Minggu, 20 Januari 2013

EKSPEDISI KELUARGA KE PULAU LOMBOK



Lombok adalah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sangat terkenal eksotik di Indonesia selain Bali. Itu pulalah yang menjadi magnet kuat bagi saya untuk mengunjungi Lombok, mumpung ada adik saya yang sedang bermukim di sana, tepatnya di Sekotong, Lombok Barat. Tentunya untuk acara bersenang-senang seperti ini saya tidak berangkat sendirian,  tetapi bersama seluruh keluarga plus seorang adik bungsu saya dan seorang pengasuh anak saya.  Meskipun ekspedisi ini sudah kami lakukan di pertengahan tahun 2007 silam, tetapi karena ini kali pertama kami melakukan ekspedisi keluarga, maka saya ingin menuliskannya di blog ini untuk sekedar berbagi pengalaman.
Mengapa ini saya sebut sebagai ekspedisi, karena ini merupakan perjalanan panjang yang mengemban misi mengenalkan sebuah pulau bernama Lombok kepada anak-anak saya sambil bersilaturahim ke rumah adik saya, Arsyad. Adik saya adalah seorang peneliti di Balai Budidaya Laut (BBL) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) di Sekotong, Lombok Barat.  Selain itu, saya juga ingin anak-anak saya tahu bahwa negerinya adalah sebuah negeri kepulauan yang amat elok.
Awalnya kami berniat naik pesawat. Tetapi, karena waktu itu puncak musim liburan, harga tiket pesawat sangat mahal, sehingga jika naik pesawat akan menghabiskan banyak dana untuk transportasi saja mengingat kami berangkat berenam. Akhirnya saya dan suami memutuskan untuk mencoba jalan darat. Kami pun memilih bis Safari Darma Raya yang sudah terkenal berstandard dan berkualitas bagus. Waktu itu biayanya per seat  Yogya-Mataram adalah sekitar 350 ribu rupiah. Kami membeli tiket untuk 6 seat. Untungnya kami masih kebagian tiket, meskipun dapat di bagian belakang. Bis ini sangat nyaman dan luas, memang didesain untuk jarak jauh atau antar pulau. Kursinya bisa distel untuk tiduran. Space antar kursi juga luas, sehingga kami pun bisa menggelar tikar di bawah tempat duduk jika ingin lesehan.  Hal ini karena  satu bis hanya berisi 25 seat.
Sebenarnya, awalnya saya ragu-ragu juga mencoba jalan darat mengingat anak saya yang kecil, Satria,  masih berumur 1 tahun, apakah nantinya tidak berisiko terhadap ketahanan fisiknya.  Apalagi, sehari sebelum hari-H keberangkatan, Satria mengalami demam. Hal ini sempat membuat saya bingung juga, tidak mungkin membatalkan semua rencana yang telah tersusun rapih. Akhirnya kami pun tetap memutuskan berangkat. Tak lupa pula suami saya  menyiapkan obat turun panas untuk Satria, dan di sepanjang perjalanan saya dan suami terus berkomunikasi via telepon dengan Sari, adik saya yang seorang dokter untuk memantau perkembangan Satria. Saya dan suami merasa sedikit lega karena kata Sari, kemungkinan Satria hanya demam biasa, seperti yang biasa terjadi pada anak-anak seusianya. Untunglah mbak Yati, pengasuh anak-anak saya sangat setia membantu merawat Satria.

Perjalanan Panjang Lebih Dari 24 Jam
Dari Yogyakarta bis berangkat pukul 3 sore dari pos Janti. Dini hari kemudian kami sudah tiba di pelabuhan Banyuwangi dan antri untuk menyeberang ke Pulau Bali. Setelah berlayar sekitar 30 menit dengan kapal ferri, kami pun tiba di pelabuhan Gilimanuk, Bali.  Bis pun kembali melanjutkan perjalanan ke ujung Pulau Bali yang lain yaitu menuju pelabuhan Padang Bai  untuk menyeberang ke Pulau Lombok.
Selama perjalanan darat dari Yogyakarta sampai ke Bali ini, bis beberapa kali berhenti untuk istirahat di rumah makan, memberikan kesempatan kepada para penumpang untuk makan dan sholat, juga bagi yang ingin mandi. Saya sendiri tidak sempat mandi, hanya cuci muka saja karena waktunya sangat terbatas, yang penting Satria harus ganti popok dan baju setiap kali bis berhenti di rumah makan. Karena harga tiket bis sudah termasuk konsumsi selama di perjalanan maka kami tidak perlu membayar lagi saat makan di rumah makan, kecuali jika kami ingin makan di luar yang telah disediakan oleh pihak Safari Darma Raya.  
Lewat tengah hari bis sampai di Pelabuhan Padang Bai. Cukup lama juga kami harus antri untuk mendapatkan giliran menyeberang ke Pulau Lombok. Tetapi, lumayan juga gara-gara menunggu lama, kami jadi bisa berjalan-jalan menikmati pelabuhan Padang Bai sambil melemaskan otot-otot tubuh yang terlalu lama duduk di bis. 
Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya bis kami pun mendapatkan giliran memasuki kapal. Sampai di dalam kapal kami dipersilakan turun dari bis dan memasuki ruang penumpang. Saya sekeluarga menyewa sebuah kamar VIP milik awak kapal agar bisa beristirahat, karena perjalanan menyeberang dari pelabuhan Padang Bai, Bali sampai ke Pelabuhan Lembar, Lombok  memakan waktu 5 jam.

 Ombak di bulan Juli termasuk besar, membuat saya tidak bisa berdiri tegak di atas kapal, badan saya terhuyung-huyung, kepala pusing dan perut mual serasa mau muntah. Maka saya pun lebih banyak tiduran di dalam kamar yang saya sewa itu daripada di ruang duduk penumpang, meski saya sempat juga sebentar menikmati pemandangan dari atas geladak kapal. Satria juga menghabiskan waktu selama 5 jam perjalanan ini di dalam kamar.  Saya khawatir juga melihat keadaannya yang tampak lemas dan tidak bisa menikmati perjalanan karena badannya masih demam, ditambah lagi dengan ombak besar yang mengguncang-guncang kapal.
Akhirnya kapal yang kami tumpangi merapat juga di Pelabuhan Lembar, Lombok. Hari telah malam ketika kami sampai. Arsyad dan istrinya telah menunggu di pelabuhan dengan mobil kantornya. Dari Pelabuhan Lembar, kami pun langsung melanjutkan perjalanan dengan mobil ke Sekotong. Sekitar 2 jam kemudian, saat jam telah menunjuk lewat pukul 9 malam, kami pun sampai di rumah dinas Arsyad di Sekotong, Lombok Barat.  

Hari-Hari di Sekotong

 Di pagi pertama, langkah pertama yang saya lakukan adalah membawa Satria ke Puskesmas terdekat untuk memeriksakan kondisinya. Jarak Puskesmas terdekat sekitar 5 km. Arsyad mengantar kami dengan mobil kantornya. Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan pantai yang sangat indah. Ya, memang adik saya itu tinggal di tepi pantai, dan jalan menuju Puskesmas pun menyusuri tebing di tepi pantai yang berkelok-kelok indah. Sampai di Puskesmas, Satria segera diperiksa oleh dokter. Alhamdulillah Satria baik-baik saja, dan diberi obat untuk jaga-jaga saja.
Hari pertama di Sekotong kami habiskan untuk istirahat di rumah sambil menikmati pemandangan Pantai Sekotong yang sangat indah. Pantainya landai dengan ombak yang cukup tenang. Kami juga berjalan-jalan ke kantor BBL melihat-lihat situasi di sana. Tampak di kejauhan gili-gili (orang Lombok menyebut pulau kecil dengan “gili”) yang seakan membentuk gugusan kepulauan, juga Gunung Agung di Bali yang tampak gagah di kejauhan.
BBL Sekotong banyak melakukan penelitian dan budidaya berbagai jenis komoditas laut, antara lain kerang mutiara, ikan kerapu, kerang abalon, rumput laut, dan lobster. Banyak mahasiswa dari berbagai universitas di Jawa yang melakukan kerja praktek di sini. Saya sempat bertemu dengan beberapa mahasiswa dari Universitas Diponegoro (UNDIP ) Semarang, UGM dan IPB. Arsyad banyak membantu dan membimbing mereka.
Selama di Sekotong saya menjadi orang pantai yang kerjaannya setiap hari berjalan-jalan menikmati pantai Sekotong yang indah dan ke kantor BBL yang terletak di tepi pantai itu. Saat yang menyenangkan bagi saya dan anak-anak saya adalah saat pantai surut, biasanya lewat tengah hari. Saat surut inilah dapat dilihat aneka hewan laut yang sulit ditemukan di pantai-pantai wisata di Jawa, ada teripang atau timun laut dengan beberapa jenis, landak laut, aneka kerang, ikan hias, dan bintang laut beraneka warna dan ukuran. Tidak hanya berwarna putih dan merah muda, tetapi saya pun menemukan bintang laut berwarna biru tua yang awalnya saya kira itu bintang laut mainan. Sungguh indah dan lucu.



Menikmati Pesona Lombok
Kami tidak sempat menjelajah seluruh sudut Pulau Lombok karena berbagai keterbatasan. Hanya beberapa tempat saja yang sempat kami kunjungi, tetapi yang terpenting adalah kami telah sampai di Pantai Senggigi yang sangat terkenal itu.
Pantai Senggigi

 Pantai yang terletak di sebelah barat pesisir Pulau Lombok ini sangat terkenal hingga ke manca negara, seperti halnya Pantai Kuta di Pulau Bali.  Begitu memasuki area Pantai Senggigi, semilir angin lembut menyapa dan terasa menenangkan jiwa. Pantainya landai, ombaknya juga tidak terlalu besar, cocok untuk aktivitas berkano dan berenang. Anak-anak saya tampak asyik bermain pasir dan berendam di pantai, termasuk Satria yang sudah sehat kembali.  Demikian juga saya.  Banyak juga yang melakukan snorkeling untuk menikmati pemandangan bawah laut yang indah.  Di kejauhan tampak Gunung Agung di Pulau Bali, menambah indahnya pemandangan.
          Di sepanjang pantai berjejer penjual sate khas Lombok. Sungguh nikmat duduk lesehan di tepi pantai sambil menikmati sepincuk sate khas Lombok yang dimakan bersama ketupat dan plecing kangkung. Plecing kangkung adalah makanan khas Lombok yang terbuat dari rebusan kangkung yang diberi bumbu mirip dengan sayur gudangan kalau di Jawa. Yang istimewa adalah kangkung Lombok sangat berbeda dengan kangkung yang berasal dari Jawa, rasanya terasa lebih segar dan renyah tetapi agak liat. Saking istimewanya kangkung ini, sampai-sampai banyak orang yang membawa oleh-oleh kangkung segar setiap kali pulang dari Lombok. Padahal cara menanam kangkung ini sama seperti halnya menanam kangkung kebanyakan di Jawa, yaitu di sepanjang aliran sungai. Entah mengapa rasanya bisa beda, mungkin karena alam Lombok yang khas, karena jika kangkung ini dibawa dan ditanam di Jawa, rasanya akan berubah tidak seperti kangkung yang ditanam di Lombok.
          Bagi yang ingin menginap, banyak pilihan hotel tersedia di sekitar Pantai Senggigi, dari yang kelas murah sampai hotel berbintang yang mahal. Tetapi karena Pantai Senggigi dapat dijangkau dengan waktu hanya sekitar 2 jam dari Sekotong, maka kami tidak perlu menginap di pantai ini.





Taman Narmada

 Taman Narmada yang mempunyai luas sekitar 2 ha ini terletak di Desa Lembuak, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat atau sekitar 10 kilometer sebelah timur Kota Mataram.  Taman ini merupakan cagar budaya peninggalan Hindu Bali. Pulau Lombok memang unik, menyimpan perpaduan budaya Hindu dan Islam yang sangat kental.
Menurut sejarah, Taman Narmada dibangun pada tahun 1727 oleh Raja Mataram Lombok, Anak Agung Ngurah Karang Asem, sebagai tempat upacara Pakelem yang diselenggarakan setiap purnama ke lima Tahun Caka (Oktober-November). Selain tempat upacara, Taman Narmada juga digunakan sebagai tempat peristirahatan keluarga raja pada saat musim kemarau. Nama Narmada sendiri diambil dari nama anak Sungai Gangga  yang sangat disucikan oleh warga India, yaitu Narmadnadi. Dan, Taman Narmada yang ada sekarang adalah hasil serangkaian pemugaran yang telah berlangsung dari waktu ke waktu sehingga menjadi seperti saat ini.
Tidak banyak hal yang kami lakukan di Narmada, kecuali duduk-duduk menikmati indahnya pemandangan perbukitan sambil makan sate dan plecing kangkung khas Lombok. Sedangkan Raka, anak saya yang sulung, asyik berenang di kolam renang yang tersedia di bagian bawah bukit. Suasana di sini adalah suasana khas pegunungan, sama halnya seperti Kaliurang di Yogyakarta.
Taman Air Mayura
 Taman Air Mayura terletak  di pusat bisnis, atau tepatnya di Kecamatan Cakranagera, Kota Mataram, dan hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit dari Narmada. Sebagai tempat wisata, di sekitar lokasi ini pun banyak sekali penginapan dan restoran.
Menurut sejarah, sama halnya seperti Taman Narmada, Taman Air Mayura dibangun pada masa Kerajaan Bali masih berkuasa di Pulau Lombok, yakni sekitar tahun 1744 M oleh Raja Anak Agung Made Karangasem. Oleh karena itulah bangunan taman air ini sangat kental nuansa Hindu Bali. Mayura sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti Burung Merak. Konon, pada masa kerajaan ini banyak sekali ular yang berkeliaran di sekitar taman istana, sehingga dipeliharalah buruk merak untuk memangsa ular-ular tersebut.
       Taman ini terdiri dari kolam-kolam yang ditata sedemikian rupa membentuk taman yang asri dan indah dipandang. Di tengah kolam terdapat bangunan yang disebut Bale Kambang yang merupakan simbol keadilan, karena pada jaman itu orang-orang yang berperkara diadili di bangunan ini.
Untuk memasuki tempat yang sampai sekarang masih digunakan untuk bersembahyang umat Hindu ini, kami membayar dengan suka rela di kotak yang telah disediakan dan ditunggui penjaga. Kami tidak lama berada di tempat wisata ini, hanya berkeliling sebentar di taman yang tidak seberapa luas ini, berfoto-fotoan, dan kemudian keluar.

Sekarbela
          Sekarbela (dibaca: Sekarbele) adalah sebuah kecamatan di Kota Mataram, Lombok yang sebagian besar warganya bergelut di bidang kerajinan perhiasan dari emas dan mutiara. Pulau Lombok memang terkenal sebagai penghasil mutiara air laut, sedangkan mutiara air tawar yang dijual di Sekarbela ini bukan dibudidayakan di Lombok. Sekarbela sendiri merupakan kecamatan yang memiliki penduduk terpadat di Propinsi NTB. Saya menggambarkan Sekarbela ini mirip seperti Kotagede di Yogyakarta yang terkenal sebagai sentra kerajinan perhiasan dari perak.
Pada awalnya Sekarbela hanya merupakan sentra kerajinan perhiasan emas dan perak saja, tetapi setelah budidaya mutiara di Lombok semakin maju maka daerah ini juga menjadi sentra kerajinan perhiasan mutiara. Konon emas dan mutiara laut Lombok terkenal sangat bagus kualitasnya, bahkan ada yang mengatakan bahwa mutiara laut Lombok yang terkenal dengan sebutan “South Sea Pearl” ini adalah yang terbaik di dunia.
Ada berbagai bentuk dan warna dari mutiara-mutiara ini, ada yang pink, putih, hitam dan ada yang keemasan (golden south sea pearl), sedangkan bentuknya ada yang bulat dan ada yang agak lonjong sampai lonjong.  Mutiara yang berkualitas bagus adalah yang besar, bulat dan tidak ada ring atau guratannya. Semakin besar, bulat dan mulus mutiara maka akan semakin mahal. Warna juga menentukan harga, mutiara emas termasuk mempunyai harga yang sangat mahal. Saya sendiri sempat membeli sebutir mutiara air laut berwarna putih dan berbentuk bulat seharga 350 ribu rupiah yang kemudian saya minta tolong sekalian agar dibuatkan untuk hiasan di liontin. Di Sekarbela, pengunjung memang bisa minta tolong untuk dibuatkan perhiasan sesuai kehendaknya, tentu saja ada ongkosnya.
Mutiara air tawar mempunyai harga yang jauh lebih murah dari mutiara air laut. Saya sempat membeli beberapa perhiasan bros perak berhias mutiara air tawar berwarna pink untuk oleh-oleh teman-teman dan kerabat saya.

Mataram Mall
Ada yang kurang rasanya jika tidak berkunjung ke pusat Kota Mataram sebagai ibukota Propinsi Nusa Tenggara Barat. Dan, pusat kota selalu dicirikan dengan pusat perbelanjaan. Oleh karena itulah kami sempatkan untuk mengunjungi Mataram Mall yang merupakan pusat perbelanjaan terbesar di Mataram.  Mall ini didirikan pada Tahun 2005, terdiri atas 3 lantai dengan penyewa-penyewa yang sudah terkenal, seperti KFC dan McDonalds.
Karena mall bukan hal asing lagi di Yogyakarta, maka kami pun hanya sekedar berjalan-jalan untuk mengetahui bagaimana suasana pusat kota Mataram dan bagaimana aktivitas perekonomian di kota ini.
Pusat oleh-oleh Phoenix Food
Sebelum pulang ke Yogyakarta, kami sempatkan untuk  belanja oleh-oleh di Phoenix Food yang berlokasi di Jalan Pejanggik No 48C, Mataram. Tempat ini merupakan pusatnya berbagai macam makanan modern khas produksi Lombok, terutama berbahan baku rumput laut, ada dodol, manisan, dll. Meskipun demikian, tidak hanya yang berbahan dasar rumput laut saja, tetapi juga yang berbahan dasar buah-buahan, seperti dodol tomat rasa kurma, dodol nangka, wortel, nanas, dll.  Di sini juga tersedia madu Sumbawa. 
Pusat oleh-oleh ini sangat terkenal dan menjadi tujuan wisatawan untuk belanja oleh-oleh. Saat kami datang, pengunjung lumayan padat. Cukup bingung juga saya memilih-milih produk makanan yang ingin saya beli untuk oleh-oleh kerabat dan teman-teman di Yogyakarta, karena saking banyaknya pilihan.

Saatnya Mengakhiri Ekspedisi
 Hampir seminggu saya sekeluarga berada di Lombok dan tinggal di rumah dinas Arsyad, saatnya kami harus pulang. Berat juga meninggalkan pulau ini, karena sebenarnya banyak tempat menarik yang belum sempat kami kunjungi, seperti Gili Trawangan yang sangat terkenal itu, dan permukiman suku Sasak, suku asli Lombok. Dalam hati saya berniat suatu saat  akan kembali lagi ke pulau ini, untuk mengunjungi tempat-tempat eksotis yang belum sempat saya jamah tersebut. Dan di perjalanan pulang ini, kami pun kembali menggunakan bis Safari Darma Raya, kali ini dengan hati senang karena kami semua dalam kondisi sehat dan membawa cerita menarik tentang Pulau Lombok.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar