Rutinitas sehari-hari sebagai seorang dosen yang mengharuskan saya berkutat dengan buku-buku ilmiah dan kegiatan akademis lainnya, seringkali membuat jenuh hari-hari yang saya lewati. Oleh karena itulah saya suka menghabiskan waktu liburan dengan kegiatan menikmati alam, tentunya bersama keluarga tercinta. Tetapi, untuk liburan rutin akhir pekan, saya biasa menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah sambil mengerjakan hobi saya menulis artikel atau cerpen, kecuali jika ada acara kondangan atau harus menghadiri undangan lainnya.
Jika ada libur khusus, misalnya memperingati suatu hari raya tertentu, long week end, atau libur panjang akhir tahun ajaran, itulah saatnya bagi saya untuk merancang acara liburan keluarga. Bagi saya, rasanya sayang sekali jika waktu libur seperti itu hanya dihabiskan di rumah. Tentu saja destinasi dan akomodasi disesuaikan dengan anggaran yang kami punya. Dalam setiap acara liburan, saya lebih banyak bertindak sebagai aristek dan manajernya, meskipun tetap ada musyawarah kecil antara saya, suami dan anak-anak saya dalam beberapa hal, misalnya dalam menentukan waktu, destinasi dan transportasinya. Kami biasa menyewa mobil khusus untuk kegiatan rutin liburan ini.
Sebagai arsitek dan manajer acara liburan keluarga, saya membuat aturan bahwa dalam satu tahun hanya ada satu kali liburan dengan destinasi yang jauh, yaitu liburan yang dilakukan dengan memakan waktu lebih dari 2 hari, seperti yang pernah kami lakukan ke Pulau Lombok, Karimun Jawa, Anyer, Pangandaran, Bandung, Jawa Timur, dan lain-lain. Untuk keperluan ritual tahunan ini kami biasakan diri untuk menabung. Jadi, saya mengalokasikan anggaran khusus untuk keperluan tersebut, di luar anggaran rutin liburan dalam rangka mudik Lebaran ke Malang, Jawa Timur ke rumah mertua saya. Sedangkan untuk liburan yang tidak harus menginap, yakni untuk destinasi yang tidak jauh dari kota Yogyakarta yang relatif tidak memerlukan banyak dana, seperti misalnya berlibur ke pantai-pantai di daerah Gunung Kidul, Bantul, dan Kulon Progo, dan ke tempat-tempat wisata yang dekat dengan Yogyakarta lainnya, kami biasa melakukannya kapan pun jika saya merasa ada waktu dan dana dari sisa anggaran bulanan. Bagi saya, ini adalah seni dalam merancang liburan dengan anggaran yang mepet. Saya biasa melakukan itu. Seperti halnya beberapa waktu yang lalu kami menikmati malam minggu “hanya” dengan jajan sate kelinci, jagung bakar dan wedang ronde di Kaliurang. Hawa dingin dan segarnya udara pegunungan Kaliurang yang dinikmati bersama keluarga, sejenak dapat mengusir kejenuhan dari rutinitas sehari-hari.
Bagi saya, anggaran yang pertama kali harus disiapkan adalah untuk sewa mobil dan bensin. Selebihnya bisa diatur, misalnya untuk makan dan penginapan, saya telah membiasakan anak-anak saya untuk tidak menuntut yang mewah. Jadi, tidak masalah bagi kami untuk menginap di losmen atau penginapan yang sederhana yang tarifnya per malam antara 100-300 ribu rupiah per kamar. Pernah sekali kami menginap di hotel bintang 3 di Tangerang waktu kami liburan ke Anyer. Itu karena kami ditraktir menginap oleh adik saya, seorang dokter yang waktu itu tinggal di Tangerang. Selebihnya, kami selalu menginap di penginapan-penginapan sederhana.
Saya mempunyai trik untuk urusan makan. Dari berbagai pengalaman kami selama ini, makanan yang dijual di tempat wisata jauh lebih mahal daripada di tempat-tempat lainnya. Oleh karena itulah saya biasa membawa bekal makanan dari rumah atau makan di warung makan yang terletak di luar area tempat wisata. Kami punya pengalaman pahit saat berwisata ke Pantai Karangbolong, Anyer di Tahun 2009. Waktu itu kami makan di warung makan di lokasi wisata. Warung makan itu tidak memasang harga di daftar menunya. Kami pun pesan makanan yang kami perkirakan tidak akan menghabiskan banyak uang. Ternyata, harga-harga makanan yang kami makan tersebut sangat mahal dan di luar kewajaran. Untuk sepiring kecil cumi saos tiram kami harus membayar 95 ribu, dan semangkok bakso 15 ribu rupiah. Aduh...mahalnya. Dan jangan ditanya rasanya, betul-betul mengecewakan. Tentu saja waktu itu kami tidak bisa protes, karena makanan telah terlanjur masuk perut. Sejak saat itu, kalau kami ingin makan, maka kami akan mencari makanan di luar area wisata. Biasanya kami akan mencari rumah makan padang, warung soto atau rumah makan yang telah punya standar harga dan rasa yang jelas, misalnya rumah makan KFC. Kalaupun terpaksa harus makan di tempat wisata, kami mencari warung makan yang memasang daftar harga. Tetapi tetap harus hati-hati, karena dari berbagai pengalaman, warung-warung makan di lokasi wisata yang memasang daftar harga makanan ternyata masih punya trik untuk “memeras” pembeli, yaitu dengan menaikkan harga minuman di luar kewajaran. Harga-harga minuman itu memang tidak pernah terpampang di daftar menu, yang ada hanya daftar harga makanan saja.
Jika kami harus menginap di hotel atau penginapan, untuk menghemat dana, maka selain kami mencari penginapan yang murah dengan pelayanan yang standar, kami juga tidak pernah membeli makanan hotel. Makanan hotel biasanya lebih mahal. Oleh karena itu, kami biasanya makan di warung-warung makan di sekitar hotel yang murah sambil jalan-jalan menikmati suasana. Tetapi, kalau kami harus menginap di area tempat wisata, misalnya saat kami berwisata ke Pantai Pangandaran atau Pantai Kartini, Jepara, mau tidak mau kami harus makan di warung-warung makan di area wisata. Untuk itu kami punya trik. Kami selalu membawa bekal makanan yang mudah disajikan dan bisa mengganjal perut. Misalnya mie instan, roti tawar dengan margarine, mises atau selai, selain juga beraneka cemilan dan minuman instan dalam kemasan sachet, seperti kopi instan, jus, dan lain-lain. Tentunya kami siap dengan perlengkapannya. Kami akan membawa kettle untuk membuat air panas, yang bermanfaat untuk memasak mie instan dan membuat minuman hangat. Kami juga siap dengan peralatan makan dan minumnya. Untungnya saya mempunyai koleksi lengkap peralatan makan dan minum khusus untuk kegiatan travelling dari Tupperware. Jadi, sarapan pagi biasanya sudah kami dapatkan free dari hotel, makan siang kami lakukan di tempat wisata, dan makan malamnya dengan bekal yang telah kami siapkan tadi. Jika ada anggaran lebih, barulah kami bisa makan malam di rumah makan di sekitar hotel. Itu yang pernah kami lakukan saat kami berwisata ke Pantai Pangandaran dan Green Canyon yang harus menginap semalam di Pantai Pangandaran dan semalam di kota Cilacap.
Saya bersyukur karena trik menghemat anggaran liburan keluarga selama ini telah berhasil mengantarkan anak-anak saya untuk mengenal negerinya dengan lebih baik, baik tentang kekayaan alamnya maupun budayanya. Tentu saja untuk hal ini saya meminta “kompensasi” dari anak-anak saya, yaitu berupa karya tulis (atau gambar untuk anak saya yang masih duduk di bangku TK) tentang apa-apa yang telah diperoleh dari kegiatan liburan tersebut. Saya mencoba membiasakan anak-anak saya untuk tadabur alam, dan menyalurkan kreativitasnya melalui tulisan. Dan, semoga hal ini bermanfaat sebagai bekal masa depan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar