“Negeri
Ngapak-ngapak” adalah sebutan saya bagi daerah di Propinsi Jawa Tengah yang
masyarakatnya berbahasa khas dialek Banyumasan, yang terkenal dengan bahasa
‘ngapak-ngapak’. Bahasa ‘ngapak-ngapak’ adalah bahasa ibu (mother tounge) bagi saya karena almarhumah ibu saya asli Banyumas, dan
masa kecil saya banyak dihabiskan dengan bergaul bersama keluarga besar ibu
saya yang biasa berbahasa ‘ngapak-ngapak’. Jadi bahasa ini tidak asing lagi
bagi saya. Saya paham cuma tidak
pandai untuk menirukannya. Setelah menikah dan terlebih lagi setelah ibu saya
meninggal, maka seakan saya terputus dengan bahasa ibu saya itu. Oleh karena
itulah, di suatu hari di bulan Juli Tahun 2010 saya bernostalgia dengan menapak
tilas lokasi-lokasi wisata di ‘daerah ngapak-ngapak’ yang dulu pernah saya
datangi di masa kecil, sekaligus telinga saya ingin kembali mendengarkan bahasa
mereka. Maka, saya susunlah suatu perjalanan wisata 2 hari bersama keluarga di “Negeri
Ngapak-ngapak” itu.
Berangkat
dari Yogyakarta pagi-pagi, tujuan pertama kami adalah Goa Jatijajar dan Pantai
Ayah. Ya, dua destinasi wisata yang terletak di Kabupaten Kebumen ini memang
berdekatan sehingga dapat dijangkau dalam satu tujuan.
GOA JATIJAJAR
Tidak
banyak yang berubah di sini dari masa kecil saya dulu. Tangga yang menyusuri
gua, patung-patung kisah Rara Mendut-Pranacitra, dan air sungai bawah tanah (Sendang
Mawar dan Sendang Kantil) yang mengalir jernih dengan mitos khasiat awet muda
bagi yang membasuh muka dan badan dengan air sungai ini. Saya tidak begitu
peduli dengan mitos ini, tapi yang jelas air ini memang sangat menyegarkan
tubuh, apalagi setelah letih menaiki banyak anak tangga menuju gua dan menyusur
kegelapan dalam gua. Goa Jatijajar yang terletak di Desa Jatijajar, Kecamatan
Ayah, Kabupaten Kebumen ini merupakan bentukan alam yang betul-betul indah. Tetapi,
niat baik dari pengelola dengan
memberikan diorama kisah Rara Mendut-Pranacitra bagi saya justru mengurangi
eksotisme gua ini.
Di
lokasi wisata ini saya masih menemukan penjual lanting atau alen-alen
tradisional yang berbentuk gelang dan berwarna kuning kunyit seperti di masa
kecil saya dulu. Sekarang jenis lanting ini sudah sulit ditemukan karena tergusur
dengan lanting berbentuk angka delapan berwarna merah putih yang tentu saja
rasanya sangat berbeda. Kios-kios suvenir juga banyak berjejer, juga
warung-warung makan. Sampai sekarang Goa Jatijajar ternyata tetap ramai
dikunjungi wisatawan dan menjadi destinasi wisata utama di Kabupaten Kebumen.
PANTAI AYAH
Meskipun
tidak seramai Goa Jatijajar, tetapi Pantai Ayah atau biasa disebut juga dengan
Pantai Logending ini tetap saja banyak pengunjung. Banyak yang berubah dari
pantai ini dari masa kecil saya dulu. Yang jelas, sekarang telah dibangun
fasilitas jembatan penghubung menyeberangi muara Sungai Bodo ke lokasi pantai. Sungai
Bodo sendiri adalah pemisah antara Kabupaten Kebumen dan Cilacap. Ada perahu tempel
maupun dayung yang siap disewa untuk mengelilingi muara yang mirip laguna ini, juga
kuda untuk menyusuri pantai. Asyik juga berperahu mengelilingi muara dengan
pemandangan alam yang indah di sekelilingnya.
Formasi tumbuhan mangrove juga tampak memanjakan
mata, terutama bagi saya yang seorang Biolog. Sayangnya, pantai ini tampak
kotor oleh sampah, ditambah lagi kotoran kuda di mana-mana. Tetapi, secara umum
Pantai Ayah mempunyai potensi besar untuk menjadi destinasi wisata di Kebumen, didukung
dengan bentang lahan yang khas, juga dengan adanya fasilitas pendukung seperti kios-kios
yang menjual oleh-oleh dan suvenir. Produk utama yang dijual di kios-kios
penjual oleh-oleh adalah produk laut, seperti ikan asin, kerupuk ikan, kerupuk
udang, dll.
=======
Hari
telah beranjak sore ketika kami selesai dengan acara di Goa Jatijajar dan
Pantai Ayah. Sasaran berikutnya adalah Baturaden yang termasuk dalam wilayah Kabupaten
Banyumas. Jelas sampai di sini hari sudah gelap, maka tujuan kami pertama kali
begitu sampai di tempat ini adalah mencari penginapan untuk istirahat. Banyak
penginapan yang murah dan nyaman di lokasi ini. Dibandingkan dengan Kaliurang
yang setipe, Baturaden lebih punya banyak pilihan. Kami pun menikmati malam
dengan suasana alam pegunungan Baturaden. Dari sinilah bisa dinikmati
pemandangan kota Purwokerto. Esoknya barulah kami menuju ke lokasi wisata air
terjun Baturaden.
BATURADEN
Grojogan
atau air terjun di Lokawisata Baturaden ini padat pengunjung saat kami datang.
Ya, obyek wisata ini memang sangat terkenal di Banyumas, seperti halnya
Kaliurang di Yogyakarta. Hanya saja obyek wisata yang terletak di lereng selatan
Gunung Slamet ini lebih luas dan memiliki air terjun yang sangat indah
pemandangannya. Hutan pinus juga menjadi pemandangan yang indah, selain juga
bentang lahan khas pegunungan yang memanjakan mata. Hawa sejuk khas pegunungan
pun terasa segar di badan.
Baturaden
juga terkenal akan kisah turun-temurun tentang seorang Batur (pembantu) dan Radennya
(majikannya), juga legenda Lutung Kasarung. Buku-buku tentang kisah ini banyak
dijual di lokasi wisata. Ada beberapa versi, entah dengan kebenarannya. Memang
sejak dulu masyarakat Jawa kaya akan mitos, dongeng, legenda ataupun kisah.
Itulah bagian dari kekayaan masyarakat Jawa. Biarlah itu menjadi bagian dari
daya tarik obyek wisata ini, toh di negara maju seperti di Inggris pun saya
mendapati banyak kisah maupun mitos di beberapa tempat wisata yang pernah saya
kunjungi di sana.
Banyak
ikan kecil-kecil, entah spesies apa, yang berenang bebas di aliran sungai di bawah
air terjun Baturaden. Si Kecil saya pun senang sekali bermain dengan ikan-ikan
itu. Setelah puas bermain di air terjun, berkeliling dan belanja oleh-oleh di Lokawisata
Baturaden, kami kembali ke penginapan untuk chek
out, mampir bersilaturahim sebentar ke rumah Budhe saya di kota Purwokerto,
dan kemudian lanjut ke Owabong.
OWABONG
Owabong
merupakan kependekan dari Obyek Wisata Air Bojongsari. Disebut demikian karena
obyek wisata ini memang terletak di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsari,
Kabupaten Purbalingga. Sebagai tempat wisata air, Owabong didukung oleh
sumber mata air yang berlimpah dari sungai Cidandang, Cipawon, dan Cikupel. Tempat
wisata dengan unggulan aneka wahana air ini tentu saja belum ada pada masa
kecil saya dulu, ini adalah destinasi bonus untuk anak-anak saya. Ya, Owabong
yang merupakan destinasi wisata baru ini telah menjadi booming, menjadi destinasi wisata terbesar di Jawa Tengah, dan begitu
terkenal sampai ke Yogyakarta, sehingga membuat saya sekeluarga penasaran untuk
mencicipinya. Inilah magnet kuat untuk berkunjung ke Purbalingga, terutama bagi
anak-anak dan remaja, meski saya pun enjoy
juga seperti anak-anak saya.
Kami
telah siap dengan baju ganti untuk bisa puas bermain air di Owabong. Obyek wisata ini
sangat luas. Berbagai wahana ada di Owabong, ada film 4 dimensi, flying
fox, kolam renang berbagai ukuran, water
boom, dan aneka rupa wahana air lainnya. Yang menarik adalah kolam terapi
dengan ikan. Di kolam ini pengunjung berendam, kemudian ratusan atau bahkan
mungkin ribuan ikan kecil-kecil akan mendatangi dan menggigiti lapisan kulit
yang telah mati di permukaan tubuh para pengunjung. Saya tidak tahu apa spesies
ikan itu. Saya pun mencoba berendam kaki saja, rasanya geli dan aneh ketika puluhan
ikan mendatangi dan menggigiti kaki saya.
Tampak
sekali bahwa Owabong telah dikelola dengan bagus dan profesional. Tiket masuk
ke Owabong juga sudah termasuk layanan semua wahana air, meskipun untuk wahana
yang lain seperti flying fox, film 4
dimensi, dan kolam terapi dengan ikan kami masih harus membayar lagi, antara
10-20 ribu rupiah per wahana per orang. Untungnya kami datang pas hari Kamis sehingga
mendapatkan harga yang lebih murah. Ya, pengelola memasang harga yang berbeda
antara hari biasa dan week end.
Kami
semua sangat senang dan berkesan dengan layanan di Owabong ini. Sayangnya kami
datang sudah sekitar pukul 2 siang sehingga kami tidak bisa puas mencoba semua
wahana, karena menjelang maghrib Owabong tutup, dan kami pun harus mengakhiri aktivitas
di sini.
Dari
Owabong, kami pun mengakhiri perjalanan wisata ke “Negeri Ngapak-ngapak” dan
kembali ke kota Yogyakarta tercinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar