Ini
kali ke dua saya sekeluarga mengadakan traveling
ke Pulau Lombok, sebuah pulau yang merupakan satu dari dua pulau besar yang
dimiliki oleh Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pulau lainnya adalah Sumbawa. Dalam
traveling kali ini kami berkesempatan
mengunjungi kedua pulau tersebut sekaligus dalam 10 hari trip. Tetapi, kali ini saya hanya akan menuliskan cerita tentang
Pulau Lombok saja, cerita tentang Pulau Sumbawa akan saya sajikan dalam tulisan
tersendiri.
Sebenarnya,
ini merupakan tulisan saya yang ke-2 di bog ini yang bercerita tentang Lombok.
Pada tulisan pertama yang berjudul “Ekspedisi
Keluarga ke Pulau Lombok”, telah saya ceritakan sebagian eksotisme pulau
ini. Nach, tulisan ke-2 ini akan
melengkapi cerita tentang pesona dan eksotisme Pulau Lombok yang telah saya
tulis sebelumnya.
Eksotisme
Pulau Lombok didukung oleh dua hal, yaitu keindahan alam terutama
pantai-pantainya, dan keunikan budayanya. Berikut akan saya ceritakan hasil
petualangan saya sekeluarga selama 10 hari traveling
di Propinsi Nusa Tenggara Barat ini.
1. EKSOTISME PANTAI SENGGIGI DAN GILI TERAWANGAN,
DUA IKON PULAU LOMBOK
Gili merupakan
sebutan bagi pulau kecil oleh masyarakat Lombok. Cukup banyak gili yang
digalakkan menjadi destinasi wisata
Lombok, salah satu yang sangat terkenal dan menjadi ikon wisata Lombok adalah
Gili Terawangan. Saking terkenalnya
hingga banyak sekali situs asing berbahassa Inggris yang menjual paket wisata
ke Gili Terawangan.
Karena selama berada
di Lombok saya sekeluarga menginap di guest
house milik Balai Budidaya Laut (BBL) di Sekotong, maka untuk menuju Gili
Terawangan kami berangkat pagi-pagi dari Sekotong. Perjalanan kami mampir ke kota
Mataram kemudian naik ke Bukit Malimbu untuk melihat Pantai Senggigi dari
kejauhan. Sungguh indah pemandangan Pantai Senggigi dilihat dari atas. Ya,
Pantai Senggigi yang merupakan ikon Pulau Lombok di samping Gili Terawangan ini
memang keindahannya telah memikat banyak wisatawan, baik domestik maupun asing.
Banyak sekali resort maupun hotel tempat
menginap para wisatawan di sepanjang pantai, termasuk di bukit Malimbu ini.
Setelah puas menikmati
keindahan Pantai Senggigi dari atas bukit, perjalanan kami lanjutkan ke Teluk
Nare untuk menyeberang ke Gili Terawangan. Perjalanan dari Sekotong ke Teluk
Nare ini memakan waktu sekitar dua setengah jam. Selain Teluk Nare, wisatawan
juga bisa memilih menyeberang dari Bangsal. Dari Teluk Nare kami menyewa slow boat yang bisa memuat lebih banyak
orang daripada speed boat, karena
kami total bersembilan belas orang dalam trip
ini. Harga sewa slow boat adalah 400
ribu rupiah sekali jalan.
Penyeberangan dari
Teluk Nare ke Gili Terawangan memakan waktu sekitar 45 menit. Sungguh-sungguh perjalanan
yang menegangkan dan sensasional, apalagi
ketika slow boat menerjang
ombak besar, kami semua seperti terombang-ambing di tengah lautan. Suara
teriakanlah yang dapat melepaskan kami dari rasa tegang. Untungnya setiap
penumpang dilengkapi dengan jaket pelampung, sehingga membuat kami merasa lebih
aman. Selain itu, sebelum slow boat
berjalan, kami sudah diwanti-wanti
bahwa seberapa pun besar ombak
mengguncang, kami tidak boleh berpindah posisi selama di dalam slow boat, ini untuk menjaga
keseimbangan karena boat ini tidak
dilengkapi dengan sayap keseimbangan. Dan, wejangan itu kami taati baik-baik.
Sampai di Gili
Terawangan waktu telah menunjukkan kira-kira pukul 14 WITA (Waktu Indonesia
Bagian Tengah). Kami pun langsung check
in di homestay (rumah penduduk).
Cukup mahal juga harga penginapan di sini, untuk menyewa sebuah homestay dengan fasilitas 4 kamar tidur,
satu kamar mandi, ruang tamu, dan dapur kami harus membayar 2,5 juta rupiah
untuk semalam. Itu pun lokasinya cukup jauh dari pantai, sekitar 300 meter.
Harga sewa homestay yang berlokasi
dekat pantai bisa jauh lebih mahal lagi. Selain homestay untuk bermalam, kami juga menyewa sepeda. Sepeda
diperlukan untuk menyusuri pantai dari satu ujung pulau ke ujung lainnya. Harga
sewa sepeda adalah 10 ribu rupiah per jam atau paket per hari 25 ribu rupiah.
Pemandangan di Gili
Terawangan sangatlah eksotik, pantainya landai, ombaknya besar sehingga sangat
cocok untuk berselancar, dan pemandangan pulau-pulau di kejauhan....oh...indahnya. Sayangnya, kebebasan seakan
diumbar di sini. Ya, selama sehari
semalam di Gili Terawangan, saya merasa seperti orang asing di negeri sendiri.
Pulau kecil ini bak di negeri kulit putih, banyak sekali bule yang berjemur di
pantai dengan bikini. Kehidupan malam bak di negara Barat, bahkan lebih barat
dari Barat sendiri, dengan klub malam, minuman beralkohol, dan hingar-bingar
musik diskotik yang buka 24 jam....wow....seperti
bukan sedang di Indonesia. Di malam hari, kita bahkan bisa melihat suasana
hingar-bingar diskotik itu sambil jalan-jalan menyusuri jalan di sepanjang
pantai tanpa harus masuk ke diskotik, karena pintunya selalu terbuka
lebar-lebar. Semua orang pun bisa masuk ke diskotik ini asal bayar.
Deretan pertokoan di
sepanjang pantai yang menjual aneka suvenir khas Lombok, rumah makan, dan club malam semuanya memasang tarif
berstandar dolar. Belanja apapun di pulau ini terasa sangat mahal dibandingkan
di tempat lain. Sebenarnya, sangat asyik dan romantis makan malam dengan aneka
menu ala Barat yang tersedia di rumah makan terbuka di sepanjang pantai, tetapi
sayang harganya selangit, belum lagi tentang status kehalalannya yang meragukan.
Untungnya, ada dua
hal yang menjadi penetral suasana di Gili Terawangan ini, yaitu sebuah pasar
rakyat dan sebuah masjid yang cukup megah.
Di pasar rakyat kita bisa menemukan makanan ala Indonesia dengan harga
merakyat, misalnya bakso, sate, soto, dan lain-lain dengan harga per porsi 15
ribuan. Sebuah masjid, juga terasa aneh di tengah suasana kebarat-baratan. Di
pulau kecil ini kita yang berpakaian rapih dan sopan ala timur akan terasa
menjadi minoritas di tengah sliwar-sliwer
bule-bule berpakaian minim, belum lagi kalau kita jalan-jalan di tepi
pantainya, maka pemandangan perempuan-perempuan bule berbusana minim alias
berbikini ria akan menjadi hal yang sangat biasa. Oleh karena itulah, suara
adzan yang menggema dari pengeras suara masjid tersebut terasa sangat
menyejukkan di telinga saya. Di sinilah saya baru tersadar bahwa saya sedang
berada di Lombok, Indonesia, yang mayoritas penduduknya adalah muslim, bukan di
negeri para bule itu.
2. KEINDAHAN
PANTAI SEKOTONG DAN GITA NADA (GILI NANGGU, TANGKONG, DAN SUDAK)
Pantai-pantai di
Sekotong Lombok Barat sangat indah. Sepanjang perjalanan dari Bandara Lombok
Praya menuju Sekotong, kita disuguhi pemandangan pantai-pantai yang sangat
indah, apalagi di saat air laut surut. Keindahan ini telah memancing investor
asing untuk membangun villa bergaya resort,
“Sun Dancer”, di tepi pantai yang sangat indah di Sekotong. Sayangnya,
villa yang sudah selesai dibangun beberapa tahun silam tersebut sampai saat ini
belum beroperasi karena ada masalah dalam hal kepemilikan.
Pantai Sekotong juga
telah menjadi tujuan wisata menarik di
Pulau Lombok, terutama setelah mulai ramainya wisatawan yang berkunjung ke Gili
Nanggu, Tangkong dan Sudak yang harus dijangkau dengan perahu motor dari dermaga
Sekotong. Ketiga gili yang biasa disingkat dengan GITA NADA tersebut telah
dikelola menjadi destinasi wisata Lombok Barat dan mulai terkenal, meskipun belum
sepopuler Gili Terawangan. Dengan menyewa 3 perahu motor bersayap dengan harga
500 ribu rupiah, kami berangkat dari dermaga Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong
menuju lokasi ketiga gili. Di sepanjang perjalanan, pemandangannya sangat
indah, pemandangan pulau-pulau kecil, Karamba Jaring Apung (KJA) untuk
memelihara ikan kerapu, dan pemancing ikan yang menggunakan ban pelampung untuk
berdiri di tengah laut.
Hari itu, cukup ramai
juga perahu-perahu motor wisatawan yang sama-sama akan menuju ke GITA NADA. Di
Gili Tangkong dan Sudak kami tidak mendarat, hanya di Gili Nanggu saja kami
mendarat dan memuaskan diri bermain air di pantainya dan menikmati
pemandangannya yang indah. Ketiga pulau
tersebut tidak seberapa besar dan luasnya masing-masing hampir sama, tetapi
dari ketiga pulau itu yang memiliki penginapan hanyalah Gili Nanggu. Bentuk
rumah-rumah penginapannya bergaya rumah adat Suku Sasak, suku asli Lombok,
dengan tarif menginap per malam adalah sekitar 300 ribu rupiah. Selama di Gili
Nanggu ini wisatawan asing banyak yang snorkeling
atau diving di pantainya yang indah
untuk melihat pemandangan terumbu karang di bawah air.
3. KEINDAHAN
PANTAI-PANTAI DI LOMBOK TENGAH: KUTA DAN TANJUNG AAN
Pulau Lombok juga
punya Kuta, tepatnya di pesisir Kabupaten Lombok Tengah. Oleh karena itulah,
pantainya dinamakan Pantai Kuta. Pantainya landai berpasir putih, dan sangat
indah pemandangannya. Apalagi dinikmati saat sore menjelang senja. Pemandangan
pulau karang kecil yang dapat dijangkau saat air laut surut menambah keindahan
pantai ini. Desa Kuta dengan keindahan pantainya ini mulai menjadi tempat
tujuan wisata yang menarik sejak didirikannya banyak hotel di sini. Selain
keindahan alam yang dapat dinikmati, sekali dalam setahun juga diadakan upacara
adat suku Sasak yang bernama Bau Nyale. Dalam upacara adat ini para pelaut
mencari cacing Nyale. Menurut cerita, dahulunya ada seorang puteri bernama Puteri
Mandalika yang sangat cantik, banyak pemuda dan pangeran yang ingin menikah
dengannya. Karena tidak dapat mengambil keputusan untuk memilih, maka dia
terjun ke laut dan berjanji akan datang setahun sekali. Rambutnya yang panjang
kemudian menjadi cacing Nyale tersebut.
Pantai Tanjung Aan
juga terletak di Kuta, Lombok Tengah. Lokasinya berdekatan dengan Pantai Kuta. Jarak
dari Senggigi ke pantai ini sekitar 1 jam. Keunikan dari pantai ini adalah
mempunyai dua tipe pasir yang berbeda dalam satu garis pantai, yaitu pasir
merica dan pasir putih. Di sini banyak anak-anak kecil yang menjajakan pasir
merica di dalam botol air mineral dengan harga 1000 – 2000 ribu rupiah sebagai
penghias akuarium.
Keindahan
pantai-pantai di Lombok Tengah memang menakjubkan, menurut saya bahkan melebihi
Pantai Kuta dan pantai-pantai lainnya di Bali. Sayangnya, ada dua hal yang
terasa sangat mengganggu, yaitu kondisi jalan yang jelek, banyak lubang dan rusak,
serta banyaknya pedagang asongan yang menawarkan dagangannya setengah memaksa
kepada pengunjung. Sebagai destinasi wisata yang sangat potensial, tentu saja
hal ini perlu diperhatikan dan dibenahi oleh pemerintah daerah setempat.
4.
KEMEGAHAN DAN ROMANTISME GUNUNG RINJANI
Secara administratif,
Gunung Rinjani terletak di tiga wilayah kabupaten, yaitu Lombok Timur, Lombok
Tengah dan Lombok Barat. Gunung berapi tertinggi ke dua di Indonesia setelah
Gunung Jawawijaya di Papua ini memiliki ketinggian di atas 3000 m dpl. Gunung
yang merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Rinjani ini merupakan gunung
favorit para pendaki, karena keindahan pemandangan dan suasana romantisnya,
terutama dengan adanya pesona Danau Segara Anak yang mempunyai ketinggian
sekitar 2000 m dpl, kedalaman lebih dari 200 m dan mempunyai bentuk seperti
bulan sabit dengan luasan sekitar 1.100 ha ini.
Untuk mencapai Danau
Segara Anak dapat dilakukan dari jalur pendakian Senaru atau Sembalun. Menurut
keterangan seorang pendaki yang kami temui, Gunung Rinjani saat ini sudah tidak
aktif, yang aktif justru anak Gunung Rinjani yang terletak di tengah Danau
Segara Anak. Tentu saja kami tidak sampai ke Segara Anak, apalagi ke puncak
Rinjani. Kami cukup mengunjungi Rinjani di Sembalun, menikmati dan mengagumi
pesona Rinjani dari kakinya saja. Sungguh, keindahan dan romantisme Rinjani
dapat kami rasakan dari kakinya, decak kagum dan rasa syukur kami panjatkan
karena kami berkesempatan menikmati Rinjani. Tak lupa kami berfoto-fotoan
sepuasnya, ditemani monyet-monyet liar yang keluar dari hutan dengan malu-malu
di tengah rintik hujan saat kami membagikan makanan untuk mereka.
Di kaki Rinjani kami
juga mengunjungi agrowisata “Lembah Rinjani Villa & Resto”. Sayangnya,
kebun buah apel, strowberry dan
sayuran sedang tidak bisa dipanen. Musim hujan banyak mengakibatkan tanaman
buah dan sayuran gagal panen. Di lokasi ini, bagi pengunjung yang ingin
bermalam untuk menikmati romantisme di kaki Rinjani pada malam hari, tersedia
penginapan/villa dengan tarif 300 ribuan per kamar per malam. Selain ke lokasi agrowisata, kami juga
mengunjungi basecamp para pendaki
sebelum melakukan pendakian. Di sini tersedia jasa porter bagi yang ingin naik ke puncak Rinjani dengan tarif sekitar
200 ribu rupiah per orang.
5.
KEUNIKAN BUDAYA SUKU SASAK DI SADE DAN BAYAN
Suku Sasak adalah suku asli Pulau Lombok. Pada awalnya
suku ini menganut Animisme atau beragama Hindu, sampai Islam datang ke Pulau
Lombok sehingga akhirnya Islam menjadi agama mayoritas di pulau ini. Agar bisa
mengenal Suku Sasak lebih dekat, maka wajib mengunjungi dua destinasi, yaitu Kampung Sade di Lombok Tengah dan Masjid Bayan Beleq di Lombok Utara.
Kedua lokasi ini menjadi saksi atas masuk dan berkembangnya Islam di Pulau Lombok.
Kampung Sade terletak di Desa Rembitan, Pujut, Lombok
Tengah. Kampung ini terkenal mempertahankan adat suku Sasak. Penghuni kampung
ini ada 150 KK (Kepala Keluarga) yang menghuni 150 rumah adat khas Sasak.
Bangunan 150 rumah di kampung Sade ini seragam, yaitu beratap alang-alang,
berdinding bambu, dan berlantai tanah liat. Salah satu yang unik dari warga
kampung ini adalah cara mengepel lantai dengan kotoran kerbau. Meskipun
demikian, saat saya mencoba masuk ke salah satu rumah, sama sekali tak tercium
bau kotoran kerbau.
Setiap rumah di Kampung Sade memiliki beberapa ruang,
salah satunya adalah kamar untuk anak gadis yang terletak tersembunyi dekat
dapur. Tersembunyi, karena ada adat menculik anak gadis yang dilakukan oleh
keluarga seorang laki-laki yang menginginkan meminang anak gadis tersebut (adat
“Merarik”). Oleh karena itu, agar anak gadisnya tidak diculik oleh sembarang
laki-laki, maka kamar anak gadis harus terletak tersembunyi.
“Wetu Telu” adalah kepercayaan yang dianut oleh Suku
Sasak, yang mempunyai filosofi bahwa kepercayaan Suku Sasak berasal dari
gabungan tiga hal, yaitu Animisme, Hindu dan Islam. Dulunya, Suku Sasak
menganut Islam Wetu Telu, yaitu bersembahyang hanya 3 kali dalam sehari. Akan
tetapi, saat ini 100 persen penduduk Kampung Sade sudah menganut Islam yang sempurna,
yang menjalankan sholat 5 waktu dalam sehari, bahkan di tengah-tengah kampung
Sade berdiri sebuah masjid yang cukup bagus dan bersih berlantai keramik. Tentu
saja khusus untuk masjid ini, lantainya tidak pernah dipel dengan kotoran
kerbau.
Warga Kampung Sade menyadari bahwa desanya yang terletak
di tepi jalan raya yang lebar dan mulus tersebut telah menjadi desa wisata,
sehingga mereka pun memanfaatkannya untuk mendapatkan penghasilan, yaitu dengan
menjual jasa guide maupun berjualan suvenir
khas Lombok di depan rumah mereka. Beraneka produk kerajinan dijual di sini,
terutama adalah produk-produk yang
berbahan dasar kain tenun yang dibuat oleh kaum wanita Suku Sasak.
Belanja di kampung ini harus pandai-pandai menawar jika tidak ingin mendapatkan
harga yang selangit.
Selain Kampung Sade di Lombok Tengah, maka Masjid Bayan Beleq di Kecamatan Bayan
Kabupaten Lombok Utara ini juga wajib dikunjungi untuk lebih mengenal sejarah
perkembangan Islam di Lombok. Meski bentuknya sangat sederhana, yaitu
berdinding bambu serta beratap ijuk dan potongan-potongan bambu, masjid pertama
di Lombok yang dibangun pada Abad 17 ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya
yang dilindungi oleh pemerintah RI.
Di dekat
bangunan masjid, terdapat beleq (makam besar) salah sorang penyebar
agama Islam pertama di kawasan ini, yakni Gaus Abdul Rozak, serta dua gubuk lagi yang di dalamnya terdapat makam
dua tokoh agama yang turut membangun masjid tersebut. Di depan masjid juga
terdapat gentong/padasan untuk mengambil
air wudhu.
Di Desa Bayan juga ada kepercayaan “Wetu Telu”, tetapi
seperti halnya di Kampung Sade, kepercayaan Islam Wetu Telu yang mengerjakan
sholat hanya 3 kali dalam sehari itu sekarang sudah tidak ada lagi. Mereka kini
telah menjalankan ibadah sholat 5 waktu dengan sempurna. Kisah tentang Wetu
Telu yang melaksanakan sholat hanya 3 kali dalam sehari tersebut diduga karena pada
jaman dulu para penyebar Islam yang
berusaha mengenalkan Islam pada Suku Sasak secara bertahap itu
meninggalkan Pulau Lombok sebelum mengajarkan ajaran Islam dengan lengkap.
Dari wawancara kami dengan pemandu dari Desa Bayan,
dikatakan bahwa Wetu Telu sebenarnya adalah sebuah filosofi tentang kehidupan,
bahwa dalam hidup ini ada yang beranak, bertelur dan bertumbuh. Yang beranak adalah manusia dan sebagian hewan,
yang bertelur adalah sebagian hewan, dan yang bertumbuh adalah tanaman.
Dalam kesehariannya, masjid kuno yang pernah mengalami
perbaikan ini tidak digunakan untuk sholat. Sehari-hari, masyarakat Bayan melaksanakan
sholat lima waktu di masjid lain yang ada di Bayan. Hal ini kami buktikan
sendiri, pada saat kami datang berkunjung pas datang waktu maghrib, dan tidak
ada aktivitas ibadah sama sekali di masjid ini. Masjid kuno ini hanya digunakan
pada saat perayaan hari-hari besar Islam, seperti pada perayaan Maulid Nabi
Muhammad SAW. Upacara adat yang meriah dilakukan di halaman masjid untuk
merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW, yaitu upacara pukul-pukulan rotan. Perayaan
Maulid Nabi ini dilakukan selama dua hari, dan para pengunjung diwajibkan
memakai baju adat Sasak. Hal yang unik lagi adalah bahwa yang boleh sholat di
dalam masjid ini adalah para pemuka agama dan pemuka adat. Masyarakat lain hanya bisa sholat di halaman
masjid tersebut.
Saat ini Masjid Bayan Beleq menjadi salah satu destinasi
wisata di Lombok Utara. Di seberang jalan dekat lokasi masjid juga terdapat art shop yang menjual suvenir khas
Lombok dan Sasak. Sayangnya, akses menuju Desa Bayan tidak bagus karena harus
melewati jalan yang rusak dan menjadi jalan air kalau hujan.
6.
ADAT NYONGKOLAN
“Nyongkolan” adalah bagian
dari prosesi adat pernikahan Suku Sasak, yaitu upacara adat mengarak kedua
mempelai ke pihak keluarga pengantin perempuan. Perlu diketahui bahwa sebelum
dinikahi, seorang perempuan akan diculik oleh pihak laki-laki terlebih dahulu
(adat “Merarik”). Setelah dicuri dan dinikahi, Si Perempuan ini akan tinggal di
keluarga laki-laki sampai sebulan kemudian. Setelah kira-kira sebulan, maka diadakanlah
upacara adat “Nyongkolan”.
Upacara adat ini
sangat unik. Kedua mempelai, keluarga pengantin laki-laki dan semua
pengiringnya berpakaian adat Sasak, berjalan kaki menuju rumah keluarga mempelai
perempuan, seberapa pun jauhnya. Semakin banyak rombongan alias semakin memenuhi
badan jalan dan membuat macet di
sepanjang jalan yang dilaluinya, maka semakin banggalah keluarga sang
pengantin. Kami mengalami bertemu dengan rombongan adat ini. Sayangnya, kami
tidak sempat mengabadikannya dengan kamera. Sungguh unik, inilah kemacetan
jalan raya yang sangat dimaklumi oleh masyarakat di Lombok.
7.
KISAH SERIBU MASJID
Pulau Lombok, seperti
halnya di Sumbawa dan wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat lainnya, terkenal
dengan slogan seribu masjid. Penduduk yang mayoritas muslim tersebut seakan
berlomba membangun dan mempermegah masjid, sehingga selama kami berada di
Lombok, setiap kali mampir sholat di masjid yang kami lewati di sepanjang
perjalanan kami keliling Pulau Lombok, pasti sedang dilakukan pemugaran masjid.
Masjidnya megah-megah, terkadang kontras dengan rumah-rumah warga di
sekitarnya. Ya, masyarakat Lombok memang sangat bangga jika memiliki masjid
yang sangat megah. Tetapi, ada satu hal yang membuat kami heran, masjid-masjid
yang megah tersebut rata-rata tidak dilengkapi dengan fasilitas toilet yang
memadai, bahkan ada yang tidak memiliki toilet. Kami sempat dibuat kelabakan ketika mampir di sebuah masjid
megah yang sedang direnovasi. Ketika mau
numpang ke toilet...eh ternyata
tidak ada toiletnya. Ternyata, ada keyakinan dalam masyakarat muslim Lombok
bahwa masjid harus dijauhkan dari hal-hal najis sehingga harus jauh dari
toilet, bahkan ada masjid yang sampai tidak punya toilet sama sekali, atau
kalau ada pun kondisinya memprihatinkan, tidak sebanding dengan kemegahan
masjidnya. Oh, inilah budaya,
masing-masing daerah punya cara sendiri-sendiri. Kami pun jadi maklum...
8.
MAKANAN KHAS
Makanan khas Lombok
didominasi oleh rasa pedas dengan aroma terasi Lombok yang khas. Cukup banyak
makanan khas Lombok yang bisa dinikmati, ada plecing kangkung, sambal beberuk,
nasi puyung, sate sapi khas Lombok, ayam Taliwang, dan aneka sea food. Saya telah mencicipi semua
makanan itu. Plecing kangkung terbuat dari kangkung yag direbus kemudian
diguyur dengan sambal khas Lombok yang sangat pedas dengan aroma khas terasi
Lombok. Kangkung Lombok sangat khas rasanya, sangat berbeda dari kangkung pada
umumnya, karena terasa lebih segar dan tidak alot. Sambel beberuk juga sangat
pedas, dan aroma terasi Lomboknya juga
sangat terasa.
Nasi puyung adalah
semacam nasi campur dengan lauk kering jerohan
ayam dan belut yang diiris-iris kecil. Semua lauk tersebut dibakar dulu sebelum
dimasak. Rasanya pedas sekali, sepedas “oseng-oseng mercon” khas Yogyakarta.
Ayam Taliwang, adalah ayam khas dari daerah Taliwang yang berukuran kecil, yang
dibakar dengan bumbu pedas, dimakan dengan kuah sambal khusus. Sate khas Lombok
terbuat dari daging sapi yang diproses seperti membuat sate pada umumnya, hanya
bumbunya saja yang berbeda dari bumbu sate di Jawa. Dari sekian banyak makanan
khas itu, saya paling suka plecing kangkung dan sambal beberuk....hmm...pedas dan aroma terasinya menggoda
selera makan.
Sekian banyak makanan
khas Lombok di atas tidak mungkin dijadikan oleh-oleh untuk dibawa pulang ke
Jawa. Tentu saja makanan yang awet yang bisa dibawa pulang untuk oleh-oleh.
Oleh karena itu, sebagai oleh-oleh khas Lombok, kami membeli aneka makanan dari
bahan dasar rumput laut yang dijual di Phoenix
Food yang berlokasi di Jalan Pejanggik 48C, Mataram.
9.
SUVENIR
KHAS LOMBOK DI LOMBOK EXOTIC,
SEKARBELA, DAN SUKARARA
Kalau di Yogya ada
kaos DAGADU, di Bali ada JOGER, maka di Lombok ada LOMBOK EXOTIC yang beralamat di Kompleks MGM Plaza, Jl Chairil
Anwar No.6 Mataram. Di Lombok Exotic
ini kita bisa membeli aneka suvenir khas Lombok, seperti tenun Lombok, batik
Lombok, pernak-pernik khas Lombok, dan terutama adalah kaos Lombok. Harga
barang-barang yang dijual pun bervariasi, banyak pilihan harga. Saya pun
membeli banyak barang, terutama kaos-kaos dengan gambar-gambar khas Lombok,
sebagai oleh-oleh.
Selain Lombok Exotic, lokasi lain di Mataram
yang wajib didatangi untuk berburu oleh-oleh adalah Sekarbela yang merupakan
pusat emas dan mutiara Lombok. Kami pun tak lupa pula ke sini untuk membeli
perhiasan mutiara sebagai kenang-kenangan. Cerita tentang Sekarbela dan mutiara
Lombok ini telah saya tulis di “Ekspedisi Keluarga ke Pulau Lombok”.
Satu tempat lagi yang
kami kunjungi untuk berburu oleh-oleh khas Lombok adalah Desa Sukarara (baca:
Sukarare), yang terletak di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah. Di sini
sebagian besar penduduknya adalah Suku Sasak, sehingga di daerah inilah
pusatnya tenun Sasak khas Lombok.
Kami mengunjungi
sebuah outlet tenun yang sangat
terkenal di Sukarara. Di sini dijual berbagai macam kain tenun dengan motif khas
Suku Sasak, dan yang membuatnya pun orang-orang dari Suku Sasak. Di outlet ini pengunjung bisa mencoba
menenun langsung. Dari sini saya baru tahu bagaimana membedakan kain tenun yang
ditenun secara manual dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), dan kain tenun yang
ditenun dengan mesin. Kain tenun ATBM khas Suku Sasak pun ternyata terdiri dari
dua jenis, yaitu tenun songket dan tenun ikat.
Tenun songket dibuat
oleh para wanita, dibuat secara detil dan memerlukan waktu lama, bahkan bisa
sampai 3 bulan untuk menjadi selembar kain, sedangkan tenun ikat lebih
sederhana dan dibuat oleh para pria Sasak. Saya pun jadi tahu bagaimana membedakan
tenun songket dan tenun ikat. Setelah mencoba menenun songket, yang ternyata
sangat rumit serta memerlukan kecedasan dan ketelatenan untuk melakukannya,
saya jadi paham mengapa harga kain tenun songket sangat mahal, bisa mencapai
jutaan rupiah per lembarnya. Sebagai
kenang-kenangan saya membeli satu set sarung bantal kursi dan taplak meja yang
terbuat dari kain tenun ikat, dan selembar kain tenun songket yang berfungsi
sebagai hiasan dinding.
Lombok-Sumbawa: 21 – 30 Desember 2013