Mungkin
masih banyak orang yang merasa asing dengan dua kata ini, Pindul dan Srigethuk,
dua kata yang merupakan dua destinasi wisata di Kabupaten Gunung Kidul,
Propinsi Daerah Instimewa Yogyakarta. Sengaja dua destinasi tersebut saya tulis
dalam satu artikel karena selain keduanya sama-sama menawarkan aktivitas petualangan
menyusuri sungai, juga karena keduanya dapat dikunjungi dalam satu paket wisata
sekaligus. Selain itu, keduanya juga sama-sama memanfaatkan bagian dari Sungai
Oya yang mengalir di Kabupaten Gunung Kidul. Tetapi, meskipun sama-sama
menyusuri sungai, ada perbedaan yang mencolok di antara keduanya, yaitu Pindul menawarkan
petualangan menyusuri sungai bawah tanah alias di dalam gua dengan ban atau
yang biasa disebut “tubing”, sedangkan Srigethuk menawarkan petualangan menyusuri
sungai dengan rakit yang berujung pada suatu grojogan atau air terjun. Jadi, tidak
boleh lupa, untuk berwisata ke dua lokasi ini perlu membawa atau menyiapkan baju
ganti.
1. SENSASI PINDUL
Pindul
adalah nama sebuah gua yang terletak di Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung
Kidul. Gua ini menjadi istimewa karena aliran Sungai Oya melalui gua ini,
artinya ada bagian dari aliran Sungai Oya yang memasuki dan mengalir dalam Gua
Pindul. Menurut kisah yang diceritakan oleh masyarakat sekitar, nama Pindul
berasal dari singkatan “pipi kejendul” yang artinya “pipi yang tersenggol”. Jaman
dulu ada seorang yang membuang bayi di sungai ini dan ketika memasuki gua, pipi
bayi yang gembul itu menyenggol batu gua. Entah cerita itu benar atau tidak.
Agak
susah juga untuk sampai di tempat wisata ini, karena kurangnya tanda penunjuk jalan
menuju lokasi. Saya tertolong dengan adanya orang yang berjaga di tepi jalan arah
kota Wonosari yang menawarkan jasa memandu menuju lokasi gua secara gratis.
Mobil saya pun kemudian mengikuti di belakang 2 pemandu yang berboncengan motor
itu. Dari jalan raya tadi, kami mengikuti jalan belok ke kiri. Cukup jauh juga
kami mengikuti motor itu, sekitar 10 km kemudian kami sampai di lokasi.
Ternyata dua orang pemandu itu adalah tenaga marketing dari paket wisata “Panca
Wisata” yang nantinya juga menjadi pemandu kami berpetualang menyusuri Gua Pindul.
Gua
Pindul yang memiliki 3 pintu masuk, setiap pintunya dikelola oleh sebuah paket wisata,
salah satunya adalah Panca Wisata. Ada 2 paket aktivitas petualangan yang
ditawarkan oleh “Panca Wisata” yaitu tubing dan arung jeram (rafting).
Tubing
adalah aktivitas menyusuri gua sejauh kurang lebih 350 m dengan duduk di atas ban,
kira-kira dengan waktu tempuh 45 menit. Harga untuk aktivitas ini adalah 30
ribu rupiah per orang, sudah termasuk fasilitas ban, baju pelampung dan tenaga pemandu.
Sedangkan rafting adalah kegiatan menyusuri Sungai Oya dengan beberapa
jeram yang harus dilewati sejauh kurang lebih 2 km. Uniknya arung jeram ini
bukan dilakukan dengan perahu karet seperti yang biasa dilakukan di
tempat-tempat wisata rafting lainnya,
tetapi dengan ban seperti halnya tubing.
Harga paket aktivitas rafting ini
adalah 45 ribu rupiah per orang. Sayangnya, saya sekeluarga tidak mencoba rafting ini, hanya sempat mencoba tubing saja,
Musim
liburan membuat Gua Pindul dibanjiri pengunjung, sehingga saya sekeluarga harus
antri 1 jam lebih untuk bisa mencicipi tubing.
Menurut cerita seorang pemandu, Gua Pindul ini mulai dikelola dan dikembangkan menjadi
destinasi wisata sejak Tahun 2010 atas gagasan dan kreativitas dari mahasisswa
KKN UGM. Dan, dari hari ke hari Gua Pindul pun semakin terkenal dan semakin
banyak dikunjungi wisatawan, terutama di musim liburan. Untuk mengantisipasi
agar tidak antri, bisa melakukan booking dulu via telepon. Hal ini
penting terutama bagi pengunjung rombongan dengan jumlah banyak, dan bagi
rombongan yang ingin menginap pun juga tersedia penginapan di sekitar lokasi
ini.
Di
musim hujan ini air sungai tampak berwarna coklat susu karena material erosi
yang terbawa masuk ke sungai bersama air hujan. Kedalaman sungai di pintu gua
sekitar 3 meter, tetapi di dalam gua bisa mencapai 7-10 meter. Sebelum memasuki
gua, pemandu memberikan briefing
kepada peserta, terutama tentang tata cara melakukan tubing. Selain itu, bagi yang takut air dan kegelapan, disarankan
untuk tidak mengikuti petualangan ini, tetapi cukup melihat mulut gua dari tepi
sungai saja.
Setelah
berdoa bersama yang dipimpin oleh pemandu, maka petualangan pun segera dimulai.
Kami memasuki gua secara bergandengan ban. Di setiap ban terdapat dua tali di
kanan kirinya untuk tempat saling berpegangan antar orang yang duduk di ban
tersebut, agar tidak terlepas dari rombongan. Jadi, dari jauh tampak sebagai
rantai ban yang setiap ban itu diduduki oleh satu orang. Dalam satu rombongan
sekali masuk kurang lebih ada 25 orang dengan pemandu 3-4 orang. Para pemandu
akan menarik ban dan mengarahkan agar tidak salah arah atau mengalir menabrak dinding
gua atau stalagtit. Para pemandu juga telah siap dengan helm yang dilengkapi
senter untuk penerangan di dalam kegelapan gua.
Selama
menyusuri gua, para pemandu aktif memberikan penjelasan segala hal tentang isi
Gua Pindul ini, jadi kami bisa menikmati keindahan isi gua sambil mendengarkan
penjelasan tentang apa-apa yang kami lihat. Gua Pindul memiliki lubang di atas
gua (luweng). Ada dua luweng, yang pertama di dekat pintu masuk dan yang ke dua
di dekat pintu keluar. Luweng yang di dekat pintu masuk tertutup oleh bangunan
rumah walet di atasnya, jadi dari dalam gua dapat dilihat bangunan rumah itu.
Sayangnya rumah walet itu adalah proyek rumah walet yang gagal. Menurut orang
yang paham tentang walet, suhu di dalam rumah itu terlalu panas sehingga tidak
ada burung walet yang mau tinggal di rumah itu. Luweng yang ke dua terletak di
dekat pintu keluar, dan di sinilah keindahan cahaya matahari yang masuk ke gua
dapat dinikmati. Betul-betul indah, hingga bagi yang bisa berenang dipersilakan
untuk berenang sepuasnya sebelum keluar dari gua. Di tempat ini juga biasanya
pengunjung kemudian berfoto ria di bawah cahaya matahari yang memasuki gua.
Selain
luweng, gua yang di jaman dulu digunakan sebagai tempat pertapaan ini juga
mempunyai stalagtit dengan aneka bentuk yang sangat indah. Ada dua stalagtit
yang terbesar. Saat melewati dua stalagtit besar ini perlu hati-hati agar
kepala tidak membenturnya. Selain itu ada juga stalagtit termuda yang masih
aktif meneteskan air. Menurut kepercayaan, bagi perempuan yang lewat di bawah
stalagtit ini dan mendapat tetesannya maka akan awet muda dan cantik. Ah, ada-ada saja.
Secara
umum stalagtit dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu jenis yang masih hidup
(aktif) dan yang sudah mati (tidak aktif lagi). Yang masih aktif dicirikan
dengan masih adanya tetesan-tetesan air dari stalagtit itu, sedangkan yang
sudah tidak aktif tidak ada lagi tetesan-tetesan air,
Di
dalam gua juga ada kehidupan liar, yaitu dengan adanya gerombolan burung sriti
dan kelelawar yang tinggal di langit-langit gua. Ada dua jenis kelelawar, yaitu
jenis pemakan serangga (kampret) dan
jenis pemakan buah (kalong atau codot). Hewan-hewan itu tampak
beterbangan saat rombongan kami lewat.
Selama
hampir satu jam perjalanan menyusuri gua dengan tubing, betul-betul sensasi yang luar biasa. Anak saya yang masih
berumur 6 tahun pun sangat menikmati aktivitas ini. Betul-betul menjadi
petualangan yang sangat berkesan dan sensasional.
2. SENSASI PAKET SRIGETHUK
Srigethuk
merupakan nama sebuah grojogan atau air terjun yang terletak di Desa Bleberan,
Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul. Obyek wisata Srigethuk ini merupakan
satu kesatuan paket dari Desa Wisata Bleberan yang dikelola oleh masyarakat Desa
Bleberan. Selain air terjun Srigethuk, obyek lainnya
adalah Gua Rancang Kencono dan Gelar Budaya. Atraksi budaya biasanya
digelar di tanah lapang yang terdapat di dekat lokasi Gua Rancang Kencono. Ada
jadwal yang terpampang di lokasi, meliputi pentas musik tradisional, kethoprak,
wayang kulit, tarian, dll. Saat saya sekeluarga berkunjung, sedang diselenggarakan
pentas musik campursari.
Untuk
memasuki area desa wisata ini sangatlah murah, cukup membayar 5000 rupiah per
orang, sedangkan biaya parkir kendaraan gratis. Sebelum menuju Srigethuk,
pengunjung didesain untuk pertama kali mengunjungi gua Rancang Kencono. Untuk
menjelajahi gua yang tidak begitu luas ini kami meminta panduan dari guide dengan memberi uang seikhlasnya
untuk kas desa, tetapi kami memberinya 20 ribu rupiah. Penjelasan dari guide sangat membantu untuk mengetahui
riwayat gua ini.
Gua
Rancang Kencono mulutnya sangat lebar, memiliki satu ruang utama dan ada satu
ruang tersembunyi yang cukup luas tetapi untuk memasukinya harus melewati pintu
yang sangat sempit yang hanya bisa dilewati oleh satu orang dengan cara
berjongkok. Untuk memasuki ruangan tersembunyi yang gelap tanpa cahaya ini,
kami telah menyewa senter yang dijajakan di depan mulut gua oleh anak-anak desa
seharga 2000 rupiah saja. Di salah satu dinding dalam ruang tersembunyi inilah
terdapat prasasti tentang janji untuk tetap bersatu. Ya, dalam sejarahnya gua
ini pernah menjadi tempat persembunyian prajurit Kerajaan Mataram yang berjuang
melawan penjajah Belanda, dan merancang perjuangan dari gua ini. Oleh karena itulah
nama gua ini Rancang Kencono.
Selain
itu, di dekat mulut gua juga terdapat peninggalan kerajaan Hindu berupa batu
berbentuk patung sapi dan sebuah yoni. Di sisi lain gua juga ada sebuah lorong
yang sangat sempit dan bahkan tertutup sedimen yang konon jika ditelusur akan
menuju ke Sungai Srigethuk tempat air terjun Srigethuk mengalir. Sungai
Srigethuk sendiri merupakan bagian dari Sungai Oya.
Setelah
dirasa cukup menjelajahi Gua Rancang Kencono, kami pun kemudian kembali ke
mobil dan melanjutkan perjalananan menuju Srigethuk yang jaraknya sekitar 200
meter dari lokasi gua. Jalan antara Gua Rancang Kencono dan Srigethuk belum
beraspal dan sangat licin saat musim hujan sehingga harus hati-hati dalam
menjalankan laju mobil.
Benar
juga, sensasi Srigethuk terletak pada aktivitas menyusuri sungai dengan rakit
menuju lokasi air terjun. Sebelum menaiki rakit kami membayar tiket dulu di
loket dekat dermaga. Harga tiket cukup murah, 10 ribu rupiah per orang pulang
pergi (PP). Satu rakit hanya bisa diisi oleh maksimal 10-12 penumpang. Tersedia
3 rakit di lokasi wisata ini. Karena sedang musim liburan sekolah, maka kami
harus antri sekitar 30 menit dulu sebelum bisa menaiki rakit. Sebenarnya, bisa
juga tidak naik rakit, yaitu berjalan kaki mengambil jalan memutar menyusuri
bukit sekitar 500 meter menuju air terjun Srigethuk. Saya lihat ada serombongan
bule yang memilih jalan kaki untuk mencapai lokasi air terjun. Tetapi bagi saya
menaiki rakit lebih asyik dan sensasional daripada harus berjalan kaki.
Jarak
dari dermaga rakit ke air terjun tidak begitu jauh, hanya sekitar 300 meter.
Pemandangan di kanan kiri sungai didominasi oleh bukit dengan pohon dan
semak-semak yang cukup rimbun. Di salah satu sisi bukit sebelum mencapai air
terjun Srigethuk, tampak air terjun kecil yang airnya jatuh ke sungai. Di musim
hujan ini, air sungai tampak keruh berwarna coklat susu karena adanya material
erosi yang masuk ke sungai terbawa aliran air hujan.
Setelah
rakit sampai di lokasi air terjun Srigethuk, maka kami pun kemudian turun,
sedangkan rakit kembali bolak-balik dermaga–air terjun PP untuk mengantar
jemput pengunjung lain. Pemandangan air terjun ini sangat indah. Airnya pun
terasa sangat menyegarkan. Di bawah air terjun terdapat batu-batuan yang
memercikkan air yang jatuh dari atas dan kemudian mengalirkannya masuk ke
sungai. Di bawah air terjun ini kami pun bermain air sepuasnya. Segar sekali
rasanya saat saya membasuh muka, tangan dan kaki di bawah air terjun ini,
rasanya semua capek di badan lenyap. Saya lihat banyak pengunjung, baik anak-anak,
remaja maupun dewasa yang berenang dan berendam di bawah air terjun ini.
Tetapi, perlu hati-hati dalam menyusuri batu-batuan di bawah air terjun yang
licin oleh lumut, karena bisa jatuh ke sungai. Ya, karena air terjun ini memang
berada di tebing sungai.
Sebenarnya
suasana air terjun Srigethuk ini tidak berbeda jauh dengan air terjun - air terjun lain yang juga menjadi
tempat wisata seperti di Tawangmangu dan Baturaden. Perbedaan yang mendasar
adalah aktivitas menyusuri sungai dengan
rakit untuk mencapai air terjun Srigethuk. Itulah sensasinya.
Gunung Kidul; Selasa, 25
Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar