Senin, 11 Mei 2015

ANTARA TIGA MENARA: MASJID TIBAN, MASJID AGUNG DEMAK, MASJID AGUNG JAWA TENGAH



   Istilah tiga menara saya tujukan bagi tiga masjid yang saya sekeluarga kunjungi dalam touring liburan akhir tahun 2014 lalu, yaitu Masjid Tiban di Kabupaten Malang, Masjid Agung Demak, dan Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang. Tiga masjid yang dibangun pada masa yang berbeda itu masing-masing memiliki kisah dan keunikan sendiri-sendiri.
1.  Masjid Tiban
Masjid Ajaib atau juga disebut Masjid Tiban sebenarnya adalah Pondok Pesantren “Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah” yang terletak di tengah perkampungan yang padat penduduk, yaitu di Jalan KH. Wahid Hasyim Gang Anggur Nomor 10, RT 07/RW 06, Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Nama yang cukup panjang tersebut mempunyai makna Laut Madu atau, "Fadilah Rohmat" . Masjid ini menjadi  terkenal karena mitos yang beredar serta keunikan arsitekturnya dengan warna dominan biru dan putih, juga bangunannya yang sangat luas.
Pertama mengenal masjid ini dari sebuah siaran televisi yang menceritakan keunikannya, hingga akhirnya membuat saya penasaran untuk mengunjunginya.  Disebut Masjid Tiban konon katanya karena masjid yang sangat megah ini dibangun tanpa diketahui oleh warga masyarakat di sekitarnya, masyarakat sekitar mengaku tidak pernah mengetahui aktivitas pembangunannya. Menurut mitos yang beredar di kalangan masyarakat sekitar, masjid tersebut dibangun dengan bantuan pasukan jin. Namun, pihak pesantren selalu menampik kabar miring tersebut, dan menjelaskan bahwa masjid yang sebenarnya secara keseluruhan merupakan kompleks pondok pesantren tersebut pembangunannya bersifat transparan karena dikerjakan sendiri oleh para santri dan jamaah. Jika masyarakat mengaku tidak melihat aktivitas pembangunannya, itu karena pembangunan pondok pesantren ini banyak dikerjakan pada malam hari. Bantahan tersebut jelas sekali dipampang di banyak tempat di dalam area Masjid Tiban tersebut dengan tulisan besar-besar “Apabila ada orang yang mengatakan bahwa ini adalah pondok tiban (pondok muncul dengan sendirinya), dibangun oleh jin dsb., itu tidak benar. Karena bangunan ini adalah Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah yang murni dibangun oleh para santri dan jamaah.”
Menurut cerita, pondok pesantren ini mulai dibangun pada Tahun 1978 oleh  Romo Kiai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam, atau yang akrab disapa Romo Kiai Ahmad. Saat ini bangunan utama pondok dan masjid tersebut telah mencapai 10 lantai, lantai 1 sampai 4 digunakan sebagai tempat kegiatan para santri, lantai 6 seperti ruang keluarga, sedangkan lantai 5, 7, dan 8 terdapat toko-toko kecil yang dikelola oleh para santriwati. Barang-barang yang dijual di toko-toko tersebut beraneka rupa, seperti berbagai macam makanan ringan, aneka pakaian, sarung, sajadah, jilbab, dan sebagainya.
Tak hanya unik, di dalam pondok pesantren tersebut juga tersedia kolam renang, dilengkapi perahu yang hanya khusus untuk dinaiki wisatawan anak-anak. Di dalam kompleks itu juga dipelihara berbagai jenis binatang seperti kijang, monyet, kelinci, aneka jenis ayam dan burung. Arsitek dari pembangunan pondok pesantren ini bukanlah seorang arsitektur lulusan Perguruan Tinggi, melainkan katanya  merupakan hasil dari istikharah pemilik pondok, KH Achmad Bahru Mafdloludin Sholeh. Karenanya, bentuknya menjadi sangat unik, seperti perpaduan Timur Tengah, Cina dan modern. Untuk pembangunannya pun tidak menggunakan alat-alat berat dan modern seperti halnya untuk membangun gedung bertingkat. Semuanya dikerjakan oleh para santri yang berjumlah 250 orang dan beberapa penduduk di sekitar pondok pesantren. Menurut cerita, Romo Kiai sudah mulai membangun pondok pesantren dengan material apa adanya. Contohnya, waktu itu adanya baru batu merah saja maka  batu merah itulah yang dipasang dengan luluh (adonan) dari tanah liat (lumpur atau ledok). Sampai saat ini, Masjid Tiban belum sepenuhnya jadi, sehingga masih terus dalam proses pembangunan.
Saat ini kompleks pondok pesantren ini menjadi tempat wisata tiban yang dipenuhi pengunjung dari berbagai daerah, termasuk wisatawan mancanegara. Rata-rata pengunjung itu datang karena penasaran dengan cerita yang beredar tentang seputar Masjid Tiban ini, termasuk saya. Pihak pengelola pondok pesantren pun menyediakan berbagai fasilitas pendukung, seperti area parkir kendaraan, cafe-cafe, outlet suvenir, toilet, mushola, dan sebagainya. Selain itu, di sepanjang jalan menuju pintu masuk area kompleks Masjid Tiban, banyak masyarakat sekitar yang memanfaatkan obyek wisata tiban ini untuk membuka warung-warung makanan maupun oleh-oleh. Musim liburan akhir tahun ketika saya berkunjung ke masjid ini, pengunjung penuh sesak, sehingga fasilitas parkir dan toilet terasa kurang.  Sebenarnya area pondok pesantren ini sangat luas, tetapi di puncak musim liburan seperti ini area yang luas tersebut terasa sesak dengan pengunjung yang sebagian besar datang secara berombongan dengan bis dari berbagai daerah.  Kondisi seperti inilah yang membuat saya malas untuk menyelusuri seluruh sudut Masjid Tiban, saya hanya masuk di dalam satu gedung di beberapa ruang dan hanya di lantai satu saja. Tangga naik ke lantai atas terasa sempit dan berkelok-kelok, bahkan kalau tidak waspada bisa tersesat di dalam ruang yang berliku-liku tersebut.
Untuk memasuki Masjid Tiban, pengunjung tidak dipungut biaya sama sekali, bahkan parkir pun gratis. Tetapi, harus melaporkan dan mencatatkan diri saat datang maupun saat akan pulang. Bagi yang ingin belanja suvenir, pengelola pondok menyediakan outlet suvenir yang menjual suvenir seperti CD tentang sejarah Masjid Tiban, payung dan mug yang bertuliskan nama dan lambang dari pondok pesantren tersebut.
Anda penasaran? Silakan kunjungi dan nikmati keunikan pondok pesantren ini...

2.     Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia, terletak di daerah Kauman, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Masjid yang konon dibangun oleh para wali ini dalam sejarahnya menjadi tempat berkumpulnya para wali yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa yang terkenal dengan sebutan “Walisanga” . Masjid ini dibangun pada masa Raden Patah, raja pertama Kasultanan Demak sekitar Abad 15 M.
Menurut cerita, Raden Patah bersama Walisanga mendirikan masjid yang kharismatik ini dengan memberi gambar serupa bulus yang merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka.
Masjid Agung Demak mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Salah satu dari tiang utama tersebut konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai saka tatal. Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap limas Masjid terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan iman, Islam, dan ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu Bledeg”, mengandung candra sengkalan yang dapat dibaca Naga Mulat Salira Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Selain masjid, di dalam kompleks Masjid Agung Demak yang berdekatan dengan alun-alun Demak tersebut juga terdapat area makam raja-raja Kasultanan Demak dan para abdinya, juga sebuah museum yang menyimpan berbagai hal tentang riwayat Masjid Agung Demak, termasuk koleksi benda-benda bersejarah yang mencapai lebih dari 60 koleksi. Di antara koleksi tersebut adalah bagian-bagian soko guru yang rusak (sokoguru Sunan Kalijaga, sokoguru Sunan Bonang, sokoguru Sunan Gunungjati, sokoguru Sunan Ampel, sirap, kentongan, dan bedug peninggalan para wali, dua buah gentong (tempayan besar) dari Dinasti Ming hadiah dari Putri Campa pada abad ke-14,  foto-foto Masjid Agung Demak tempo dulu, lampu-lampu dan peralatan rumah tangga dari kristal dan kaca hadiah dari PB I pada tahun 1710 M, kitab suci Al-Qur’an 30 juz tulisan tangan, maket masjid Demak tahun 1845 – 1864 M, beberapa prasasti kayu memuat angka tahun 1344 Saka, kayu tiang tatal buatan Sunan Kalijaga, serta lampu robyong masjid Demak yang dipakai tahun 1923 – 1936 M. Koleksi yang paling menarik di museum ini adalah Pintu Bledeg buatan Ki Ageng Selo tahun 1466 M, dibuat dari kayu jati berukiran tumbuh-tumbuhan, suluran, jambangan, mahkota, dan kepala binatang (naga) dengan mulut terbuka menampakkan gigi-giginya yang runcing. Menurut cerita, kepala naga tersebut menggambarkan petir yang kemudian dapat ditangkap oleh Ki Ageng Selo.

3.     Masjid Agung Jawa Tengah
Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang beralamat di Jalan Gajah Raya No. 128, Sambirejo, Gayamsari, Semarang, Jawa Tengah ini mulai dibangun sejak tahun 2001 hingga selesai secara keseluruhan pada tahun 2006, berdiri di atas lahan 10 hektar. Masjid ini diresmikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November 2006 sebagai masjid provinsi bagi Jawa Tengah.
Menurut sejarah, pembangunan MAJT berawal dari kembalinya tanah banda (harta) wakaf milik Masjid Besar Kauman Semarang yang telah sekian lama tak tentu rimbanya. Raibnya banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang berawal dari proses tukar guling tanah wakaf Masjid Kauman seluas 119.127 ha yang dikelola oleh BKM (Badan Kesejahteraan Masjid) bentukan Bidang Urusan Agama Depag Jawa Tengah. Dengan alasan tanah itu tidak produktif, oleh BKM tanah itu ditukar guling dengan tanah seluas 250 ha di Demak lewat PT. Sambirejo. Kemudian berpindah tangan ke PT. Tensindo milik Tjipto Siswoyo. Hasil perjuangan banyak pihak untuk mengembalikan banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang itu akhirnya berbuah manis setelah melalui perjuangan panjang. MAJT sendiri dibangun di atas salah satu petak tanah banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang yang telah kembali tersebut. Pembangunan masjid tersebut dimulai pada hari Jumat, 6 September 2002 yang ditandai dengan pemasangan tiang pancang perdana yang dilakukan Menteri Agama Ri, Prof. Dr. H. Said Agil Husen al-Munawar, KH. MA Sahal Mahfudz dan Gubernur Jawa Tengah, H. Mardiyanto. Pemasangan tiang pancang pertama tersebut juga dihadiri oleh tujuh duta besar dari negara-negara sahabat, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Mesir, Palestina, dan Abu Dabi. Dengan demikian mata dan perhatian dunia internasional pun mendukung dibangunnya Masjid Agung Jawa Tengah tersebut.  Keseluruhan pembangunan masjid ini menelan biaya sebesar Rp 198.692.340.000,-
Arsitektur MAJT merupakan perpaduan antara Jawa, Islam dan Romawi. Bangunan utama masjid beratap limas khas bangunan Jawa namun di bagian ujungnya dilengkapi dengan kubah besar berdiameter 20 meter ditambah lagi dengan 4 menara masing masing setinggi 62 meter di tiap penjuru atapnya sebagai bentuk bangunan masjid universal Islam lengkap dengan satu menara terpisah dari bangunan masjid setinggi 99 meter yang melambangkan “asmaul husna”. Di pelataran masjid juga dilengkapi payung-payung besar yang dapat dikuncupkan maupun dimekarkan seperti yang ada di Masjid Nabawi, Madinah. Gaya Romawi terlihat dari bangunan 25 pilar di pelataran masjid. Pilar pilar bergaya koloseum Athena di Romawi dihiasi kaligrafi yang indah, menyimbolkan 25 Nabi dan Rosul, di gerbang ditulis dua kalimat syahadat, pada bidang datar tertulis huruf Arab Melayu “Sucining Guno Gapuraning Gusti“.
Masjid Agung Jawa Tengah ini, selain disiapkan sebagai tempat ibadah, juga dipersiapkan sebagai objek wisata religius. Untuk menunjang tujuan tersebut, Masjid Agung ini dilengkapi dengan wisma penginapan dengan kapasitas 23 kamar berbagai kelas, sehingga para peziarah yang ingin bermalam bisa memanfaatkan fasilitas ini. Daya tarik lain dari masjid ini adalah Menara Al Husna atau Al Husna Tower yang tingginya 99 meter yang melambangkan “asmaul husna” tersebut Bagian dasar dari menara ini terdapat Studio Radio Dais (Dakwah Islam), lantai 2 dan lantai 3 digunakan sebagai Museum Kebudayaan Islam, dan di lantai 18 terdapat Kafe Muslim yang dapat berputar 360 derajat. Lantai 19 untuk menara pandang, dilengkapi 5 teropong yang bisa melihat kota Semarang. Pada awal Ramadhan 1427 H lalu, teropong di masjid ini untuk pertama kalinya digunakan untuk melihat Rukyatul Hilal oleh Tim Rukyah Jawa Tengah dengan menggunakan teropong canggih dari Boscha.
Pengunjung dapat menaiki menara ini dengan lift dengan membayar 5000 rupiah per orang. Perlu kesabaran untuk bisa menaiki lift ini karena harus antri, terurtama di saat pengunjung membludag di musim liburan seperti saat saya dan keluarga berkunjung ke sini. Menaiki menara setinggi 99 meter ini saya jadi teringat Monas di Jakarta. Untuk menjamin keamanan dan kenyamanan pengunjung, lantai puncak menara pandang ini juga dilengkapi pagar pengaman seperti halnya di Monas Jakarta.
Dari puncak menara kita bisa menikmati pemandangan Kota Semarang dan hamparan laut serta pelabuhan di salah satu sudutnya. Sungguh sangat indah, apalagi dengan semilir angin yang cukup kencang, lantai yang luas, juga dilengkapi fasilitas teropong untuk melihat keindahan kota. Dengan memasukkan koin 500 rupiah pengunjung bisa menggunakan fasilitas teropong ini. Sayangnya saat saya berkunjung, fasilitas teropong ini sedang tidak bisa digunakan.
Setelah puas, kita bisa turun dengan lift lagi ke lantai 3 atau 2 untuk melihat museum yang berisi peninggalan Islam jaman dulu, kisah masuknya islam di Jawa, dan beberapa karya islam yang menarik. Kita juga bisa melihat sejarah Islam dengan menggunakan komputer layar sentuh yang tersedia di ruangan ini.  Dari museum kita kemudian dapat turun dengan tangga ke lantai dasar. Sambil istirahat kita bisa membeli makanan minuman atau suvenir sebagai oleh-oleh. Di lantai dasar menara terdapat beberapa counter yang menjual makanan ringan dan minuman. Atau kita bisa jajan makanan di deretan warung yang tersedia di sekitar MAJT yang menjual makanan dan aneka suvenir, seperti kaos, gantungan kunci, magnet kulkas, topi, dan lain sebagainya dengan gambar MAJT. Sebagai kenang-kenangan saya pun membeli suvenir magnet kulkas bergambar MAJT tersebut.

Liburan Keluarga akhir tahun, 25-31 Desember 2014;
 Probolinggo-Bromo-Pasuruan-Malang-Surabaya-Gresik-Demak-Semarang

4 komentar:

  1. Mengenai MAJT, arsiteknya adaalh almarhum H. Ahmad Fanani. beliau kakak ipar mantan ketua PP Muhammadiyah Pak Amien Rais. MAJT merupakan produk sayembara. Salah satu keunikan dari karya A Fanani ini adalah menggunakan pendfekatan desain dengan sengkalan memet Sucining guno gapuraning gusti, yang melambangkan tahun 2001. Almarhum juga menulis buku Arsitektur Masjid yang diterbintang oleh Bentang Press. Selain MAJt belaiu juga yang merancang Masjid Azzikra (sebelumnya bernama Masjid Khadafi) yang terletak di Sentul Bogor. Beliau saat masih mahasiswa bersama Amin Raihani mendapatkan pengahrgaa Aga Khan Award untuk desain pesantren pabelan magelang. Demikian tambahan untuk profil MAJT semoga bermanfaat. Salam, Syaifullah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sekali atas tambahan informasinya. Sangat bermanfaat.
      Salam.

      Hapus
  2. kelinci99
    Togel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
    HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
    NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
    Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
    Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
    segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
    yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
    yukk daftar di www.kelinci99.casino

    BalasHapus
  3. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest

    )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    BalasHapus