasi areal bekas pertambangan
menjadi urgen untuk dilakukan dalam rangka mengatasi kerusakan lingkungan yang
terjadi.
Ada
satu contoh nyata reklamasi areal bekas pertambangan timah yang berhasil
dilakukan di Pangkalpinang, dengan menyulap areal bekas pertambangan timah
menjadi Bangka Botanical Garden
(BBG) yang hijau dan telah menjadi tempat wisata yang menarik dan ramai
dikunjungi oleh masyarakat. Bahkan, saat saya berkunjung, di tempat ini sedang
diadakan lomba burung berkicau yang diikuti oleh pecinta burung nuri dari
berbagai daerah, termasuk dari luar Pulau Bangka.
Di
dalam BBG ada sebagian bekas pertambangan yang dibiarkan menjadi kolam,
dikelola menjadi kolam pemancingan dan tempat wisata perahu motor. Di sudut
yang lain terdapat area perkebunan sayuran, bermacam buah-buahan, pohon penghijauan,
peternakan sapi perah, padang rumput, dan ada sebagian lahan mangrove alami. Memang
memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk menyulap areal bekas pertambangan
seluas lebih dari 300 hektar ini menjadi BBG, karena harus mengambil tanah dari
lokasi lain dan memindahkannya ke lokasi
ini. Kegiatan pertambangan memang telah berdampak pada hilangnya lapisan tanah.
Tetapi, biaya yang telah banyak dikeluarkan untuk reklamasi lahan tersebut
telah menghasilkan jasa lingkungan yang dapat dinikmati dalam jangka panjang
dan berkelanjutan. BBG telah menjadi contoh sukses dalam melaksanakan reklamasi
areal bekas pertambangan. Ah, seandainya
semua pengusaha tambang berbuat baik seperti itu.....
2. Di Balik Tanaman Unggulan
Seperti
halnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan, maka di Pulau Bangka juga banyak hutan
dibuka untuk perkebunan kelapa sawit. Tentu saja hal ini ada plus minusnya.
Plusnya, berupa pertumbuhan ekonomi, sedangkan minusnya adalah kemerosotan
keragaman hayati dan dampak negatif lain seperti penurunan kualitas tanah dan
kondisi hidrologi setempat. Akibat banyak dibukanya hutan yang di dalamnya terdapat
sungai atau rawa, maka banyak buaya keluar hutan akibat habitatnya terusik atau
hilang. Ya, seperti halnya Belitung, Pulau Bangka juga masih banyak terdapat
buaya muara atau sungai. Seringkali terjadi kasus penduduk sekitar sungai atau
muara yang tewas diserang buaya, atau bahkan jasadnya tidak pernah ditemukan
kembali.
Selain
kelapa sawit, tanaman unggulan Bangka yang lain adalah lada. Di sepanjang jalan
Pangkalpinang-Batu Betumpang, saya melihat banyak ladang tanaman lada di lahan
bekas hutan yang telah dibuka, meskipun pembukaan hutan untuk tanaman lada
tidak separah pembukaan hutan untuk kebun kelapa sawit.
3. Flora Fauna Maskot Bangka-Belitung
Pulau Bangka
menyimpan kekayaan hayati flora dan fauna yang khas. Fauna khas Pulau Bangka
dan Belitung sehingga menjadi maskot Propinsi Bangka-Belitung adalah hewan Tarsius
atau sejenis kera mini (Bancanus saltator).
Orang Bangka menyebutnya dengan nama Mentilin.
Primata ini berukuran mini, antara 18-22
cm, mempunyai mata sangat besar, dan ekor panjang yang melebihi panjang
tubuhnya. Seiring dengan semakin menyempitnya lahan hutan sebagai habitatnya,
maka hewan ini sudah semakin langka. Saya sendiri tidak bertemu dengan fauna
ini saat berkunjung ke Bangka.
Flora khas Pulau Bangka dan Belitung yang dijadikan
maskot Propinsi Bangka-Belitung adalah Simpur
(Dillenia indica). Daun simpur ini
merupakan bahan alam yang mengandung antioksidan, dan biasa digunakan sebagai
pembungkus bahan makanan seperti halnya daun Jati di Pulau Jawa. Daun ini
terasa lebih harum dan dapat menghilangkan atau mengurangi bau jika dipakai
untuk membungkus makanan. Tumbuhan ini masih cukup banyak ditemukan di hutan.
Di sepanjang perjalanan Pangkalpinang-Batu Betumpang, saya lihat tumbuhan ini
banyak tumbuh di tepi hutan yang saya lewati. Untuk mengingat flora fauna
maskot Propinsi Bangka-Belitung ini, saya pun membeli suvenir berupa 2 buah bros
berbentuk Mentilin dan daun Simpur di Hotel Griya Tirta tempat saya menginap,
dengan harga Rp 50 ribu per biji.
4. Sensasi Sea Food di
Pantai Pasir Padi
Tidak banyak tempat
yang sempat saya kunjungi di sela-sela tugas survai AMDAL Rencana Pembangunan
Kawasan Terpadu Mandiri Batu Betumpang di Pulau Bangka ini. Karena saya dan
tim menginap di Kota Pangkalpinang, maka
hanya beberapa sudut kota Pangkalpinang sajalah yang sempat saya nikmati untuk
sekedar jalan-jalan atau bersantai di saat waktu luang. Pengalaman yang
paling berkesan bagi saya adalah
menikmati sea food di Pantai Pasir Padi.
Kawasan Pantai Pasir Padi terletak di Kelurahan Air Itam,
sekitar 8 km dari pusat Kota Pangkalpinang, dan merupakan kawasan pariwisata
yang sangat potensial di kota ini. Pantai Pasir Padi memiliki garis pantai
dengan hamparan pasir putih sepanjang 2 km dengan kontur pantai yang landai dan
struktur pasir yang padat sehingga pantai ini nyaman untuk dilalui oleh
kendaraan roda dua maupun roda empat.
Pantai
Pasir Padi merupakan obyek wisata yang paling banyak dikunjungi oleh
masyarakat, terutama oleh masyarakat Pangkalpinang dan sekitarnya. Selain
menikmati panorama pantai yang indah, wisatawan juga bisa berenang, bermain
layang-layang, voli pantai, sepak bola, motor
cross atau sekedar menikmati kesegaran es kelapa muda di tengah hembusan semilir
angin pantai. Sayangnya, saat saya datang, pantai ini sedang dibangun talud
penahan abrasi sehingga material konstruksi yang berserakan di pantai dan kendaraan berat
pengangkut material di tepi pantai terasa mengganggu pemandangan. Untungnya, pemandangan
pulau-pulau kecil yang dapat dinikmati dari pantai ini dapat menutupi
pemandangan yang tidak sedap karena serakan material bangunan di tepi pantai tersebut.
Beberapa pulau kecil dapat dilihat dari Pantai Pasir Padi, di antaranya adalah
Pulau Panjang dan Pulau Kentawai.
Di
sepanjang Pantai Pasir Padi terdapat deretan warung-warung makan yang tertata rapih
dan bersih. Di salah satu warung makan inilah saya bersama tim menikmati makan
siang dengan menu sea food, segelas
es cincau kelapa, dan sebungkus rujak colek dengan bumbu khas Bangka. Sea food yang disajikan di warung-warung
makan di sepanjang Pantai Pasir Padi memang diolah dari bahan-bahan segar yang
diperoleh dari nelayan setempat. Hemmm....memang
terasa nikmat hidangan sea food yang
diolah dari bahan-bahan segar, belum melalui proses pembekuan atau pendinginan dengan
es. Apalagi dinikmati di antara keindahan pantai berpasir putih dengan deretan
pulau-pulau kecil di batas cakrawala.....hmmm....sensasional...
5. Keindahan Pantai dan Desa Nelayan Kurau, Kabupaten Bangka Tengah
Selain
Pantai Pasir Padi di Pangkalpinang, saya sempat menikmati hamparan pantai yang indah
di sepanjang Kabupaten Bangka Tengah, yang saya nikmati di sepanjang perjalanan
pulang dari Batu Betumpang, Kabupaten Bangka Selatan ke Pangkalpinang.
Pantai itu terkenal dengan nama Pantai Koba. Pantainya sangat indah dengan deretan pohon kelapa melambai, dan pemandangan
pulau-pulau kecil di kejauhan. Ada paket wisata ke pulau-pulau kecil itu dengan menggunakan perahu motor. Sayangnya, saya tidak sempat turun dari mobil untuk
menikmati semua keindahan itu dengan puas. Untungnya, saat mobil kami melewati
Desa Nelayan Kurau, saya sempat turun
sejenak untuk dengan puas menikmati pemandangan di desa nelayan yang terletak
di pesisir pantai yang menghadap ke Pulau
Ketawai tersebut. Desa nelayan ini terletak sekitar 20 km dari Pangkalpinang.
Deretan perahu nelayan yang parkir di muara sungguh menjadi pemandangan menarik dan mempesona. Di sekitar desa ini pulalah saya melihat telur penyu dijajakan di tepi jalan. Sungguh disayangkan, telur binatang yang termasuk satwa dilindungi ini masih diperjualbelikan dengan bebas di daerah ini.
Deretan perahu nelayan yang parkir di muara sungguh menjadi pemandangan menarik dan mempesona. Di sekitar desa ini pulalah saya melihat telur penyu dijajakan di tepi jalan. Sungguh disayangkan, telur binatang yang termasuk satwa dilindungi ini masih diperjualbelikan dengan bebas di daerah ini.
6. Pangkalpinang Expo
di Alun-alun Taman Merdeka
Beruntunglah saya karena saat berkunjung ke
Pangkalpinang, kota ini sedang menyambut perayaan hari jadinya, sehingga digelar
Pangkalpinang
Expo di Alun-alun Taman Merdeka. Alun-alun yang berlokasi di Jalan
Sudirman ini merupakan halaman dari rumah dinas Walikota Pangkalpinang. Di
acara inilah digelar pameran produk-produk khas Bangka, juga segala informasi
tentang potensi wisata dan budaya khas Pangkalpinang dan Propinsi Bangka-Belitung
pada umumnya. Meskipun tidak sebesar perayaan sekaten di kota saya, Yogyakarta,
tetapi Pangkalpinang Expo cukup ramai dikunjungi masyarakat dan cukup banyak
juga pedagang yang berjualan di acara ini. Kesempatan ini pun saya gunakan
untuk mengenal lebih jauh tentang Propinsi Bangka-Belitung.
7. Makanan Khas dan Wisata Kuliner
Makanan khas Bangka didominasi oleh makanan yang terbuat
dari bahan ikan laut, dan salah satu makanan itu adalah otak-otak. Otak-otak ini terdiri dari bermacam bentuk, ada yang
berbentuk bulat, lonjong, dan ada yang berbungkus daun pisang dan dibakar di
atas bara api. Bahan dasarnya pun
bermacam-macam, ada yang dari ikan tengiri, umbi talas, dan ada yang berasal
dari udang. Semuanya bagi saya terasa enak, apalagi kala dimakan dengan kuah
asam pedas khas Bangka. Ya, ciri khas masakan Bangka adalah pedas dan asam.
Makanan khas Bangka lain yang sangat terkenal adalah martabak manis Acau, ada beberapa rasa. Saya
sempat mencicipi yang rasa coklat dan keju plus jagung manis. Hmmm...memang martabak Bangka terasa
sangat istimewa dibandingkan dengan martabak manis yang biasa saya beli di
Yogyakarta.
Wisata kuliner merupakan hal wajib untuk dapat mencicipi
makanan-makanan spesial khas Bangka. Selain wisata kuliner dengan menu sea food di Pantai Pasir Padi, saya juga
“bergerilya” dari rumah makan ke rumah makan untuk mencoba menu-menu khas
Bangka lainnya. Selain otak-otak dan martabak manis, saya pun mencicipi menu khas
Bangka lain yang sangat terkenal lezat yaitu ikan gembung bertelur. Masakan ini
terbuat dari ikan gembung yang dagingya telah dipisahkan, diolah, dibumbui, dan
kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh ikan gembung yang telah dikosongkan
dagingnya tadi, kemudian digoreng.....hmm...memang
sangat lezat. Saya jadi teringat, cara pengolahan ikan seperti ini mirip dengan
otak-otak bandeng khas Gresik, Jawa Timur yang juga sangat lezat. Selain ikan gembung bertelur, mie khas Bangka perlu juga untuk dicicipi. Mie Bangka yang terkenal dengan nama Mie Koba itu, kuahnya terasa manis, ada pedasnya, dan di dalamnya juga dicampur sedikit kecambah, jadi terasa lebih segar.
Dan, satu lagi menu yang tak kalah lezatnya, yaitu "lempah kuning". Sayur yang terasa masam segar karena salah satu bahan penyusunnya adalah nanas (apalagi dengan nanas Toboali yang terkenal manis) tersebut terasa sempurna saat dipadukan dengan nasi hangat, sambal lalap terong, kering kacang plus teri, dan kerupuk Bangka. Lempah kuning yang terbuat dari ikan tengiri yang direbus dengan kuah berbumbu rempah-rempah plus nanas Toboali dan terasi Bangka tersebut memang sangat lezat....hmmmm...
Dan, satu lagi menu yang tak kalah lezatnya, yaitu "lempah kuning". Sayur yang terasa masam segar karena salah satu bahan penyusunnya adalah nanas (apalagi dengan nanas Toboali yang terkenal manis) tersebut terasa sempurna saat dipadukan dengan nasi hangat, sambal lalap terong, kering kacang plus teri, dan kerupuk Bangka. Lempah kuning yang terbuat dari ikan tengiri yang direbus dengan kuah berbumbu rempah-rempah plus nanas Toboali dan terasi Bangka tersebut memang sangat lezat....hmmmm...
Selain makanan berat, Bangka juga mempunyai banyak
makanan khas yang ringan. Aneka kerupuk dengan bahan dasar ikan tengiri, cumi
atau udang menjadi andalan Bangka. Salah satunya adalah kemplang yang dimakan
dengan sambel khas Bangka yang asam dan pedas. Makanya, untuk oleh-oleh pulang,
saya membeli aneka kerupuk. Di toko pusat oleh-oleh khas Bangka kita bisa menemukan
berbagai produk makanan maupun minuman khas Bangka. Saya pun membeli asinan
buah Bangka (buah Kelubi) yang berasa agak sepat dan asam, tetapi menyegarkan,
terutama bagi yang menyukai rasa asam. Selain itu saya juga membeli sirup Jeruk
Kunci sebagai oleh-oleh, sedangkan teman saya lebih suka membeli madu pahit
khas Bangka, yaitu madu asli yang berasal dari lebah hutan.
8. Kisah “Bolesa” dan “Aok”
“Bolesa”
dan “aok”, dua kata yang sangat berkesan bagi saya. Bolesa adalah merk sebuah
air mineral kemasan di Bangka yang sangat populer mengalahkan merk-merk lain
yang sangat populer di Jawa. Saat berada di Pulau Bangka, jika ingin membeli
air mineral dalam gelas, cukuplah bilang “bolesa”, jangan menyebut merk lain,
karena mayoritas yang dijual di sini adalah merk produksi lokal tersebut, yaitu
“bolesa”. Sedangkan untuk kata “aok”, itu
berawal dari sebuah tanda tanya besar bagi saya mengapa orang-orang di sini
sering menyebut kata “aok” setiap kali mengobrol atau berbincang-bincang. Dan,
setelah saya bertanya pada rekan saya yang asli Bangka, barulah saya tahu bahwa
ternyata “aok” artinya adalah “ya”. Karena terasa aneh di telinga saya yang orang
Jawa ini, maka kedua kata itu meninggalkan kesan tersendiri bagi saya.
9. Suvenir Khas
Saat
akan pulang kembali ke Yogyakarta, saya pun mencari suvenir khas Bangka sebagai
kenang-kenangan untuk dibawa pulang. Suvenir khas Bangka yang sangat terkenal dan
paling diunggulkan adalah kain tenun
cual. Kain tenun cual yang asli
harganya sangat mahal, mencapai jutaan rupiah, sedangkan yang tiruan harganya
bervariasi, yang terbuat dari kain batik motif cual berkisar antara 100 ribu
sampai 1 jutaan rupiah per potong, dengan panjang per potong sekitar 2 m. Saya pun memilih untuk membeli yang tiruan.
Suvenir
khas Bangka yang lain adalah produk kerajinan yang berasal dari resam, sejenis tanaman paku hutan yang
tangkainya dikeringkan kemudian dianyam menjadi aneka bentuk, seperti tempat tisu,
gantungan kaca mobil, gantungan kunci, peci, dan lain-lain. Tanaman paku jenis
ini banyak saya lihat di tepi hutan sepanjang perjalanan saya dari Pangkalpinang
ke Batu Betumpang waktu itu. Saya pun membeli sebuah gantungan kaca mobil
seharga 15 ribu rupiah.
Cukuplah
dua macam suvenir, kain cual dan kerajinan resam, yang saya beli sebagai
kenang-kenangan dan pengingat akan kisah Pulau Bangka. Semoga suatu hari saya berkesempatan
mengunjungi pulau saudaranya, Belitung....
Pangkalpinang,
7-10 September 2013