Selasa, 01 Januari 2013

SENSASI PETUALANGAN PINDUL DAN SRIGETHUK


Mungkin masih banyak orang yang merasa asing dengan dua kata ini, Pindul dan Srigethuk, dua kata yang merupakan dua destinasi wisata di Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Instimewa Yogyakarta. Sengaja dua destinasi tersebut saya tulis dalam satu artikel karena selain keduanya sama-sama menawarkan aktivitas petualangan menyusuri sungai, juga karena keduanya dapat dikunjungi dalam satu paket wisata sekaligus. Selain itu, keduanya juga sama-sama memanfaatkan bagian dari Sungai Oya yang mengalir di Kabupaten Gunung Kidul. Tetapi, meskipun sama-sama menyusuri sungai, ada perbedaan yang mencolok di antara keduanya, yaitu Pindul menawarkan petualangan menyusuri sungai bawah tanah alias di dalam gua dengan ban atau yang biasa disebut tubing”, sedangkan Srigethuk menawarkan petualangan menyusuri sungai dengan rakit yang berujung pada suatu grojogan atau air terjun. Jadi, tidak boleh lupa, untuk berwisata ke dua lokasi ini perlu membawa atau menyiapkan baju ganti.
1. SENSASI PINDUL
Pindul adalah nama sebuah gua yang terletak di Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul. Gua ini menjadi istimewa karena aliran Sungai Oya melalui gua ini, artinya ada bagian dari aliran Sungai Oya yang memasuki dan mengalir dalam Gua Pindul. Menurut kisah yang diceritakan oleh masyarakat sekitar, nama Pindul berasal dari singkatan “pipi kejendul” yang artinya “pipi yang tersenggol”. Jaman dulu ada seorang yang membuang bayi di sungai ini dan ketika memasuki gua, pipi bayi yang gembul itu menyenggol batu gua. Entah cerita itu benar atau tidak.
Agak susah juga untuk sampai di tempat wisata ini, karena kurangnya tanda penunjuk jalan menuju lokasi. Saya tertolong dengan adanya orang yang berjaga di tepi jalan arah kota Wonosari yang menawarkan jasa memandu menuju lokasi gua secara gratis. Mobil saya pun kemudian mengikuti di belakang 2 pemandu yang berboncengan motor itu. Dari jalan raya tadi, kami mengikuti jalan belok ke kiri. Cukup jauh juga kami mengikuti motor itu, sekitar 10 km kemudian kami sampai di lokasi. Ternyata dua orang pemandu itu adalah tenaga marketing dari paket wisata “Panca Wisata” yang nantinya juga menjadi pemandu kami berpetualang menyusuri Gua Pindul.
Gua Pindul yang memiliki 3 pintu masuk, setiap pintunya dikelola oleh sebuah paket wisata, salah satunya adalah Panca Wisata. Ada 2 paket aktivitas petualangan yang ditawarkan oleh “Panca Wisata” yaitu tubing dan arung jeram (rafting). Tubing adalah aktivitas menyusuri gua sejauh kurang lebih 350 m dengan duduk di atas ban, kira-kira dengan waktu tempuh 45 menit. Harga untuk aktivitas ini adalah 30 ribu rupiah per orang, sudah termasuk fasilitas ban, baju pelampung dan tenaga pemandu. Sedangkan rafting adalah kegiatan menyusuri Sungai Oya dengan beberapa jeram yang harus dilewati sejauh kurang lebih 2 km. Uniknya arung jeram ini bukan dilakukan dengan perahu karet seperti yang biasa dilakukan di tempat-tempat wisata rafting lainnya, tetapi dengan ban seperti halnya tubing. Harga paket aktivitas rafting ini adalah 45 ribu rupiah per orang. Sayangnya, saya sekeluarga tidak mencoba rafting ini, hanya sempat mencoba tubing saja,
Musim liburan membuat Gua Pindul dibanjiri pengunjung, sehingga saya sekeluarga harus antri 1 jam lebih untuk bisa mencicipi tubing. Menurut cerita seorang pemandu, Gua Pindul ini mulai dikelola dan dikembangkan menjadi destinasi wisata sejak Tahun 2010 atas gagasan dan kreativitas dari mahasisswa KKN UGM. Dan, dari hari ke hari Gua Pindul pun semakin terkenal dan semakin banyak dikunjungi wisatawan, terutama di musim liburan. Untuk mengantisipasi agar tidak  antri, bisa melakukan booking dulu via telepon. Hal ini penting terutama bagi pengunjung rombongan dengan jumlah banyak, dan bagi rombongan yang ingin menginap pun juga tersedia penginapan di sekitar lokasi ini.
Di musim hujan ini air sungai tampak berwarna coklat susu karena material erosi yang terbawa masuk ke sungai bersama air hujan. Kedalaman sungai di pintu gua sekitar 3 meter, tetapi di dalam gua bisa mencapai 7-10 meter. Sebelum memasuki gua, pemandu memberikan briefing kepada peserta, terutama tentang tata cara melakukan tubing. Selain itu, bagi yang takut air dan kegelapan, disarankan untuk tidak mengikuti petualangan ini, tetapi cukup melihat mulut gua dari tepi sungai saja.
Setelah berdoa bersama yang dipimpin oleh pemandu, maka petualangan pun segera dimulai. Kami memasuki gua secara bergandengan ban. Di setiap ban terdapat dua tali di kanan kirinya untuk tempat saling berpegangan antar orang yang duduk di ban tersebut, agar tidak terlepas dari rombongan. Jadi, dari jauh tampak sebagai rantai ban yang setiap ban itu diduduki oleh satu orang. Dalam satu rombongan sekali masuk kurang lebih ada 25 orang dengan pemandu 3-4 orang. Para pemandu akan menarik ban dan mengarahkan agar tidak salah arah atau mengalir menabrak dinding gua atau stalagtit. Para pemandu juga telah siap dengan helm yang dilengkapi senter untuk penerangan di dalam kegelapan gua.
Selama menyusuri gua, para pemandu aktif memberikan penjelasan segala hal tentang isi Gua Pindul ini, jadi kami bisa menikmati keindahan isi gua sambil mendengarkan penjelasan tentang apa-apa yang kami lihat. Gua Pindul memiliki lubang di atas gua (luweng). Ada dua luweng, yang pertama di dekat pintu masuk dan yang ke dua di dekat pintu keluar. Luweng yang di dekat pintu masuk tertutup oleh bangunan rumah walet di atasnya, jadi dari dalam gua dapat dilihat bangunan rumah itu. Sayangnya rumah walet itu adalah proyek rumah walet yang gagal. Menurut orang yang paham tentang walet, suhu di dalam rumah itu terlalu panas sehingga tidak ada burung walet yang mau tinggal di rumah itu. Luweng yang ke dua terletak di dekat pintu keluar, dan di sinilah keindahan cahaya matahari yang masuk ke gua dapat dinikmati. Betul-betul indah, hingga bagi yang bisa berenang dipersilakan untuk berenang sepuasnya sebelum keluar dari gua. Di tempat ini juga biasanya pengunjung kemudian berfoto ria di bawah cahaya matahari yang memasuki gua.
Selain luweng, gua yang di jaman dulu digunakan sebagai tempat pertapaan ini juga mempunyai stalagtit dengan aneka bentuk yang sangat indah. Ada dua stalagtit yang terbesar. Saat melewati dua stalagtit besar ini perlu hati-hati agar kepala tidak membenturnya. Selain itu ada juga stalagtit termuda yang masih aktif meneteskan air. Menurut kepercayaan, bagi perempuan yang lewat di bawah stalagtit ini dan mendapat tetesannya maka akan awet muda dan cantik. Ah, ada-ada saja.
Secara umum stalagtit dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu jenis yang masih hidup (aktif) dan yang sudah mati (tidak aktif lagi). Yang masih aktif dicirikan dengan masih adanya tetesan-tetesan air dari stalagtit itu, sedangkan yang sudah tidak aktif tidak ada lagi tetesan-tetesan air,
Di dalam gua juga ada kehidupan liar, yaitu dengan adanya gerombolan burung sriti dan kelelawar yang tinggal di langit-langit gua. Ada dua jenis kelelawar, yaitu jenis pemakan serangga (kampret) dan jenis pemakan buah (kalong atau codot). Hewan-hewan itu tampak beterbangan saat rombongan kami lewat.
Selama hampir satu jam perjalanan menyusuri gua dengan tubing, betul-betul sensasi yang luar biasa. Anak saya yang masih berumur 6 tahun pun sangat menikmati aktivitas ini. Betul-betul menjadi petualangan yang sangat berkesan dan sensasional. 

2. SENSASI PAKET SRIGETHUK
Srigethuk merupakan nama sebuah grojogan atau air terjun yang terletak di Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul. Obyek wisata Srigethuk ini merupakan satu kesatuan paket dari Desa Wisata Bleberan yang dikelola oleh masyarakat Desa Bleberan. Selain air terjun Srigethuk, obyek  lainnya  adalah Gua Rancang Kencono dan Gelar Budaya. Atraksi budaya biasanya digelar di tanah lapang yang terdapat di dekat lokasi Gua Rancang Kencono. Ada jadwal yang terpampang di lokasi, meliputi pentas musik tradisional, kethoprak, wayang kulit, tarian, dll. Saat saya sekeluarga berkunjung, sedang diselenggarakan pentas musik campursari.
Untuk memasuki area desa wisata ini sangatlah murah, cukup membayar 5000 rupiah per orang, sedangkan biaya parkir kendaraan gratis. Sebelum menuju Srigethuk, pengunjung didesain untuk pertama kali mengunjungi gua Rancang Kencono. Untuk menjelajahi gua yang tidak begitu luas ini kami meminta panduan dari guide dengan memberi uang seikhlasnya untuk kas desa, tetapi kami memberinya 20 ribu rupiah. Penjelasan dari guide sangat membantu untuk mengetahui riwayat gua ini.
Gua Rancang Kencono mulutnya sangat lebar, memiliki satu ruang utama dan ada satu ruang tersembunyi yang cukup luas tetapi untuk memasukinya harus melewati pintu yang sangat sempit yang hanya bisa dilewati oleh satu orang dengan cara berjongkok. Untuk memasuki ruangan tersembunyi yang gelap tanpa cahaya ini, kami telah menyewa senter yang dijajakan di depan mulut gua oleh anak-anak desa seharga 2000 rupiah saja. Di salah satu dinding dalam ruang tersembunyi inilah terdapat prasasti tentang janji untuk tetap bersatu. Ya, dalam sejarahnya gua ini pernah menjadi tempat persembunyian prajurit Kerajaan Mataram yang berjuang melawan penjajah Belanda, dan merancang perjuangan dari gua ini. Oleh karena itulah nama gua  ini Rancang Kencono.
Selain itu, di dekat mulut gua juga terdapat peninggalan kerajaan Hindu berupa batu berbentuk patung sapi dan sebuah yoni. Di sisi lain gua juga ada sebuah lorong yang sangat sempit dan bahkan tertutup sedimen yang konon jika ditelusur akan menuju ke Sungai Srigethuk tempat air terjun Srigethuk mengalir. Sungai Srigethuk sendiri merupakan bagian dari Sungai Oya.
Setelah dirasa cukup menjelajahi Gua Rancang Kencono, kami pun kemudian kembali ke mobil dan melanjutkan perjalananan menuju Srigethuk yang jaraknya sekitar 200 meter dari lokasi gua. Jalan antara Gua Rancang Kencono dan Srigethuk belum beraspal dan sangat licin saat musim hujan sehingga harus hati-hati dalam menjalankan laju mobil.
Benar juga, sensasi Srigethuk terletak pada aktivitas menyusuri sungai dengan rakit menuju lokasi air terjun. Sebelum menaiki rakit kami membayar tiket dulu di loket dekat dermaga. Harga tiket cukup murah, 10 ribu rupiah per orang pulang pergi (PP). Satu rakit hanya bisa diisi oleh maksimal 10-12 penumpang. Tersedia 3 rakit di lokasi wisata ini. Karena sedang musim liburan sekolah, maka kami harus antri sekitar 30 menit dulu sebelum bisa menaiki rakit. Sebenarnya, bisa juga tidak naik rakit, yaitu berjalan kaki mengambil jalan memutar menyusuri bukit sekitar 500 meter menuju air terjun Srigethuk. Saya lihat ada serombongan bule yang memilih jalan kaki untuk mencapai lokasi air terjun. Tetapi bagi saya menaiki rakit lebih asyik dan sensasional daripada harus berjalan kaki.
Jarak dari dermaga rakit ke air terjun tidak begitu jauh, hanya sekitar 300 meter. Pemandangan di kanan kiri sungai didominasi oleh bukit dengan pohon dan semak-semak yang cukup rimbun. Di salah satu sisi bukit sebelum mencapai air terjun Srigethuk, tampak air terjun kecil yang airnya jatuh ke sungai. Di musim hujan ini, air sungai tampak keruh berwarna coklat susu karena adanya material erosi yang masuk ke sungai terbawa aliran air hujan.
Setelah rakit sampai di lokasi air terjun Srigethuk, maka kami pun kemudian turun, sedangkan rakit kembali bolak-balik dermaga–air terjun PP untuk mengantar jemput pengunjung lain. Pemandangan air terjun ini sangat indah. Airnya pun terasa sangat menyegarkan. Di bawah air terjun terdapat batu-batuan yang memercikkan air yang jatuh dari atas dan kemudian mengalirkannya masuk ke sungai. Di bawah air terjun ini kami pun bermain air sepuasnya. Segar sekali rasanya saat saya membasuh muka, tangan dan kaki di bawah air terjun ini, rasanya semua capek di badan lenyap.  Saya lihat banyak pengunjung, baik anak-anak, remaja maupun dewasa yang berenang dan berendam di bawah air terjun ini. Tetapi, perlu hati-hati dalam menyusuri batu-batuan di bawah air terjun yang licin oleh lumut, karena bisa jatuh ke sungai. Ya, karena air terjun ini memang berada di tebing sungai.
Sebenarnya suasana air terjun Srigethuk ini tidak berbeda jauh dengan air  terjun - air terjun lain yang juga menjadi tempat wisata seperti di Tawangmangu dan Baturaden. Perbedaan yang mendasar adalah  aktivitas menyusuri sungai dengan rakit untuk mencapai air terjun Srigethuk. Itulah sensasinya.



Gunung Kidul; Selasa, 25 Desember 2012
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar