Lombok
adalah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sangat terkenal eksotik
di Indonesia selain Bali. Itu pulalah yang menjadi magnet kuat bagi saya untuk
mengunjungi Lombok, mumpung ada adik saya yang sedang bermukim di sana,
tepatnya di Sekotong, Lombok Barat. Tentunya untuk acara bersenang-senang
seperti ini saya tidak berangkat sendirian,
tetapi bersama seluruh keluarga plus seorang adik bungsu saya dan
seorang pengasuh anak saya. Meskipun
ekspedisi ini sudah kami lakukan di pertengahan tahun 2007 silam, tetapi karena
ini kali pertama kami melakukan ekspedisi keluarga, maka saya ingin
menuliskannya di blog ini untuk sekedar berbagi pengalaman.
Mengapa
ini saya sebut sebagai ekspedisi, karena ini merupakan perjalanan panjang yang
mengemban misi mengenalkan sebuah pulau bernama Lombok kepada anak-anak saya sambil
bersilaturahim ke rumah adik saya, Arsyad. Adik saya adalah seorang peneliti di
Balai Budidaya Laut (BBL) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) di Sekotong,
Lombok Barat. Selain itu, saya juga ingin anak-anak saya
tahu bahwa negerinya adalah sebuah negeri kepulauan yang amat elok.
Awalnya
kami berniat naik pesawat. Tetapi, karena waktu itu puncak musim liburan, harga
tiket pesawat sangat mahal, sehingga jika naik pesawat akan menghabiskan banyak
dana untuk transportasi saja mengingat kami berangkat berenam. Akhirnya saya
dan suami memutuskan untuk mencoba jalan darat. Kami pun memilih bis Safari
Darma Raya yang sudah terkenal berstandard dan berkualitas bagus. Waktu itu
biayanya per seat Yogya-Mataram
adalah sekitar 350 ribu rupiah. Kami membeli tiket untuk 6 seat. Untungnya kami masih kebagian tiket, meskipun dapat di bagian
belakang. Bis ini sangat nyaman dan luas, memang didesain untuk jarak jauh atau
antar pulau. Kursinya bisa distel untuk tiduran. Space antar kursi juga luas, sehingga kami pun bisa menggelar tikar
di bawah tempat duduk jika ingin lesehan. Hal ini karena satu bis hanya berisi 25 seat.
Sebenarnya,
awalnya saya ragu-ragu juga mencoba jalan darat mengingat anak saya yang kecil,
Satria, masih berumur 1 tahun, apakah
nantinya tidak berisiko terhadap ketahanan fisiknya. Apalagi, sehari sebelum hari-H keberangkatan,
Satria mengalami demam. Hal ini sempat membuat saya bingung juga, tidak mungkin
membatalkan semua rencana yang telah tersusun rapih. Akhirnya kami pun tetap
memutuskan berangkat. Tak lupa pula suami saya menyiapkan obat turun
panas untuk Satria, dan di sepanjang perjalanan saya dan suami terus
berkomunikasi via telepon dengan Sari, adik saya yang seorang dokter untuk
memantau perkembangan Satria. Saya dan suami merasa sedikit lega karena kata Sari,
kemungkinan Satria hanya demam biasa, seperti yang biasa terjadi pada anak-anak
seusianya. Untunglah mbak Yati, pengasuh anak-anak saya sangat setia membantu
merawat Satria.
Perjalanan Panjang Lebih Dari 24 Jam
Dari
Yogyakarta bis berangkat pukul 3 sore dari pos Janti. Dini hari kemudian kami
sudah tiba di pelabuhan Banyuwangi dan antri untuk menyeberang ke Pulau Bali. Setelah
berlayar sekitar 30 menit dengan kapal ferri, kami pun tiba di pelabuhan
Gilimanuk, Bali. Bis pun kembali melanjutkan
perjalanan ke ujung Pulau Bali yang lain yaitu menuju pelabuhan Padang Bai untuk menyeberang ke Pulau Lombok.
Selama
perjalanan darat dari Yogyakarta sampai ke Bali ini, bis beberapa kali berhenti
untuk istirahat di rumah makan, memberikan kesempatan kepada para penumpang
untuk makan dan sholat, juga bagi yang ingin mandi. Saya sendiri tidak sempat
mandi, hanya cuci muka saja karena waktunya sangat terbatas, yang penting
Satria harus ganti popok dan baju setiap kali bis berhenti di rumah makan. Karena
harga tiket bis sudah termasuk konsumsi selama di perjalanan maka kami tidak
perlu membayar lagi saat makan di rumah makan, kecuali jika kami ingin makan di
luar yang telah disediakan oleh pihak Safari Darma Raya.
Lewat
tengah hari bis sampai di Pelabuhan Padang Bai. Cukup lama juga kami harus
antri untuk mendapatkan giliran menyeberang ke Pulau Lombok. Tetapi, lumayan
juga gara-gara menunggu lama, kami jadi bisa berjalan-jalan menikmati pelabuhan
Padang Bai sambil melemaskan otot-otot tubuh yang terlalu lama duduk di
bis.
Setelah
menunggu beberapa lama, akhirnya bis kami pun mendapatkan giliran memasuki
kapal. Sampai di dalam kapal kami dipersilakan turun dari bis dan memasuki
ruang penumpang. Saya sekeluarga menyewa sebuah kamar VIP milik awak kapal agar
bisa beristirahat, karena perjalanan menyeberang dari pelabuhan Padang Bai,
Bali sampai ke Pelabuhan Lembar, Lombok memakan waktu 5 jam.
Ombak
di bulan Juli termasuk besar, membuat saya tidak bisa berdiri tegak di atas
kapal, badan saya terhuyung-huyung, kepala pusing dan perut mual serasa mau
muntah. Maka saya pun lebih banyak tiduran di dalam kamar yang saya sewa itu daripada
di ruang duduk penumpang, meski saya sempat juga sebentar menikmati pemandangan
dari atas geladak kapal. Satria juga menghabiskan waktu selama 5 jam perjalanan
ini di dalam kamar. Saya khawatir juga
melihat keadaannya yang tampak lemas dan tidak bisa menikmati perjalanan karena
badannya masih demam, ditambah lagi dengan ombak besar yang mengguncang-guncang
kapal.
Akhirnya
kapal yang kami tumpangi merapat juga di Pelabuhan Lembar, Lombok. Hari telah malam
ketika kami sampai. Arsyad dan istrinya telah menunggu di pelabuhan dengan
mobil kantornya. Dari Pelabuhan Lembar, kami pun langsung melanjutkan
perjalanan dengan mobil ke Sekotong. Sekitar 2 jam kemudian, saat jam telah
menunjuk lewat pukul 9 malam, kami pun sampai di rumah dinas Arsyad di
Sekotong, Lombok Barat.
Hari-Hari di Sekotong
Di
pagi pertama, langkah pertama yang saya lakukan adalah membawa Satria ke
Puskesmas terdekat untuk memeriksakan kondisinya. Jarak Puskesmas terdekat sekitar 5 km. Arsyad
mengantar kami dengan mobil kantornya. Sepanjang perjalanan kami disuguhi
pemandangan pantai yang sangat indah. Ya, memang adik saya itu tinggal di tepi
pantai, dan jalan menuju Puskesmas pun menyusuri tebing di tepi pantai yang berkelok-kelok
indah. Sampai di Puskesmas, Satria
segera diperiksa oleh dokter. Alhamdulillah Satria baik-baik saja, dan diberi
obat untuk jaga-jaga saja.
Hari
pertama di Sekotong kami habiskan untuk istirahat di rumah sambil menikmati pemandangan
Pantai Sekotong yang sangat indah. Pantainya landai dengan ombak yang cukup
tenang. Kami juga berjalan-jalan ke kantor BBL melihat-lihat situasi di sana. Tampak
di kejauhan gili-gili (orang Lombok menyebut pulau kecil dengan “gili”) yang
seakan membentuk gugusan kepulauan, juga Gunung Agung di Bali yang tampak gagah di
kejauhan.
BBL
Sekotong banyak melakukan penelitian dan budidaya berbagai jenis komoditas laut,
antara lain kerang mutiara, ikan kerapu, kerang abalon, rumput laut, dan
lobster. Banyak mahasiswa dari berbagai universitas di Jawa yang melakukan kerja
praktek di sini. Saya sempat bertemu dengan beberapa mahasiswa dari Universitas
Diponegoro (UNDIP ) Semarang, UGM dan IPB. Arsyad banyak membantu dan membimbing
mereka.
Selama
di Sekotong saya menjadi orang pantai yang kerjaannya setiap hari berjalan-jalan
menikmati pantai Sekotong yang indah dan ke kantor BBL yang terletak di tepi
pantai itu. Saat yang menyenangkan bagi saya dan anak-anak saya adalah saat
pantai surut, biasanya lewat tengah hari. Saat surut inilah dapat dilihat aneka
hewan laut yang sulit ditemukan di pantai-pantai wisata di Jawa, ada teripang
atau timun laut dengan beberapa jenis, landak laut, aneka kerang, ikan hias,
dan bintang laut beraneka warna dan ukuran. Tidak
hanya berwarna putih dan merah muda, tetapi saya pun menemukan bintang laut berwarna
biru tua yang awalnya saya kira itu bintang laut mainan. Sungguh indah dan lucu.
Menikmati Pesona Lombok
Kami
tidak sempat menjelajah seluruh sudut Pulau Lombok karena berbagai
keterbatasan. Hanya beberapa tempat saja yang sempat kami kunjungi, tetapi yang
terpenting adalah kami telah sampai di Pantai Senggigi yang sangat terkenal
itu.
Pantai
Senggigi
Pantai yang terletak di sebelah barat pesisir
Pulau Lombok ini sangat terkenal hingga ke manca negara, seperti halnya Pantai
Kuta di Pulau Bali. Begitu memasuki area
Pantai Senggigi, semilir angin lembut menyapa dan terasa menenangkan jiwa. Pantainya
landai, ombaknya juga tidak terlalu besar, cocok untuk aktivitas berkano dan
berenang. Anak-anak saya tampak asyik bermain pasir dan berendam di pantai,
termasuk Satria yang sudah sehat kembali. Demikian juga saya. Banyak juga yang melakukan snorkeling untuk menikmati pemandangan
bawah laut yang indah. Di kejauhan
tampak Gunung Agung di Pulau Bali, menambah indahnya pemandangan.
Di
sepanjang pantai berjejer penjual sate khas Lombok. Sungguh nikmat duduk
lesehan di tepi pantai sambil menikmati sepincuk sate khas Lombok yang dimakan
bersama ketupat dan plecing kangkung. Plecing kangkung adalah makanan khas
Lombok yang terbuat dari rebusan kangkung yang diberi bumbu mirip dengan sayur gudangan
kalau di Jawa. Yang istimewa adalah kangkung Lombok sangat berbeda dengan
kangkung yang berasal dari Jawa, rasanya terasa lebih segar dan renyah tetapi
agak liat. Saking istimewanya kangkung ini, sampai-sampai banyak orang yang
membawa oleh-oleh kangkung segar setiap kali pulang dari Lombok. Padahal cara
menanam kangkung ini sama seperti halnya menanam kangkung kebanyakan di Jawa,
yaitu di sepanjang aliran sungai. Entah mengapa rasanya bisa beda, mungkin
karena alam Lombok yang khas, karena jika kangkung ini dibawa dan ditanam di Jawa,
rasanya akan berubah tidak seperti kangkung yang ditanam di Lombok.
Bagi
yang ingin menginap, banyak pilihan hotel tersedia di sekitar Pantai Senggigi,
dari yang kelas murah sampai hotel berbintang yang mahal. Tetapi karena Pantai
Senggigi dapat dijangkau dengan waktu hanya sekitar 2 jam dari Sekotong, maka
kami tidak perlu menginap di pantai ini.
Taman Narmada
Taman Narmada yang mempunyai luas sekitar 2 ha ini terletak di Desa Lembuak, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat atau sekitar 10 kilometer sebelah timur Kota Mataram. Taman ini merupakan cagar budaya peninggalan Hindu Bali. Pulau Lombok memang unik, menyimpan perpaduan budaya Hindu dan Islam yang sangat kental.
Menurut
sejarah, Taman Narmada dibangun pada tahun 1727 oleh Raja Mataram Lombok, Anak
Agung Ngurah Karang Asem, sebagai tempat upacara Pakelem yang diselenggarakan
setiap purnama ke lima Tahun Caka (Oktober-November). Selain tempat upacara,
Taman Narmada juga digunakan sebagai tempat peristirahatan keluarga raja pada
saat musim kemarau. Nama Narmada sendiri diambil dari nama anak Sungai
Gangga yang sangat disucikan oleh warga
India, yaitu Narmadnadi. Dan, Taman Narmada yang ada sekarang adalah hasil
serangkaian pemugaran yang telah berlangsung dari waktu ke waktu sehingga
menjadi seperti saat ini.
Tidak
banyak hal yang kami lakukan di Narmada, kecuali duduk-duduk menikmati indahnya
pemandangan perbukitan sambil makan sate dan plecing kangkung khas Lombok.
Sedangkan Raka, anak saya yang sulung, asyik berenang di kolam renang yang
tersedia di bagian bawah bukit. Suasana di sini adalah suasana khas pegunungan,
sama halnya seperti Kaliurang di Yogyakarta.
Taman Air
Mayura
Taman Air Mayura terletak di
pusat bisnis, atau tepatnya di Kecamatan Cakranagera, Kota Mataram, dan hanya
membutuhkan waktu sekitar 15 menit dari Narmada. Sebagai tempat wisata, di
sekitar lokasi ini pun banyak sekali penginapan dan restoran.
Menurut sejarah, sama halnya seperti
Taman Narmada, Taman Air Mayura dibangun pada masa Kerajaan Bali masih berkuasa
di Pulau Lombok, yakni sekitar tahun 1744 M oleh Raja Anak Agung Made
Karangasem. Oleh karena itulah bangunan taman air ini sangat kental nuansa
Hindu Bali. Mayura sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti Burung
Merak. Konon, pada masa kerajaan ini banyak sekali ular yang berkeliaran di
sekitar taman istana, sehingga dipeliharalah buruk merak untuk memangsa
ular-ular tersebut.
Taman
ini terdiri dari kolam-kolam yang ditata sedemikian rupa membentuk taman yang
asri dan indah dipandang. Di tengah kolam terdapat bangunan yang disebut Bale Kambang
yang merupakan simbol keadilan, karena pada jaman itu orang-orang yang
berperkara diadili di bangunan ini.
Untuk memasuki tempat yang sampai
sekarang masih digunakan untuk bersembahyang umat Hindu ini, kami membayar
dengan suka rela di kotak yang telah disediakan dan ditunggui penjaga. Kami
tidak lama berada di tempat wisata ini, hanya berkeliling sebentar di taman
yang tidak seberapa luas ini, berfoto-fotoan, dan kemudian keluar.
Sekarbela
Sekarbela (dibaca: Sekarbele) adalah
sebuah kecamatan di Kota Mataram, Lombok yang sebagian besar warganya bergelut
di bidang kerajinan perhiasan dari emas dan mutiara. Pulau Lombok memang
terkenal sebagai penghasil mutiara air laut, sedangkan mutiara air tawar yang
dijual di Sekarbela ini bukan dibudidayakan di Lombok. Sekarbela
sendiri merupakan kecamatan yang memiliki penduduk terpadat di Propinsi NTB. Saya
menggambarkan Sekarbela ini mirip seperti Kotagede di Yogyakarta yang terkenal
sebagai sentra kerajinan perhiasan dari perak.
Pada awalnya Sekarbela hanya merupakan sentra
kerajinan perhiasan emas dan perak saja, tetapi setelah budidaya mutiara di
Lombok semakin maju maka daerah ini juga menjadi sentra kerajinan perhiasan
mutiara. Konon emas dan mutiara laut Lombok terkenal sangat bagus kualitasnya,
bahkan ada yang mengatakan bahwa mutiara laut Lombok yang terkenal dengan
sebutan “South Sea Pearl” ini adalah
yang terbaik di dunia.
Ada berbagai bentuk dan warna dari mutiara-mutiara
ini, ada yang pink, putih, hitam dan ada yang keemasan (golden south sea pearl), sedangkan bentuknya ada yang bulat dan ada
yang agak lonjong sampai lonjong. Mutiara yang berkualitas bagus adalah yang
besar, bulat dan tidak ada ring atau
guratannya. Semakin besar, bulat dan mulus mutiara maka akan semakin mahal.
Warna juga menentukan harga, mutiara emas termasuk mempunyai harga yang sangat
mahal. Saya sendiri sempat membeli sebutir mutiara air laut berwarna putih dan
berbentuk bulat seharga 350 ribu rupiah yang kemudian saya minta tolong sekalian
agar dibuatkan untuk hiasan di liontin. Di Sekarbela, pengunjung memang bisa minta
tolong untuk dibuatkan perhiasan sesuai kehendaknya, tentu saja ada ongkosnya.
Mutiara air tawar mempunyai harga yang jauh lebih
murah dari mutiara air laut. Saya sempat membeli beberapa perhiasan bros perak
berhias mutiara air tawar berwarna pink untuk oleh-oleh teman-teman dan kerabat
saya.
Mataram
Mall
Ada
yang kurang rasanya jika tidak berkunjung ke pusat Kota Mataram sebagai ibukota
Propinsi Nusa Tenggara Barat. Dan, pusat kota selalu dicirikan dengan pusat
perbelanjaan. Oleh karena itulah kami sempatkan untuk mengunjungi Mataram Mall
yang merupakan pusat perbelanjaan terbesar di Mataram. Mall ini didirikan pada Tahun 2005, terdiri
atas 3 lantai dengan penyewa-penyewa yang sudah terkenal, seperti KFC dan
McDonalds.
Karena
mall bukan hal asing lagi di Yogyakarta, maka kami pun hanya sekedar berjalan-jalan
untuk mengetahui bagaimana suasana pusat kota Mataram dan bagaimana aktivitas perekonomian
di kota ini.
Pusat
oleh-oleh Phoenix Food
Sebelum
pulang ke Yogyakarta, kami sempatkan untuk
belanja oleh-oleh di Phoenix Food
yang berlokasi di Jalan Pejanggik No 48C, Mataram. Tempat ini merupakan
pusatnya berbagai macam makanan modern khas produksi Lombok, terutama berbahan
baku rumput laut, ada dodol, manisan, dll. Meskipun demikian, tidak hanya yang
berbahan dasar rumput laut saja, tetapi juga yang berbahan dasar buah-buahan,
seperti dodol tomat rasa kurma, dodol nangka, wortel, nanas, dll. Di sini juga tersedia madu Sumbawa.
Pusat
oleh-oleh ini sangat terkenal dan menjadi tujuan wisatawan untuk belanja
oleh-oleh. Saat kami datang, pengunjung lumayan padat. Cukup bingung juga saya
memilih-milih produk makanan yang ingin saya beli untuk oleh-oleh kerabat dan
teman-teman di Yogyakarta, karena saking banyaknya pilihan.
Saatnya Mengakhiri Ekspedisi
Hampir
seminggu saya sekeluarga berada di Lombok dan tinggal di rumah dinas Arsyad, saatnya kami harus pulang. Berat
juga meninggalkan pulau ini, karena sebenarnya banyak tempat menarik yang belum
sempat kami kunjungi, seperti Gili Trawangan yang sangat terkenal itu, dan
permukiman suku Sasak, suku asli Lombok. Dalam hati saya berniat suatu saat akan kembali lagi ke pulau ini, untuk
mengunjungi tempat-tempat eksotis yang belum sempat saya jamah tersebut. Dan di
perjalanan pulang ini, kami pun kembali menggunakan bis Safari Darma Raya, kali
ini dengan hati senang karena kami semua dalam kondisi sehat dan membawa cerita
menarik tentang Pulau Lombok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar