Kamis, 03 Januari 2013

NOSTALGIA DI NEGERI “NGAPAK-NGAPAK”: PERJALANAN KE GOA JATIJAJAR, PANTAI AYAH, BATURADEN, DAN OWABONG




“Negeri Ngapak-ngapak” adalah sebutan saya bagi daerah di Propinsi Jawa Tengah yang masyarakatnya berbahasa khas dialek Banyumasan, yang terkenal dengan bahasa ‘ngapak-ngapak’. Bahasa ‘ngapak-ngapak’ adalah bahasa ibu (mother tounge) bagi saya karena almarhumah ibu saya asli Banyumas, dan masa kecil saya banyak dihabiskan dengan bergaul bersama keluarga besar ibu saya yang biasa berbahasa ‘ngapak-ngapak’. Jadi bahasa ini tidak asing lagi bagi saya. Saya paham cuma tidak pandai untuk menirukannya. Setelah menikah dan terlebih lagi setelah ibu saya meninggal, maka seakan saya terputus dengan bahasa ibu saya itu. Oleh karena itulah, di suatu hari di bulan Juli Tahun 2010 saya bernostalgia dengan menapak tilas lokasi-lokasi wisata di ‘daerah ngapak-ngapak’ yang dulu pernah saya datangi di masa kecil, sekaligus telinga saya ingin kembali mendengarkan bahasa mereka. Maka, saya susunlah suatu perjalanan wisata 2 hari bersama keluarga di “Negeri Ngapak-ngapak” itu.
Berangkat dari Yogyakarta pagi-pagi, tujuan pertama kami adalah Goa Jatijajar dan Pantai Ayah. Ya, dua destinasi wisata yang terletak di Kabupaten Kebumen ini memang berdekatan sehingga dapat dijangkau dalam satu tujuan. 

GOA JATIJAJAR
Tidak banyak yang berubah di sini dari masa kecil saya dulu. Tangga yang menyusuri gua, patung-patung kisah Rara Mendut-Pranacitra, dan air sungai bawah tanah (Sendang Mawar dan Sendang Kantil) yang mengalir jernih dengan mitos khasiat awet muda bagi yang membasuh muka dan badan dengan air sungai ini. Saya tidak begitu peduli dengan mitos ini, tapi yang jelas air ini memang sangat menyegarkan tubuh, apalagi setelah letih menaiki banyak anak tangga menuju gua dan menyusur kegelapan dalam gua. Goa Jatijajar yang terletak di Desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen ini merupakan bentukan alam yang betul-betul indah. Tetapi,  niat baik dari pengelola dengan memberikan diorama kisah Rara Mendut-Pranacitra bagi saya justru mengurangi eksotisme gua ini.
Di lokasi wisata ini saya masih menemukan penjual lanting atau alen-alen tradisional yang berbentuk gelang dan berwarna kuning kunyit seperti di masa kecil saya dulu. Sekarang jenis lanting ini sudah sulit ditemukan karena tergusur dengan lanting berbentuk angka delapan berwarna merah putih yang tentu saja rasanya sangat berbeda. Kios-kios suvenir juga banyak berjejer, juga warung-warung makan. Sampai sekarang Goa Jatijajar ternyata tetap ramai dikunjungi wisatawan dan menjadi destinasi wisata utama di Kabupaten Kebumen.






PANTAI AYAH
Meskipun tidak seramai Goa Jatijajar, tetapi Pantai Ayah atau biasa disebut juga dengan Pantai Logending ini tetap saja banyak pengunjung. Banyak yang berubah dari pantai ini dari masa kecil saya dulu. Yang jelas, sekarang telah dibangun fasilitas jembatan penghubung menyeberangi muara Sungai Bodo ke lokasi pantai. Sungai Bodo sendiri adalah pemisah antara Kabupaten Kebumen dan Cilacap. Ada perahu tempel maupun dayung yang siap disewa untuk mengelilingi muara yang mirip laguna ini, juga kuda untuk menyusuri pantai. Asyik juga berperahu mengelilingi muara dengan pemandangan alam yang indah di sekelilingnya.
Formasi tumbuhan mangrove juga tampak memanjakan mata, terutama bagi saya yang seorang Biolog. Sayangnya, pantai ini tampak kotor oleh sampah, ditambah lagi kotoran kuda di mana-mana. Tetapi, secara umum Pantai Ayah mempunyai potensi besar untuk menjadi destinasi wisata di Kebumen, didukung dengan bentang lahan yang khas, juga dengan adanya fasilitas pendukung seperti kios-kios yang menjual oleh-oleh dan suvenir. Produk utama yang dijual di kios-kios penjual oleh-oleh adalah produk laut, seperti ikan asin, kerupuk ikan, kerupuk udang, dll.

=======
Hari telah beranjak sore ketika kami selesai dengan acara di Goa Jatijajar dan Pantai Ayah. Sasaran berikutnya adalah Baturaden yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Banyumas. Jelas sampai di sini hari sudah gelap, maka tujuan kami pertama kali begitu sampai di tempat ini adalah mencari penginapan untuk istirahat. Banyak penginapan yang murah dan nyaman di lokasi ini. Dibandingkan dengan Kaliurang yang setipe, Baturaden lebih punya banyak pilihan. Kami pun menikmati malam dengan suasana alam pegunungan Baturaden. Dari sinilah bisa dinikmati pemandangan kota Purwokerto. Esoknya barulah kami menuju ke lokasi wisata air terjun Baturaden.

BATURADEN
Grojogan atau air terjun di Lokawisata Baturaden ini padat pengunjung saat kami datang. Ya, obyek wisata ini memang sangat terkenal di Banyumas, seperti halnya Kaliurang di Yogyakarta. Hanya saja obyek wisata yang terletak di lereng selatan Gunung Slamet ini lebih luas dan memiliki air terjun yang sangat indah pemandangannya. Hutan pinus juga menjadi pemandangan yang indah, selain juga bentang lahan khas pegunungan yang memanjakan mata. Hawa sejuk khas pegunungan pun terasa segar di badan.
Baturaden juga terkenal akan kisah turun-temurun tentang seorang Batur (pembantu) dan Radennya (majikannya), juga legenda Lutung Kasarung. Buku-buku tentang kisah ini banyak dijual di lokasi wisata. Ada beberapa versi, entah dengan kebenarannya. Memang sejak dulu masyarakat Jawa kaya akan mitos, dongeng, legenda ataupun kisah. Itulah bagian dari kekayaan masyarakat Jawa. Biarlah itu menjadi bagian dari daya tarik obyek wisata ini, toh di negara maju seperti di Inggris pun saya mendapati banyak kisah maupun mitos di beberapa tempat wisata yang pernah saya kunjungi di sana.
Banyak ikan kecil-kecil, entah spesies apa, yang berenang bebas di aliran sungai di bawah air terjun Baturaden. Si Kecil saya pun senang sekali bermain dengan ikan-ikan itu. Setelah puas bermain di air terjun, berkeliling dan belanja oleh-oleh di Lokawisata Baturaden, kami kembali ke penginapan untuk chek out, mampir bersilaturahim sebentar ke rumah Budhe saya di kota Purwokerto, dan kemudian lanjut ke Owabong.




 OWABONG
Owabong merupakan kependekan dari Obyek Wisata Air Bojongsari. Disebut demikian karena obyek wisata ini memang terletak di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga. Sebagai tempat wisata air, Owabong didukung oleh sumber mata air yang berlimpah dari sungai Cidandang, Cipawon, dan Cikupel. Tempat wisata dengan unggulan aneka wahana air ini tentu saja belum ada pada masa kecil saya dulu, ini adalah destinasi bonus untuk anak-anak saya. Ya, Owabong yang merupakan destinasi wisata baru ini telah menjadi booming, menjadi destinasi wisata terbesar di Jawa Tengah, dan begitu terkenal sampai ke Yogyakarta, sehingga membuat saya sekeluarga penasaran untuk mencicipinya. Inilah magnet kuat untuk berkunjung ke Purbalingga, terutama bagi anak-anak dan remaja, meski saya pun enjoy juga seperti anak-anak saya.
Kami telah siap dengan baju ganti untuk bisa  puas bermain air di Owabong. Obyek wisata ini sangat luas. Berbagai wahana ada di Owabong, ada film 4 dimensi,  flying fox, kolam renang berbagai ukuran, water boom, dan aneka rupa wahana air lainnya. Yang menarik adalah kolam terapi dengan ikan. Di kolam ini pengunjung berendam, kemudian ratusan atau bahkan mungkin ribuan ikan kecil-kecil akan mendatangi dan menggigiti lapisan kulit yang telah mati di permukaan tubuh para pengunjung. Saya tidak tahu apa spesies ikan itu. Saya pun mencoba berendam kaki saja, rasanya geli dan aneh ketika puluhan ikan mendatangi dan menggigiti kaki saya.
Tampak sekali bahwa Owabong telah dikelola dengan bagus dan profesional. Tiket masuk ke Owabong juga sudah termasuk layanan semua wahana air, meskipun untuk wahana yang lain seperti flying fox, film 4 dimensi, dan kolam terapi dengan ikan kami masih harus membayar lagi, antara 10-20 ribu rupiah per wahana per orang. Untungnya kami datang pas hari Kamis sehingga mendapatkan harga yang lebih murah. Ya, pengelola memasang harga yang berbeda antara hari biasa dan week end.
Kami semua sangat senang dan berkesan dengan layanan di Owabong ini. Sayangnya kami datang sudah sekitar pukul 2 siang sehingga kami tidak bisa puas mencoba semua wahana, karena menjelang maghrib Owabong tutup, dan kami pun harus mengakhiri aktivitas di sini. 

Dari Owabong, kami pun mengakhiri perjalanan wisata ke “Negeri Ngapak-ngapak” dan kembali ke kota Yogyakarta tercinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar