Dari informasi yang saya peroleh, ada
beberapa obyek wisata alam yang menjadi andalan Kabupaten Pacitan, yaitu Goa
Tabuhan, Goa Gong, Pantai Klayar, Pantai Watu Karung, Pantai Teleng Ria, dan
Pemandian Air Hangat Arjosari. Dari sekian banyak obyek itu, tentu saja tidak cukup
jika hanya tersedia waktu satu hari. Oleh karena itulah saya harus memilih dua
lokasi saja untuk saya kunjungi. Akhirnya saya memilih Goa Gong dan Pantai
Klayar. Dua lokasi wisata tersebut sudah cukup membuat saya takjub dan menarik
kesimpulan bahwa Pacitan menyimpan potensi besar untuk dikembangkan menjadi
daerah tujuan wisata, tentu saja dengan pembangunan dan perbaikan sarana dan
prasarana yang ada seperti fasilitas jalan yang bagus dan tersedianya penginapan
yang mencukupi. Ya, kondisi jalan yang tidak baik masih menjadi kendala untuk tujuan
ini. Saya merasakan ketidaknyamanan ini saat perjalanan saya dari Yogyakarta menuju
Pacitan. Saya sekeluarga memilih rute Yogyakarta - Gunung Kidul – Wonogiri – Pacitan.
Kondisi jalan selama melewati Kabupaten Gunung Kidul sangat bagus, tetapi
begitu memasuki Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Pacitan kondisi jalan sangat
berbeda, banyak jalan yang rusak dan bergelombang. Meskipun kondisi jalan di
dalam kota Pacitan bagus dan mulus, tetapi kondisi jalan di luar kotanya terasa
kontras. Untunglah, kekecewaan karena kondisi jalan yang jelek ini dapat
terobati dengan suguhan keindahan alam Pacitan yang saya dapatkan.
1. Keindahan
Isi Perut Bumi Pacitan di Goa Gong
Goa Gong terletak di Dusun Pule, Desa
Bromo, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, atau sekitar 37 km arah barat daya
Kota Pacitan. Dari buku yang saya baca, gua ini dikelilingi oleh sederetan
gunung, yaitu Gunung Manyar di sebelah utara, Gunung Gede di sebelah timur,
Gunung Karang Pulut di sebelah selatan, dan Gunung Grugah di sebelah barat.
Setelah membayar biaya retribusi sebesar 5 ribu rupiah per orang di depan pintu masuk area wisata, untuk menuju gua ini pengunjung harus mendaki banyak anak tangga yang telah tersedia untuk mencapai mulut gua yang terletak di atas bukit. Di sepanjang menyusuri anak tangga dari lokasi parkir kendaraan menuju mulut gua, pengunjung dilewatkan pada deretan warung-warung yang menjajakan makanan maupun suvenir khas tempat wisata ini. Makanan khas yang banyak dijajakan di tempat ini adalah nasi pecel, sale pisang, keripik jagung, keripik pisang, tempe benguk, dan gula jawa, sedangkan cindera mata yang khas daerah ini adalah perhiasan dan pernak-pernik dari batu akik. Baik pada jalur menuju maupun keluar dari area gua, pengunjung sengaja dilewatkan pada deretan kios-kios tersebut.
Setelah membayar biaya retribusi sebesar 5 ribu rupiah per orang di depan pintu masuk area wisata, untuk menuju gua ini pengunjung harus mendaki banyak anak tangga yang telah tersedia untuk mencapai mulut gua yang terletak di atas bukit. Di sepanjang menyusuri anak tangga dari lokasi parkir kendaraan menuju mulut gua, pengunjung dilewatkan pada deretan warung-warung yang menjajakan makanan maupun suvenir khas tempat wisata ini. Makanan khas yang banyak dijajakan di tempat ini adalah nasi pecel, sale pisang, keripik jagung, keripik pisang, tempe benguk, dan gula jawa, sedangkan cindera mata yang khas daerah ini adalah perhiasan dan pernak-pernik dari batu akik. Baik pada jalur menuju maupun keluar dari area gua, pengunjung sengaja dilewatkan pada deretan kios-kios tersebut.
Beberapa meter dari pintu gua, banyak
warga lokal yang menawarkan jasa penyewaan senter dan guide. Saya pun memanfaatkan kedua jasa tersebut, dengan membayar
5000 rupiah untuk sewa senter dan 20 ribu rupiah untuk jasa guide. Dengan demikian, saya bisa
menyusuri gua dengan leluasa dan terarah sesuai petunjuk dari Sang guide. Saya tidak mengira, mulut gua
yang tampak sangat kecil dan tersembunyi dibandingkan dengan kemegahan
gunung-gunung yang mengelilinginya, ternyata menyimpan keindahan yang luar
biasa di dalam ketujuh ruangan yang ada di dalamnya. Ya, Goa Gong memang
dinobatkan sebagai gua yang terbesar di Asia Tenggara, dengan 7 ruang utama di
dalamnya. Keindahan stalagmit dan stalagtit yang terdapat di setiap ruang yang
terbentuk secara alami itu pun sungguh menakjubkan.
Untuk menyusuri semua ruang alami di
gua ini, pengunjung dipermudah dengan adanya fasilitas tangga buatan, cahaya
lampu dan beberapa kipas angin di beberapa titik. Ya, udara di gua ini memang
terasa sangat panas, lembab dan pengap, sehingga pengelola gua merasa perlu memasang
beberapa kipas angin di beberapa titik untuk kenyamanan pengunjung. Ditambah
lagi dengan padatnya pengunjung yang menambah panasnya udara di ruangan gua. Keringat
saya sampai bercucuran sehingga baju saya basah oleh keringat, rasanya seperti
mandi sauna saja. Tetapi, semua
perjuangan ini terbayarkan dengan pemandangan isi gua yang bernama stalagmit
dan stalaktit yang sangat indah.
Beraneka bentuk dan rupa stalakmit
dan stalaktit yang terdapat di dalam Goa Gong, ada yang berbentuk seperti
tirai, jari manusia, ada yang berwarna putih, coklat keemasan, coklat gelap, ada
yang tembus cahaya, dan ada yang seperti mengandung butiran kristal. Nama Goa
Gong sendiri dikenal karena ada batu stalakmit yang bersuara seperti bunyi gong
ketika dipukul. Semua stalakmit dan stalaktit itu membentuk ornamen alam yang
sangat indah. Selain keindahan stalagmit dan stalaktit yang sebagian masih
aktif dan sebagian lagi sudah tidak aktif tersebut, di dalam gua ini juga
terdapat beberapa sendang atau sungai kecil yang airnya jernih. Pengunjung bisa
menghilangkan penat dengan sekedar membasuh muka atau kaki di sendang ini.
Sayangnya di kala musim kemarau, air di sendang ini tidak seberapa banyak.
Perlu waktu hampir satu jam untuk
menikmati keindahan stalakmit dan stalaktit di ketujuh ruangan di Goa Gong,
termasuk untuk beberapa kali berhenti sejenak untuk mengambil gambar dengan
kamera. Banyak tukang foto yang menyediakan jasa foto langsung jadi untuk
mengabadikan keindahan kenangan di gua ini, tetapi saya lebih memilih
mengabadikannya sendiri.
Setelah capek menyusuri gua, saya pun menikmati nasi pecel plus tempe
benguk khas Pacitan plus segelas es degan gula Jawa yang segar. Setelah itu,
acara selanjutnya adalah berburu suvenir khas Goa Gong. Saya pun membeli sebuah
bros berbatu akik yang berulirkan kawat tembaga seharga 50 ribu rupiah sebagai
kenang-kenangan.
2. Indahnya Pantai Klayar
Dari Goa Gong, perjalanan saya
lanjutkan ke Pantai Klayar yang terletak sekitar 13 km ke arah selatan dari
lokasi Goa Gong. Perjalanan dari Goa Gong menuju Pantai Klayar memang sangat
berat, mengingat jalanan yang sempit, berliku, naik turun, curam dan banyak
tikungan tajam. Selain diperlukan kondisi kendaraan yang fit, untuk bisa sampai
ke lokasi pantai ini dengan selamat, diperlukan juga driver yang handal dan berpengalaman menghadapi segala medan.
Untunglah suami saya termasuk golongan driver
yang handal. Tentu saja di sepanjang perjalanan kami juga tak lupa merapal doa.
Di sepanjang perjalanan dari lokasi Goa Gong ke Pantai Klayar, tampak bahwa
banyak ruas jalan yang sedang diperbaiki dan diperlebar. Semoga nantinya
setelah perbaikan dan pelebaran jalan selesai maka akses menuju Pantai Klayar
ini menjadi lebih mudah dan nyaman.
Setelah hampir putus asa menghadapi
medan jalan, akhirnya kami sampai juga di lokasi wisata Pantai Klayar. Dari
atas bukit, pemandangan Pantai Klayar yang terletak di teluk ini sungguh sangat
indah. Deretan pohon kelapa, hamparan pasir putih, serakan batuan dan pemandangan
pulau kecil di sisi kiri teluk sungguh sangat mempesona. Berulang kali saya
memuji asma Tuhan dengan decak kagum atas pesona alam ciptaan-Nya ini.
Saat kami datang, pantai ini cukup
penuh pengunjung karena memang sedang hari libur Tahun Baru 1 Muharam. Fasilitas
parkir tampak dipenuhi mobil dan motor pengunjung, tidak ada kendaraan besar
seperti bis, karena memang jalan menuju Pantai Klayar ini terlalu sempit untuk
bisa dilalui oleh bis. Fasilitas umum pun saya rasakan masih kurang, hanya
tersedia 5 kamar toilet, belum ada penginapan, dan mushola yang ada pun kurang
representatif. Untungnya masih tersedia beberapa warung makan bagi pengunjung
yang merasa lapar setelah capek
bermain di pantai. Dan, bagi yang ingin menyusuri pantai tanpa harus merasa capek berjalan, bisa menyewa kendaraan
ATV seharga 50 ribu rupiah untuk setengah jam. Saya sendiri lebih suka
menikmati pemandangan sambil bermain air di pantai.
Keindahan pantai ini semakin nyata
saat air laut surut, sehingga kehidupan terumbu karang di pantai tersingkap dan
dapat diamati keindahan serta keunikannya. Anak-anak saya senang sekali
mengamati hewan-hewan laut yang mereka temukan saat air laut surut itu, ada
aneka siput, ikan karang, landak laut dan kepiting. Saking asyiknya bermain dengan hewan-hewan laut, sampai-sampai kami
tidak berminat untuk menikmati keindahan pulau kecil di sebelah kiri teluk yang
bisa dijangkau dengan mudah di saat air laut surut tersebut. Pemandangan pulau
kecil itu saya rasakan mirip dengan Tanah Lot di Bali. Sungguh, rasanya tak
cukup puas kami menikmati keindahan Pantai Klayar hingga sore hari. Tetapi, mengingat
pulangnya kami harus melewati jalan yang penuh liku dan berbahaya jika hari
gelap, maka kami harus segera pulang sebelum senja hari. Suatu saat, jika ada
kesempatan, saya ingin menikmati indahnya Pantai Klayar lagi, dengan satu
syarat jika akses menuju ke pantai ini sudah aman dan nyaman bagi pengunjung.
Pacitan, 5 November 2013